Catatan Editorial: Artikel ini adalah tulisan tamu, Trenologi bekerja sama dengan Idea Imaji akan menghadirkan kolom idea@work setiap hari Rabu. Untuk kali ini tulisan akan membahas tentang kampanye #firstandforever dari brand Dr. Martens. Artikel dilengkapi juga dengan sejarah singkat munculnya produk dan brand Dr. Martens. Selamat membaca.
The History
Mereka yang pernah hidup di tahun 90-an, tentunya tidak asing dengan brand yang satu ini. Sepatu Dr. Martens pernah mewarnai budaya pop Indonesia secara dominan dalam dekade tersebut. Siapa sangka desain sepatu tersebut berawal pada saat seorang dokter Jerman, Klaus Martens, mengalami cedera kaki saat bermain ski. Pada masa pemulihan cederanya, ia mengganti sepatu boot-nya dengan kulit yang lebih lembut dan sol yang lebih empuk dengan bantalan udara karena sepatu boot yang biasa ia kenakan alasnya terlalu keras dan tidak nyaman dipakai.
Boot yang didesain khusus tersebut mulai diproduksi masal pada tahun 1947 dan tanpa disangka, produk baru ini diterima dengan baik di pasar. Boot Doc Martens mendapat respon yang positif, hingga banyak digunakan oleh polisi, tukang pos sampai pekerja pabrik.
Pada akhir tahun 1960-an, sebagai efek dari gerakan politik dan sosial ekonomi di daratan Eropa, komunitas skinhead mulai menggunakan boot Doc Martens sebagai simbol perlawanan anti-kapitalisme, yang berlanjut pada tahun 1970, saat gerakan politik tersebut mulai masuk ke industri musik dan menjadikan boot DocMart sebagai ikon anti-kemapanan. Pada masa itu, sepatu ini populer digunakan oleh musisi punk, ska, psychobillies, goths, industrial, hardcore, straight-edge, glam, hingga new wave. Dengan pengaruh dari para musisi tersebut dan terjadinya british invasion dalam industri musik, boot asal Jerman yang dikenal dengan sebutan Doc Martens, Docs dan DMs ini menginvasi dataran Inggris, Eropa, dan dunia. Desain Docs dengan seri 1460 dan 1461 menjadi dua seri klasik utama dari sekian banyak seri boot Doc Martens.
Di tahun 1990-an, kepopuleran DocMart berkembang memasuki tren mainstream, melampaui sub-kultur punk. Saat brand ini menjadi sebuah industri, sebagian komunitas skinhead yg identik dengan spirit anti-mainstream dan anti-kapitalisme mulai mempertanyakan brand sang dokter. Sebagian dari mereka mulai beralih ke merk pesaing, seperti Grinder, Ranger atau Gripfast. Sadar dengan kondisi ini, Dr. Martens membenahi brand message-nya kembali root, dan membuat sebuah pernyataan kesetiaan terhadap spirit untuk berani berbeda dan menentang arus mainstream, seperti yang terlihat di video berikut:
#firstandforever Campaign
Pada bulan Agustus tahun lalu, Dr. Martens meluncurkan campaign bernama #firstandforever. Campaign ini, yang merupakan kelanjutan dari campaign dengan nama sama 1 tahun sebelumnya, menggambarkan “tribal heritage” brand dan berbagi kisah “how to wear” terhadap produk-produknya.
Seiring populernya Instagram dan Facebook, Dr. Martens memanfaatkan kekuatan visual kedua platform tersebut dengan membuat tema Share Your Style yang mengharuskan pesertanya untuk mengunggah foto mereka ketika menggunakan produk Dr. Martens dengan ciri khas masing-masing individu.
Untuk ikut serta dalam Share Your Style Contest ini, kita hanya perlu mengunjungi Facebook Page Dr. Martens, dan klik Facebook Apps Share Your Style di dalam page tersebut dan unggah foto style dengan Dr. Martens. Foto yang telah di unggah akan muncul dalam wall Facebook page official Dr. Martens dan dapat di-vote oleh orang di seluruh dunia. Foto tersebut juga dapat di share dalam Facebook pribadi pesertanya. Selain itu, foto Share Your Style Contest juga dapat di unggah melalui media Instagram dengan menggunakan hashtag #firstandforever.
