Penggunaan perangkat mobile dianggap telah menjadi hal yang lumrah bagi banyak orang di masa kini. Namun hal tersebut ternyata tidak menyusutkan penjualan smartphone yang justru semakin meningkat setiap tahunnya. Data terbaru GfK menyatakan nilai penjualan smartphone di negara Asia Tenggara mencapai $16.4 Miliar (sekitar Rp 198 Triliun), meningkat 33 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah unit yang terjual pun mengalami peningkatan sebesar 44 persen setiap tahunnya. Pertumbuhan penjualan smartphone di Indonesia mencapai 70% dalam 12 bulan terakhir, tertinggi di antara negara-negara di kawasan.
Sebanyak 120 juta smartphone dan phablet terjual pada bulan Agustus 2014 di kawasan Asia Tenggara. Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Indonesia, Vietnam, dan Kamboja menjadi penggerak utama dari pertumbuhan ini.
Di Asia Tenggara sendiri, ada sekitar 345 smartphone bermerk asal Tiongkok yang mampu menjual dengan harga 58% lebih murah dari smartphone merk internasional lain. Menurut Account Director for Digital World GfK Asia Gerard Tan, low budget smartphone melakukan penetrasi ke pasar dengan sangat baik. Merk raksasa yang mendunia kerap kalah saing dengan merk Tiongkok dalam kompetisi harga. Sementara smartphone merk internasional berkisar $253 (sekitar Rp 3 juta), merk Tiongkok menawarkan harga rata-rata sekitar $159 (sekitar Rp 2 juta).
Geliat vendor Tiongkok menawarkan model low-end terbaru mereka membuat smartphone menjadi semakin terjangkau dan kompetisi menjadi semakin intensif.
“Kondisi di negara berkembang menjadi alasan utama di balik pengadopsian smartphone. Pasalnya banyak orang yang berada di luar kota-kota besar di negara tersebut baru memiliki smartphone setelah konsep ponsel ‘pintar’ walau telah diperkenalkan sejak lama,” ungkap Tan.
Indonesia memimpin sebagai negara dengan pertumbuhan penjualan paling tinggi hingga 70%, disusul Vietnam 56%, dan Thailand 44%. Sementara dalam segi valuasi, Vietnam berada di posisi puncak dengan pertumbuhan valuasi hingga 52%, Indonesia 32%, dan Thailand 31%.
Tak kalah pentingnya adalah catatan bahwa Indonesia menjadi satu-satunya pasar di wilayah Asia Tenggara di mana merk lokal mampu bersaing secara ketat dengan merk asing, mengingat merk-merk tersebut berkontribusi terhadap 16 persen total volume dan 7 persen total valuasi pasar nasional.
[Ilustrasi Foto: Shutterstock]