Beberapa waktu lalu online marketplace Lazada Indonesia menorehkan sukses saat menggelar penjualan ponsel pintar Xiaomi Redmi S dengan sistem transaksi online (flash sale). Tercatat, Lazada berhasil menjual 15 ribu unit hanya dalam waktu 10 menit, dan total keseluruhan 85.000 unit dalam kurun waktu kurang dari dua bulan.
Terkait hal ini, CEO Lazada Indonesia Magnus Ekbom di kantornya di Jakarta, mengatakan bahwa fenomena ini merupakan sebuah bukti bahwa brand tidak lagi bisa mengenyampingkan metode penjualan online.
“Saat ini orang sangat dekat dengan ponselnya, mereka membawanya setiap hari bahkan hingga tertidur. Memang pebelanja online di Indonesia belum banyak, namun jangan bilang orang Indonesia tidak ingin berbelanja online,’ ujarnya.
Ia mengatakan kesuskesan penjualan Redmi 1S, beberapa waktu lalu menunjukkan hal itu. Hanya dengan waktu yang singkat bisa terjual puluhan ribu dan hasil seperti ini hanya mungkin dilakukan melalui sistem online. “Menjual barang secara cepat dalam waktu singkat paling mungkin melalui online,” sambungnya.
Hal ini menurut Ekbom, menjadi tonggak bagi merk-merk lain untuk mulai serius menggarap metode online, bukan hanya sebagai metode sampingan. Dia mengatakan, “Perdagangan elektronik tidak bisa dilakukan setengah-setengah, harus dilakukan 110 persen seperti yang dilakukan Xiaomi.”
Ekbom melanjutkan ia tidak menutup kemungkinan untuk menerapkan metode flash sale terhadap brand yang lain. Namun ia menyadari bahwa tak semua produk dapat dilakukan metode flash sale.
Efek dari penggelaran flash sale beberapa waktu lalu tentu saja berdampak bagi Lazada secara umum, yakni peningkatan trafik. “Orang yang berkunjung ke Lazada tak hanya menunggu flash sale, tetapi mereka melihat-lihat kategori barang lainnya yang ditawarkan Lazada dan membeli produk yang lainnya,” lanjut Ekbom, meski ia tidak merinci secara pasti jumlah peningkatan penjualan Lazada.
Di tingkat regional, Lazada sendiri memang sudah menuai sukses manis. Dalam dua tahun terakhir, mereka menerima kucuran dana dari sejumlah investor dengan nilai total lebih dari US$430 juta. Kini Lazada sudah beroperasi di enam negara Asia Tenggara dengan sekitar delapan ribu penjual pihak ketiga sudah bergabung.
Ekbom mengatakan tingkat kepuasan pembeli di Lazada, dari 1000 pelanggan yang disurvei, adalah sekitar 75-80 persen. Angka tersebut masih belum terlalu tinggi, bahkan untuk salah satu layanan e-commerce terbesar di negeri ini.
Industri belanja online di Indonesia masih belum tanpa hambatan. Ekbom mengakui masalah trust, online payment, logistik, dan fulfillment masih tetap ada sejak tiga tahun yang lalu. Perihal trust sendiri bukan hanya masalah di Indonesia saja. Pelaku industri e-commerce di Indonesia disarankan jangan main-main dengan masalah trust, sebab pelanggan yang tidak puas akan marah-marah melalui media sosial atau forum (seperti Kaskus) dan itu tidak akan hilang begitu saja.