Dark
Light

Event Report dari Beijing: Apa yang Dapat Dipelajari Startup Indonesia dari Cina

3 mins read
April 27, 2011

Laporan dari Beijing untuk rangkaian acara Global Mobile and Internet Conference, acara pertama yang saya hadiri adalah VIP Welcome Dinner, dimana beberapa ahli mobile dan internet dari Cina tampil di panggung dan berbagi informasi tentang bagaimana perusahaan teknologi asing dapat berhasil di Cina.

Seperti yang kita ketahui, Cina terkenal dengan kesetiaan konsumennya yang membuat perusahaan-perusahaan multinasional besar seperti Yahoo, Microsoft dan Google sangat sulit menembus pasar tersebut. Bahkan, tak satu pun dari perusahaan-perusahaan teknologi multinasional itu yang menjadi nomor 1 pada masing-masing kategori di Cina. Semua kategori, baik itu e-commerce, jejaring sosial, mesin pencari, dll dipimpin oleh produk lokal. Baidu mengalahkan Google, QQ mengalahkan Facebook, Ushi.cn mengalahkan LinkedIn, Alibaba mengalahkan eBay, dan daftarnya terus berlanjut.

Acara diskusi panel ini sangat menarik, diisi oleh para pembicara panel dari Microsoft MSN Cina, Zynga Cina, Baidu, Ushi.cn, Paul Hastings Law Firm dan Alving Wang. Acara diskusi panel ini berbicara tentang fenomena dimana perusahaan multinasional memberikan usaha terbaik mereka untuk menembus pasar Cina, termasuk munculnya rumor bahwa Facebook sedang mencari mitra lokal untuk memasuki pasar di Cina.

Pertanyaannya tentu saja mengapa mencari mitra? Mengapa tidak langsung masuk pasar saja seperti negara lain?

Rupanya, memasuki pasar Cina tanpa tim lokal yang benar-benar kuat sama saja dengan bencana. Para panelis memberikan dua alternatif bagi perusahaan-perusahaan asing yang berusaha untuk memperluas ke pasar Cina, alternatif tersebut adalah:

Membangun Tim Lokal yang Kuat

Sebagian besar perusahaan multinasional biasanya menghabiskan 2-3 bulan di pasar untuk memilih Country Manager dan melimpahkan seluruh proses perekrutan lokal mereka ke headhunter. Hal ini tidak akan berhasil. Para panelis merekomendasikan untuk menghabiskan banyak waktu di lapangan, mengamati pasar sambil mencari calon yang sempurna untuk bermitra.

Cina adalah pasar yang benar-benar baru untuk perusahaan asing, yang berarti bahwa, bahkan perusahaan-perusahaan multinasional seperti Facebook dan Google juga harus mulai dari nol dalam rangka mencari pengguna di Cina, karena pasar Cina tidak akan terkesan hanya karena merek international atau asing. Ketika Google masuk pasar membawa merek yang sudah besar dengan “arogansi” mereka, pasar Cina tidak terkesan dan memilih pesaing lokal Baidu sebagai gantinya.

Kaiser Kuo dari Baidu mengatakan bahwa Google seharusnya mengambil lebih banyak waktu untuk mempelajari pasar sebelum mengambil keputusan instan dan bergerak terlalu cepat. Multiply saat ini sedang melaksanakan strategi ini di Indonesia dengan mempekerjakan banyak pekerja lokal dan untuk memperluas pasar, namun kekuatan tim untuk pengetahuan lokal dan pelaksanaannya memang masih belum terbukti.

Membangun Kemitraan yang Kuat

MSN Cina, Yahoo, dan bahkan Groupon saat ini bermitra dengan perusahaan lokal untuk memasuki pasar Cina. Ini bukan berarti bahwa mereka tidak mau berusaha, tetapi kemitraan (terutama Joint Venture) dianggap sebagai cara terbaik untuk memasuki pasar yang besar dan agak tertutup seperti Cina. Di Indonesia, kita memiliki Rakuten yang bermitra dengan MNC Group, dan juga Alibaba yang (menurut rumor) sedang mencari mitra untuk mulai beroperasi di Indonesia.

Di Cina, beberapa sektor industri diatur oleh pemerintah untuk melindungi industri dari dominasi asing, dan industri ponsel / internet Cina adalah salah satu sektor yang paling dijaga ketat. Ini mungkin sebabnya Joint Venture merupakan jalan yang terbaik di Cina.