Pendekatan campaign yang melalui media Facebook dan Instagram menjadi sangat pas karena ide dasar “everyone loves to share their moments” merupakan sesuatu yang kontesktual di masa digital. Partisipan diajak untuk mengabadikan momen ketika menggunakan sepatu Dr. Martens pertama atau favoritnya serta cerita dibaliknya, untuk kemudian cerita tersebut dibagikan kepada teman dan fans yang me-like page Dr. Martens di Facebook.
Dalam prosesnya, Dr. Martens fanpage di Facebook telah meraih 603.190 likes dan menghasilkan 46.303 talking about this. Dengan followers nya di Twitter mencapai 95.732 followers (hingga tanggal 21 February 2013). Di Instagram sendiri, foto dengan #firstandforever sudah terkumpul sekitar 5.000 foto.
The Dr. Martens Tribe
Jika dibandingkan dengan campaign-nya tahun 2011, campaign #firstandforever AW12 ini jelas lebih sukses. Pada saat berakhirnya #firstandforever AW11, campaign tersebut mencapai 2 juta view. Sedangkan campaign #firstandforever AW12 ini sudah mencapai lebih dari 2 juta unique user (belum termasuk dari Facebook dan Twitter) pada saat awal launching.
Walaupun belum diketahui bagaimana hasil penjualan produk Dr. Martens dengan adanya campaign ini, akan tetapi perhatian saya tertarik dengan tema utama yang diusungnya: Tribes!
Ya, Tribes. Meskipun istilah yang dipopulerkan oleh Seth Godin ini sudah sering diulas lengkap dengan berbagai contoh kasusnya, tapi bagi saya tema tribes untuk sebuah brand sepatu memberikan keunikan tersendiri. Pemilihan tema ini menunjukkan bahwa Dr. Martens sadar bahwa produk mereka not just another accessories, dan DocMart sebagai sebuah brand bukan hanya menawarkan style, tapi telah menjadi lifestyle para penggunanya. Berdasar hal tersebut, ditambah sejarah yang membentang dibelakangnya, sadar maupun tidak sadar, Dr. Martens telah menjadi inisiator, ikon dan pemimpin sebuah kultur.
Menurut Seth Godin, Tribe adalah sekelompok orang yang terhubung satu sama lain, terhubung dengan seorang pemimpin dan terhubung pada sebuah ide. Tribe adalah mengenai keyakinan, mengenai gagasan dan komunitas. Menurut Godin, sebuah tribes terbentuk dengan adanya syarat berikut ini: adanya minat yang sama dan media untuk menyatukan minat itu. Di sisi lain, sebuah tribe haruslah bersifat eksklusif, dimana semua selain anggota tribe diperakukan sebagai outsider, sehingga insider sebuah tribe merasakan privileges saat menjadi bagian dari tribe tesebut.
Dengan pesatnya perkembangan platform media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram, maka semakin banyaklah pilihan media yang dapat digunakan untuk proses penyatuan minat. Ditambah dengan kecepatan penyebaran informasi secara viral di media sosial dalam campaign ini, maka platform media sosial menjadi tools yang efektif dan efisien untuk menyatukan semua orang yang tidak sekedar menyukai produk Dr. Martens, namun juga memiliki gagasan dan nilai yang sama dengan brand, untuk stand out. Terlebih lagi, campaign ini melakukan empowerment dan menciptakan evangelist melalui media visual untuk memperkenalkan produk dan brand Dr. Martens kepada generasi berikutnya.
Kembali ke sejarahnya, boot Dr. Martens identik dengan ide anti-mainstream. Meskipun seiring perkembangannya Dr. Martens banyak dipakai berbagai kelompok, namun tidak semua orang mengenal atau menyukai produk Dr. Martens. Hal inilah yang membentuk eksklusivitas produk Dr. Martens sehingga membuat para penggunanya memiliki privilege saat memiliki ataupun memakainya. Sepatu boot yang khusus dibuat untuk mereka yang memiliki ide perlawanan yang sama. Seperti tertulis pada tagline campaign-nya: “Tribes are about bonds. A shared spirit, an attitude, an instinct.”
Dan demikianlah tribe Dr. Martens terbentuk.
So, are you ready to make you own tribes?
Profil Penulis:
Wetty Utaminingsih adalah seorang digital analyst di @ideaimaji. Simple minded, 4×4 enthusiast dan suka sekali dengan hal yg berbau zombie. Penikmat musik punk, tapi selalu menjadi daddy’s good little girl. Perempuan yg selalu berpikir positif ini jarang berkicau di akun twitternya (@wettyUUTami) ataupun akun media sosialnya yg lain, tapi mendalami dunia digital menurutnya sangat menyenangkan.