Memulai bisnis dan menjalankannya tanpa memperhitungkan perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah sebuah kesalahan. Hal tersebut dapat membuat karya ataupun kreasi para entrepreneur bersangkutan dapat dicuri dengan mudah. Oleh karena itu, pada masa awal memulai bisnisnya, mereka seharusnya sudah memberikan perlindungan HKI-nya, sebab HKI sejatinya dapat menjadi aset berharga yang bisa menyelamatkan perusahaan di masa-masa sulit.
HKI sejatinya adalah hak yang muncul dari hasil oleh pikir atau kreasi manusia yang pada akhirnya menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna bagi manusia. Sederhananya, HKI ini dapat diartikan sebagai hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual.
Dalam dunia bisnis, HKI bisa menjadi elemen penting karena dapat memberikan keunggulan berkompetisi ketika bermain di pasar yang dibidik bagi pemiliknya. Bahkan, tak menutup kemungkinan pula HKI ini dapat menjadi pemicu untuk memunculkan berbagai inovasi baru bagi perusahaan yang pada akhirnya dapat menguntungkan publik juga perusahaan itu sendiri.
Untuk memahami lebih jauh mengenai HKI dan perannya untuk startup dan UKM di Indonesia, kami berbincang dengan tiga orang yang memahami bidang ini, yakni Founder StartupHKI Fahrian Agam, Konsultan IP&PVP IPLOID Gunawan Bagaskoro, dan Senior Associate of Assegaf Hamzah & Partners Ari Juliano Gema.
HKI untuk startup dan UKM
Menurut mereka, secara garis besar sesungguhnya HKI ini masih dapat dibagi ke dalam dua kategori, yakni Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Cipta sendiri biasanya diperuntukkan untuk melindungi karya di bidang seni, sastra, dan ilmu pengetahuan. Di sisi lain Hak Kekayaan Industri, mencakup perlindungan Paten, Merek, Desain Industri, Rahasia Dagang dan Desain tata letak sirkuit terpadu.
Ketika memulai bisnis, salah satu elemen penting yang menjadi pertimbangan seharusnya adalah memberikan perlindungan terhadap HKI yang terkait dengan bisnis tersebut. Adalah sebuah langkah yang keliru jika perlindungan HKI baru diurus ketika bisnis sudah mulai tumbuh besar. Dengan demikian, aset-aset penting perusahaan menjadi tidak terlindungi dari pembajakan pihak-pihak tak berwenang.
Oleh sebab itu, bagi mereka yang baru memulai, seperti Startup dan UKM, perlindungan HKI di tahap awal bisnisnya seharusnya menjadi pertimbangan awal, karena HKI tersebut dapat menjadi pedang sekaligus perisai mereka. Perisai karena HKI akan melindungi dari serbuan kompetitor atau pemilik modal besar juga pembajakan. Pedang karena HKI adalah hak monopoli yang diakui dan tak melanggar ketentuan persaingan usaha dan bisa digunakan untuk melarang pihak lain menggunakan HKI tersebut tanpa seijin pemiliknya.
Ari menegaskan:
“Aset terpenting Startup atau UKM biasanya bukan berupa aset fisik, namun berupa ide yang diekspresikan menjadi suatu produk.”
Apa yang ditegaskan oleh Ari diamini oleh Gunawan. Menurut dia, Startup dan UKM ini perlu mengenal dan peduli tentang HKI karena HKI dapat menjadi penyelamat mereka di tahap awal bisnisnya berjalan. Misalnya, ketika perusahaan menghadapi masa sulit, HKI dapat menjadi penyelamat karena ia dapat dijual, dihibiahkan, diwariskan, ataupun dilisensikan ke pihak lain.
Gunawan menjelaskan:
“Peduli HKI saat sudah menjadi besar merupakan sebuah langkah yang keliru. HKI yang dimiliki oleh startup dan UKM perlu diidentifikasi oleh pelakunya dan segera diajukan permohonannya. Dengan demikian, saat sudah mulai besar, HKI yang diajukan tersebut sudah terdaftar atas nama pemiliknya.”
Setuju dengan keduanya, Agam juga menambahkan bahwa dengan HKI yang terlindungi, hasil jerih payah pemilik bisnis dalam mengembangkan brand dan produk dapat dinikmati sepenuhnya. Selain dapat melindungi dari pembajakan dan pemilik modal lain yang lebih besar, HKI juga dapat memudahkan pemilik bisnis dalam memasuki pasar. Oleh karena itu, perlindungan HKI menjadi salah satu elemen dasar dalam pengembangan industri startup.
Penerapan dan Sosialisasi HKI di Indonesia
Di Indonesia sendiri, ketiganya setuju bahwa penerapan HKI sudah sangat bagus. Secara hukum, HKI di Indonesia sebenarnya sudah memiliki peraturan yang cukup lengkap, bahkan, menurut Ari, sudah mengadopsi ketentuan dalam konvensi international di bidang HKI. Peraturan tersebut juga sudah mengatur dengan jelas mengenai mekanisme pendaftaran HKI itu sendiri.
Ari mengatakan, “Informasi mengenai hal tersebut (peraturan dan proses pendaftaran) dapat diakses dengan mudah di situs resmi Direktorat Jenderal HKI (Ditjen HKI). Namun memang proses pendaftaran HKI sampai dengan terbitnya sertifikat HKI masih membutuhkan waktu yang lama, meski Ditjen HKI sudah berupaya melakukan perbaikan sistem pendaftaran agar proses bisa lebih singkat waktunya.”
Agam menambahkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini Ditjen HKI sendiri telah mengembangkan berbagai fasilitas online untuk mempermudah dalam pendaftaran HKI seperti e-tutorial HKI, e-status HKI, dan sistem lainnya. Meskipun demikian, untuk penerapan dari sisi penegakan hukum, Gunawan menjelaskan bahwa penegakkannya masih sering mengalami kendala, khususnya untuk UKM.
“Untuk penegakan hukum, pemilik merek, terutama UKM, umumnya masih terkendala pada biaya untuk melakukan penegakan hukum, seperti biaya pengacara, biaya iklan pengumuman, serta faktor luasnya wilayah Indonesia yang menambah kesulitan dalam mengidentifikasi terjadinya tindakan pelanggaran HKI,” ujar Gunawan.
Terkait dengan sosialisasi, memang yang paling bertanggung jawab untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya HKI ini adalah pemerintah, dalam hal ini tentu ini menjadi tugas dari Ditjen HKI itu sendiri. Akan tetapi, agar sosialisai ini dapat berjalan lebih baik, pemangku kepentingan lain seperti konsultan HKI, akademisi, pelaku usaha dan konsumen pun harusnya turut berperan.
Ari menjelaskan, “Pemangku kepentingan lainnya, seperti konsultan HKI, akademisi, pelaku usaha dan konsumen, perlu ikut membantu sosialisasi agar HKI dapat dikenal dan dipahami dengan mudah oleh semua lapisan masyarakat, sehingga bukan hanya fokus untuk melindungi HKI, tapi juga mengupayakan agar HKI dapat memberikan manfaat ekonomi bagi pelaku usaha dan memberikan manfaat sosial bagi masyarakat pada umumnya.”