Go-Jek merevolusi cara masyarakat berbelanja kebutuhan sehari-hari. Opsi “shop” yang sebelumnya ada kini disempurnakan menjadi Go-Mart yang mengizinkan para pengguna memesan produk atau barang di supermarket, minimarket, apotek, atau toko lainnya. Tak ingin disejajarkan dengan online marketplace, Go-Mart hanya menyediakan kebutuhan sehari-hari dengan estimasi waktu pengantaran sekitar 60 menit saja. Pihaknya juga tak cepat puas dengan pencapaian saat ini, ada beberapa sektor yang nantinya akan dijajaki untuk memecahkan masalah sosial Indonesia.
Hari ini (22/10) CEO Go-Jek Nadiem Makarim secara resmi memperkenalkan dan memberikan pembaruan terkini dari perusahaan yang dipimpinnya. Go-Mart diluncurkan untuk memecahkan masalah dari macetnya lalu lintas yang menjadi hambatan utama bagi masyarakat untuk menyelesaikan kegiatan sehari-hari, termasuk berbelanja. Diklaim miliki 50.000 jenis produk, kini Go-Mart telah menggandeng 40 merchant dalam layanannya.
“Berapa banyak kesempatan yang dilewatkan penyedia toko dan retailer hanya karena konsumen malas pergi ke tempat mereka? Mungkin opsinya bisa belanja di situs e-commerce atau online marketplace lain. Sementara Go-Mart mampu memotong proses belanja dan pengiriman hingga sekitar 60-90 menit saja,” pungkasnya.
Menurutnya tak ada resiko untuk merchant bermitra dengan Go-Jek, ”Resiko dan biaya inventori nihil, asalkan para merchant telah memiliki toko offline, mereka tak perlu menyediakan suplai ke warehouse, cukup pajang saja apa yang mereka mau jual. Biar kami yang bantu jual.”
Pengguna dapat berbelanja hingga maksimal senilai Rp 2 juta per order. Namun jangan harap menemukan produk seperti barang elektronik dan gadget tersedia di Go-Mart, pasalnya Nadiem tak ingin menyasar segmen serupa dengan online marketplace. Perihal monetisasinya, Nadiem menegaskan saat ini merchant bisa bermitra dengan Go-Jek secara gratis. Dalam pantauan tim kami sejauh ini pengguna dapat mengakses toko Indomart, Alfamat, LotteMart, Century, Guardian, Optik Melawai, Office 2000, Jakarta Notebook, dan masih banyak lainnya.
“Saat ini anggap saja promo. Kami ingin buktikan dulu bahwa Go-Mart mampu menjual dan mendeliver barang dengan efektif. Jika sudah terbukti, nanti kita pikirkan komisi bagi hasilnya. Kami gak pernah minta uang di depan, kami ingin buktikan dulu. Begitu tradisi Go-Jek,” paparnya.
On-demand everything
Berbicara tentang tren on-demand economy di Indonesia, Nadiem tak ingin cukup puas memberdayakan ojek saja.
“Tren ini luar biasa di Indonesia. Terlepas dari kondisi ekonomi yang lagi naik atau turun, layanan dibutuhkan setiap hari oleh banyak orang. Potensinya sangat menjanjikan,” paparnya saat ditemui tim kami.
“Visinya adalah on-demand everything. Kami sudah sebesar ini kenapa puas di ojek saja? Kami bisa bantu semua orang di berbagai sektor. Apapun masalah yang ada di Indonesia akan kami coba bantu menggunakan layanan kami,” jawabnya percaya diri.
Kepercayaan diri tersebut nyatanya terpapar dari pencapaian Go-Jek sejauh ini. Miliki 200.000 driver di sepuluh kota di Indonesia, ditambah dengan adopsi yang masif oleh penggunanya jelas memperluas ruang gerak Nadiem untuk menjajaki tiap sektor.
“Karena pengguna kita banyak sekali, apapun produk yang kita luncurkan akan menjadi market leader di segmennya. Tentu ini memudahkan kami meraih dan mempertahankan posisi sebagai market leader,” kata Nadiem yang juga memaparkan bahwa layanan layanan lainnya yakni Go-Food sudah menguasai layanan pengiriman makanan di Jakarta, Bandung, dan Bali.
Peningkatan aspek teknis
Jika ada celah Go-Jek yang dapat dikritik, sangat masuk akal jika kita berbicara tentang sisi teknis yang kerap kali dikeluhkan pengguna. Nadiem berkomentar bahwa pihaknya kini merekrut ahli terbaik untuk masalah ini. Sekitar puluhan teknisi asal Bangalore, India, direkrut untuk mengatasi permasalahan back-end Go-Jek.