Dalam laporan startup digital yang diterbitkan DailySocial, baik di tahun 2014 dan 2015, sektor e-commerce diprediksikan akan tetap menjadi tren yang terus diburu oleh para pemain bisnis. Benar saja, penguatan pemain lama dan hadirnya pemain baru terus bergeliat di sektor ini. Baru-baru ini salah satu penyedia jasa e-commerce asal Singapura bernama WeShop Global Group tengah mempersiapkan diri untuk bermanuver di Indonesia.
Bersama investasi $5 juta yang baru saja digenggam, WeShop akan menyediakan alternatif belanja online bagi konsumen yang menginginkan produk-produk impor dengan harga terjangkau. Saat ini situs Weshop Indonesia sudah dapat diakses. Dengan memastikan produk yang dijual asli, WeShop yakin akan berhasil memikat dengan spesialisasinya.
Founder dan CEO WeShop Global Group Emme Dao dalam sebuah kesempatan mengatakan bahwa di lanskap bisnis e-commerce saat ini belanja lintas negara sedang menuju puncak tren. Dari analisis yang dilakukan WeShop peminatnya telah tumbuh dua kali lebih cepat di pasar B2C (Business to Consumer) dunia. Diprediksi pertumbuhannya akan mencapai lima kali lipat di tahun 2020 mendatang. Tak lain karena terbukanya jalur dagang global yang semakin mudah diakses.
Visi WeShop ingin menghadirkan mode penjualan yang memudahkan konsumen dengan efisiensi pada biaya logistik, sistem pembayaran dan risiko yang mungkin terjadi. Simpelnya WeShop ingin menjadikan transaksi belanja di luar negeri seperti belanja di dalam negeri.
Kurasi dari produk online shop ternama
WeShop mengaku saat ini telah memiliki lebih dari 200 juta daftar produk yang bersumber dari berbagai situs e-commerce populer dunia, tak terkecuali Amazon dan eBay. Salah satu hal yang dinilai memudahkan adalah terkait pembayaran, karena kurs mata uang akan disesuaikan dengan rupiah. Sistem transaksinya pun demikian, dihadirkan dengan model yang umum digunakan oleh layanan lokal.
Salah satu tantangan yang coba ingin dipecahkan juga terkait dengan perpajakan. Di WeShop pelanggan harus membayarkan secara terpisah biaya pajak dan biaya lainnya (jika ada) sebelum proses pengiriman berlangsung.
Tren layanan e-concierge di Indonesia
Di Indonesia saat ini ada banyak sekali layanan yang menyuguhkan jasa sejenis, salah satu yang cukup tampak adalah HargaDunia. Sistem yang ditawarkan mirip, melakukan kurasi produk dan bertindak sebagai perantara proses transaksi penjualan dari situs e-commerce di luar negeri. Ada juga yang secara khusus menghadirkan layanan e-concierge (perantara pembelian online), salah satunya Uskoop, keberadaannya di pasar Indonesia didukung oleh Bhinneka.
Namun di tengah tren belanja online yang sering dikatakan masih dalam tahap pertumbuhan, layanan e-commerce dan marketplace lokal masih sangat mendominasi. E-concierge di Indonesia bisa dikatakan lebih menyasar segmentasi konsumen tertentu. Melihat hal tersebut nyatanya beberapa layanan e-commerce internasional dikabarkan tengah bersiap untuk melakukan ekspansi ke Indonesia, baik dalam bentuk kerja sama dengan rekanan lokal, ataupun berniat mendirikan brand sendiri.
Gejolak persaingan bisnis e-commerce belum usai
Dengan kompensasi jumlah konsumen yang luar biasa besar (dan terus bertumbuh), dengan berbagai cara layanan e-commerce terus menguatkan cengkeramannya di Indonesia. Layanan lokal terus mendulang investasi, dan layanan luar pun terus datang bersinggah. Amazon salah satunya, beberapa waktu terakhir sempat dikabarkan tengah bersiap hadir ke Indonesia, walaupun sampai saat ini belum terkabar bentuknya. Di tengah persaingan sengit ini pun tak sedikit yang pada akhirnya memilih untuk menyerah.
Rasanya konsumen di Indonesia saat ini sudah tidak lagi terpaku pada penawaran fitur seperti mudahnya pembayaran ataupun logistik. Persaingan antar pemain e-commerce sudah tidak lagi bisa mengandalkan platform, karena hal tersebut kini menjadi fundamental yang tidak diindahkan lagi, kendati performa tetap menjadi harga mati sebuah layanan. Belum ada pola jelas dari konsumen yang masih berkembang saat ini. Di titik kenyamanan tertentu konsumen terhadap layanan, masih sangat mudah goyah jika inovasi dari layanan lain dimunculkan.
Yang paling umum model “perang harga” yang dilakukan untuk akuisisi pengguna, tapi nyatanya hal tersebut tidak membawa sektor tersebut sehat. Formula ini yang kini harus terus dianalisis oleh para pemain e-commerce untuk bisa menundukkan gaya konsumtif jutaan konsumen prospektif di Indonesia. Tidak mudah memang.