Tetapi rupanya, beberapa perusahaan asing (bukan hanya perusahaan teknologi) gagal dalam menerapkan strategi ini untuk masuk ke Cina. Anderson Liu dari MSN Cina mengatakan kepada para peserta diskusi bahwa beberapa perusahaan gagal untuk memilih mitra terpercaya yang terbaik di Cina, sebagai ‘perpanjangan tangan’ untuk bisnis mereka. Adalah penting untuk menyelidiki sebuah entitas dan individu terlebih dahulu sebelum sebuah perusahaan memutuskan untuk bermitra dengan mereka.

Ketika saya amati diskusi panel ini lebih jauh, saya mendapat beberapa nilai kunci yang menurut saya juga dapat diterapkan oleh para startup yang ada di Indonesia. Indonesia mungkin tertinggal 5-7 tahun di belakang Cina, dalam hal perkembangan pasar yang berhubungan dengan internet dan kematangan industri, jadi saya pikir kita bisa belajar banyak dari Cina.

Hal pertama yang saya ingin tunjukkan adalah bahwa perusahaan lokal memiliki keuntungan besar dalam hal pengetahuan pasar dibandingkan dengan perusahaan asing. Ini adalah awal yang penting, meskipun bisa juga dilewati oleh perusahaan asing yang berhasil merekrut karyawan lokal yang terbaik. Namun satu hal tentang perusahaan asing, seberapa lokal pun mereka, perusahaan asing tidak bisa bergerak secepat perusahaan lokal. Indonesia (seperti Cina) adalah pasar yang unik, dan kadang-kadang memaksa perusahaan asing untuk mengubah nilai-nilai inti mereka untuk mendapatkan perhatian di Indonesia. Dan kebanyakan dari mereka memiliki kesulitan dalam beradaptasi.

Hal kedua yang saya pelajari adalah tentang skala dan lokalisasi. Di Cina, ada lebih dari 2000 Groupon clone serta puluhan aggregator Groupon clone dan mereka semua hidup bersama dalam damai dan masing-masing profitable. Bagaimana ini bisa terjadi? Satu contoh kecil, masing-masing kota memiliki Groupon clone sendiri yang menawarkan konten yang sangat lokal untuk pengguna tertentu. Sejauh ini, perusahaan tech-startup Indonesia masih terfokus di kota Jakarta, mungkin beberapa di Bandung, Yogyakarta dan Surabaya tapi itu hanya sebagian kecil dari pasar internet Indonesia. Ada begitu banyak pasar yang belum terlayani di seluruh daerah pedesaan Indonesia dengan daya belinya (terlepas bagaimanapun rendahnya). Saya pikir para startup Indonesia dapat belajar dari startup Cina untuk melayani seluruh pasar daripada berfokus pada kota-kota besar dan berhadapan langsung dengan sekelompok pesaing.

Nantikan laporan acara GMIC dan artikel selanjutnya yang akan hadir di DailySocial, selama saya menghadiri konferensi ini. Saya juga akan menjadi salah seorang pembicara untuk diskusi panel dengan tema seputar emerging markets, diskusi akan diisi juga dengan pembicara lain, para ahli dari Cina, Rusia, India dan Singapura.

Disclosure: DailySocial adalah media partner dari acara ini dan Rama Mamuaya akan menjadi salah satu pembicara di acara GMIC, jadwal bisa dilihat pada tautan ini.

Translated by Nita Sellya.

[English version for this post]

Rama Mamuaya

Founder, CEO, Writer, Admin, Designer, Coder, Webmaster, Sales, Business Development and Head Janitor of DailySocial.net.

Contact me : [email protected]

4 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

Kompas Editor’s Choice Sekarang Hadir di BlackBerry PlayBook

Next Story

Mengintip Aplikasi Tasterous Untuk BlackBerry

Latest from Blog

Don't Miss

Google Luncurkan Tampilan Baru untuk Asisten AI NotebookLM

Google memang terus mengejar pengembangan model AI-nya di berbagai bidang.

Google Umumkan Versi Baru untuk Model AI Veo, Imagen, dan Whisk

Perlombaan pengembangan AI generatif memang terus berlanjut, dan tidak hanya