Smart City Summit and Expo yang digelar di Taiwan tidak hanya diadakan pada kota Taipei. Kaohsiung adalah kota kedua yang menggelar expo tersebut sekaligus menyatakan bahwa mereka sedang berkembang menjadi kota pintar. Kaohsiung juga menjadi kota kedua terbesar di Taiwan setelah Taipei. Salah satu area fokus utama dalam pengembangan smart city Kaohsiung adalah smart manufacturing.
Acara yang satu ini memang sudah berlangsung selama 10 tahun dan memiliki perkembangan yang cukup baik. Tujuan dari acara ini adalah untuk mempromosikan aplikasi smart city yang berorientasi pada masyarakat. Dalam acara ini juga dibahas mengenai upaya pengurangan emisi karbon dioksida yang menjadi prioritas utama bagi kota tersebut. Acara ini juga merupakan upaya untuk memperbaiki reputasi kota tersebut yang sebelumnya dikenal sebagai kota berat industri yang sangat terkena dampak polusi.
Pada acara yang sama, para jurnalis yang datang dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, serta Vietnam berkesempatan untuk mewawancarai Charles Lin, Deputy Mayor of Kaohsiung City Government. Beliau juga lah yang pertama kali membuat Smart City and Summit Expo di Taiwan.
Lin mengatakan bahwa industri inti di kota Kaohsiung adalah industri berat. Bahkan beliau mengatakan bahwa TSMC (Taiwan Semiconductor Manufacturing Company) yang memproduksi prosesor seperti Qualcomm dan AMD juga bakal membangun pabrik di Kaohsiung. Lin menginginkan pembuatan industri manufaktur yang lebih pintar, lebih hijau, serta lebih kompetitif. Untuk itu, Lin ingin menggunakan teknologi seperti IoT, AI, big data, dan cloud computing untuk mengoptimalkan proses produksi, mengurangi konsumsi energi dan emisi karbon, meningkatkan kualitas produk dan inovasi, dan menciptakan layanan bernilai tambah lebih banyak.
Smart manufacturing itu sendiri nantinya akan bermanfaat ke kota Kaohsiung secara keseluruhan. Hal tersebut karena menciptakan lebih banyak lapangan kerja, menarik lebih banyak bakat, meningkatkan penerimaan pajak, hingga meningkatkan reputasi. Selain itu, nantinya industri terkait seperti logistik, pendidikan, pariwisata, dan budaya juga akan berkembang.
Charles Lin mengakui bahwa mengembangkan kota pintar di Kaohsiung tidak bisa dilakukan sebatas pemerintah kota. Dukungan dari pemerintah pusat dan solusi inovatif dari perusahaan yang berpartisipasi tentunya sangat penting untuk kemajuan. Selain itu, peraturan juga sangat penting sehingga tidak akan menghambat inovasi yang dilakukan.
Regulasi diperlukan untuk menjamin keselamatan, kualitas, dan akuntabilitas tetapi juga harus fleksibel dan adaptif untuk menampung teknologi dan model bisnis baru. Lin berpendapat bahwa Kegagalan bisa terjadi, tetapi pemerintah harus terbuka terhadap eksplorasi dan eksperimen pada ide-ide dan inovasi baru baik dari perusahaan besar maupun startup teknologi. Hal ini membuat mereka harus dapat menguji teknologi dan melihat apakah mereka berhasil untuk kota kami dan warga
Pengembangan kota pintar di Kaohsiung sendiri bukan hanya tentang teknologi tetapi juga tentang masyarakatnya. Hal ini didasari oleh mudahnya para generasi muda mengakses dan beradaptasi dengan teknologi baru sementara warga lanjut usia akan lebih sulit. Oleh karena itu, pemerintah Kaohsiung menyediakan paket layanan yang komprehensif untuk semua warga yang masih gagap teknologi, seperti melalui sebuah call center.
Terakhir, Lin menginginkan meningkatkan infrastruktur komunikasi menjadi prioritas. Beliau ingin memastikan bahwa semua orang dapat menikmati manfaat dari layanan kota pintar. Dengan begitu kesenjangan digital dan ketimpangannya dapat ditanggulangi.
Lin juga mengatakan bahwa untuk penerapan smart city, baru Taiwan yang bisa melaksanakannya. Beliau mencontohkan kota Vegas yang ingin menjadi kota pintar. Namun, Lin merasa bahwa Vegas bukan lah smart city walaupun sudah melakukan beberapa hal. Ada beberapa yang mejadi landasan dari pendapat beliau.
Pertama adalah smart city masih tergantung pada kemauan politik pemerintah setempat untuk melakukannya. Kedua, hal itu tidak dapat dicapai hanya dengan undang-undang yang mungkin dilakukan oleh pemerintah pusat atau perusahaan federal karena membutuhkan banyak energi dari pemerintah nasional untuk mendukungnya.
Lin mengatakan setidaknya ada 4 hal yang harus dilakukan oleh setiap pemerintah setempat untuk dapat menjadi smart city. Pertama-tama membutuhkan pemerintah pusat yang memberikan dukungan. Hal kedua tentu saja membutuhkan keputusan politik. Ketiga, kota tersebut harus memiliki kepatuhan yang perlu diatur sendiri dengan regulasi-regulasi.
Terakhir, sebagai elemen dampak yang sangat kritikal adalah bahwa pemerintah kota perlu berkolaborasi lebih lanjut dengan internasional karena dapat belajar lebih banyak dari luar negeri. Untuk hal tersebut, memang membutuhkan modal dan teknologi yang saat ini sudah berkembang dengan saat cepat.
Jadi, Lin mengatakan bahwa para pemimpin pemerintah kota harus menemukan cara untuk menentukan dan berkoordinasi dalam upaya memenuhi keempat elemen tersebut. Setelah mampu memenuhi 4 hal tersebut, pengembangan kota menjadi smart city bisa dilaksanakan.