Persaingan raksasa on-demand regional terus berlanjut. Siapa lagi kalau bukan antara Grab dan GO-JEK. Demi melanjutkan rencana perluasan pangsa, keduanya minggu ini dikabarkan memperoleh pendanaan lanjutan. Grab mendapat $200 juta (setara 3 triliun Rupiah) dari Booking Holdings, perusahaan di balik layanan travel seperti Booking.com, Agoda, dan Priceline.
Sementara itu, rivalnya GO-JEK juga dikabarkan mendapatkan suntikan dana tambahan dari para investor terdahulu. Google, Tencent, dan JD.com menggandakan investasinya hingga membuat valuasi perusahaan melebihi $9 miliar (setara dengan 137 triliun Rupiah). Dengan pendanaan ini persaingan bisnis menjadi semakin sengit, dengan masing-masing perusahaan mendapat dukungan dari layanan besar di Amerika Serikat dan Tiongkok.
Grab dengan target pendanaan $3 miliar
Awal bulan ini, Grab baru saja mengumumkan perolehan investasi dari Microsoft dalam kerja sama strategis pengembangan produk teknologi. Sebelumnya Toyota juga memimpin pendanaan Grab mencapai $2 miliar – menunjukkan beberapa waktu terakhir perusahaan begitu ambisius dalam mengejar target pendanaan. Memang, sejak awal Grab menargetkan bisa membukukan investasi hingga $3 miliar sebelum tahun 2018 berakhir.
Dengan modal besar, Grab ingin menjadikan platformnya sebagai “super apps”. Tidak lagi sekadar sebagai penyedia layanan transportasi, namun juga memberikan manfaat untuk model bisnis lain, salah satunya melalui GrabPay. Di Indonesia, Grab juga terus menjalin mitra strategis, dengan pemain fintech seperti TrueMoney, Paytren dan OVO; dengan perusahaan iklan seperti StickEarn; hingga dengan online grocery untuk menghadirkan GrabFresh.
GO-JEK dalam ekspansi regionalnya
Sementara itu GO-JEK tampak terus fokus melebarkan sayap regional. Setelah sukses dengan Go-Viet, kehadirannya di Singapura juga segera dimulai.
Rencana ekspansi yang hendak digalakkan GO-JEK bukan tanpa halangan. Di Filipina, langkah GO-JEK saat ini tidak berjalan mulus, moratorium aturan on-demand membuat otoritas setempat belum bisa memproses izin operasional GO-JEK. Berkaitan dengan ekspansi, GO-JEK juga terus memperluas kerja sama bisnis – hal ini menjadi salah satu poin pokok yang dipaparkan pihak GO-JEK pasca pendanaan lanjutan, yakni pendalaman aliansi dengan mitra strategis.
Grab vs GO-JEK pasca tutupnya Uber di Asia Tenggara
Setelah operasional Uber di Asia Tenggara diakuisisi Grab, polarisasi layanan –khususnya di Indonesia sebagai pangsa pasar terbesar—mengerucut pada Grab vs GO-JEK. Untuk melihat peralihan konsumen, kami sempat melakukan survei terhadap 1192 pengguna layanan Uber di 22 kota di Indonesia. Sejak layanan Uber berhenti beroperasi, sebanyak 55% responden mengaku beralih ke layanan Grab, sedangkan 45% sisanya ke GO-JEK.
Dalam laporan survei tersebut diungkapkan mengenai pertimbangan konsumen dalam memilih layanan transportasi on-demand. Berdasarkan jawaban responden, pertimbangan harga masih menjadi faktor utama, diikuti dengan sifat aplikasi yang customer friendly.