Editor’s Note: Ini merupakan bagian seri tulisan tentang User Experience (UX) yang merupakan suatu bagian penting pengenalan suatu produk ke pengguna. Berikut dijelaskan apa itu UX dan pentingnya penerapan UX dalam suatu prototipe, produk ataupun aplikasi.
UX (User Experience) adalah sebuah bidang baru yang berangkat dari hubungan manusia dengan teknologi. Awalnya, hubungan antara manusia dan komputer dipelajari melalui bidang HCI (Human Computer Interaction). Ahli HCI mempelajari kemampuan komputer (pada umumnya: produk teknologi) dalam berinteraksi dengan manusia, sedangkan unsur kemampuan manusia dipelajari oleh para ahli bidang Psikologi Kognitif, maupun para ahli bidang Human Factors, yang berangkat dari bidang Teknik Industri.
Bidang-bidang ini bercampur menjadi suatu bidang baru bernama Interaction Design (IxD), di mana interaksi antara manusia dan teknologi didefinisikan dalam desain sebelum diimplementasikan. Ilmu desain inilah yang menekankan pentingnya suatu sistem diujicobakan terlebih dahulu dengan calon pengguna mulai dari bentuk yang sederhana (low fidelity prototype). Hasil interaksi para calon pengguna dengan prototipe inilah yang dijadikan masukan untuk mengembangkan sistem lebih lanjut sampai ke bentuk jadi (working prototype). Proses evaluasi dengan calon pengguna ini bisa berkali-kali (iteratif), sampai diperoleh desain yang paling cocok untuk pengguna.
Dalam bidang teknologi perangkat lunak, dikenal versi beta dari suatu aplikasi, yang bisa merupakan working prototype. Jika suatu prototipe bisa dikembangkan dengan cepat, mudah, dan murah, maka bisa juga langsung menggunakan working prototype untuk dites dengan para calon pengguna. Kelebihan industri aplikasi berbasis internet adalah cepat dan mudahnya mengujicoba suatu aplikasi dengan banyak orang.
Contoh penggunaan working prototype adalah metode yang digunakan oleh Facebook, di mana interaksi para pengguna dan sistem dijadikan masukan untuk senantiasa mengembangkan sistem. Jika para pengguna kadang protes akan perubahan-perubahan yang terjadi, maka seorang ahli IxD melihatnya sebagai cara untuk mengembangkan sistem supaya secocok mungkin dengan kebutuhan dan kenyamanan pengguna.
IxD berkaitan erat dengan bidang Usability, yang mempelajari kecocokan suatu produk teknologi menampilkan fungsi-fungsinya dengan tepat kepada para pengguna. Misalnya, permainan Angry Birds difokuskan untuk aplikasi versi smartphone, karena fungsi utama “melempar ketapel” mudah dilakukan oleh pengguna dengan geseran jari di layar (bayangkan jika menggunakan mouse di versi desktop?). Usability melengkapi IxD untuk menganalisis kemudahan dan kemungkinan setiap jenis interaksi.
Percampuran IxD dengan bidang Marketing dan Komunikasi lah yang melahirkan UX. Sebelum suatu produk teknologi diluncurkan, para calon pengguna perlu mendapat informasi yang sesuai sehingga mereka termotivasi untuk menggunakan sistem itu. Dan ketika suatu produk teknologi telah final dan diluncurkan ke pengguna, maka tidak berarti pengguna hanya menggunakan fungsi menurut desain yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kenyamanan secara umum. Setiap pengguna atau kelompok pengguna bisa berevolusi dengan cara interaksinya masing-masing sejalan dengan waktu.
UX mempelajari motivasi, makna, fun, juga kepercayaan pengguna terhadap suatu produk teknologi. Mulai dari ketertarikan, mencoba menggunakan, mengeluarkan dana untuk memilikinya, betah menggunakannya, sampai menunggu-nunggu versi selanjutnya keluar (loyalitas). Oleh karena itu, konteks penggunaan perlu dipahami sebelum memulai mengembangkan prototipe suatu produk. Misalnya, calon pengguna adalah pengguna smartphone, atau calon pengguna tidak suka email, atau calon pengguna adalah orang yg mementingkan kontaknya di media sosial tertentu dan lain-lain.
Merencanakan produk teknologi dari sisi UX berarti menghindari kita dari berasumsi tentang pengguna, misalnya “gampang dong, mereka pasti ngerti” atau “ini kan mirip Facebook, ngerti lah”, atau “ini lebih canggih, berarti lebih baik”, atau “tidak usah pedulikan sistem lain yang mirip-mirip ini”, atau “produk kita bisa disukai oleh semua orang.” Kenali calon pengguna, mulai dari prototipe paling sederhana, luncurkan dan lihat evolusi pengguna dalam berinteraksi, dan kembangkan produk sampai bisa merampingkan fungsi-fungsi sistem yang memungkinkan makna khusus bagi setiap pengguna.
—
Qonita Shahab, peneliti di bidang UX yang sebelumnya menekuni bidang IT. Hobi musik dan fotografi mendukungnya dalam merancang prototipe sistem interaktif. Sejak memulai riset dalam bidang teknologi persuasif, Qonita mempelajari lebih banyak tentang psikologi sosial dan penggunaan teknologi secara komunal. Ikuti dia di Twitter @uxqonita.
Tertarik menulis guest post di DailySocial? Kirimkan artikel Anda ke [email protected]
Perlu diketahui dan ditambahkan juga, desainer zaman sekarang tau UX itu kudu, wajib.
Masih penasaran dalam kurikulum bakal dimasukin ga ya atau sudah?
Waktu jadi mahasiswa, ilmu yang kaya gini bener-bener minim.. jadi kalo ada orang yang bisa desain (look n feelnya) kalo bikin tugas, udah dianggap jago UX. Padahal namanya usability bener-bener ngaruh ke impression user saat pake apps.
UX specialist sepertinya menarik nih profesi 😀