Esports memang menjadi topik yang sangat hangat diperbincangkan seiring perkembangan zaman dan teknologi, salah satunya di lingkup Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Memang, pasca diakui sebagai cabang olahraga yang dipertandingkan di PON, esports kian sering dibicarakan. Selain sebagai wujud menerima kemajuan era teknologi, esports juga memiliki badan pemerintahan resmi yaitu Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI).
Namun apakah benar esports akan masuk ke kurikulum nasional?
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan di Kemendikbudristek yaitu Anindito Aditomo meluruskan isu tersebut. Menurutnya, kehadiran materi esports sifatnya opsional dengan kata lain diperbolehkan namun tidak diwajibkan.
“Esports tidak masuk kurikulum nasional. Sekolah boleh saja memasukkan konten tersebut jika dipandang relevan untuk kebutuhan dan konteksnya,” ujar Anindito, dikutip dari CNN.
Melengkapi pernyataannya, Anindito menilai bahwa kurikulum nasional harus mencerminkan standar pendidikan minimal. Dengan kata lain, materi yang dibawa setidaknya harus esensial dan relevan bagi perkembangan para siswa.
Namun Anindito menambahkan bahwa yang bisa menilai relevansi sebuah materi atau tidak adalah dari pihak sekolah. Karena faktanya operasional kurikulum dibuat oleh pihak sekolah, bukan dari Kemendikbudristek.
“Sebenarnya yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek bukanlah kurikulum sekolah, melainkan kerangka dan struktur dasar kurikulum. Sekolah-lah yang berwenang mengembangkan kurikulum operasional yang menjadi panduan bagi guru untuk melakukan pembelajaran di kelas,” ujarnya.
“Karena itu Kemendikbudristek tidak berencana memasukkan esports sebagai materi wajib di tingkat nasional,” tambah Anindito.
Kurikulum Esports Seberapa Penting?
Tentu Anindito paham bahwa banyak pihak yang antusias mengenai kehadiran esports ke kurikulum nasional. Namun ruang dari kurikulum memang sangat terbatas dan harus menilai seberapa pentingnya esports sebelum dimasukan ke kurikulum oleh Kemendikbudristek.
Selain itu, kehadiran esports di kurikulum nasional akan menggeser beberapa pelajaran penting lainnya karena padatnya kurikulum.
“Jika semua materi yang dianggap penting oleh sebagian orang harus masuk kurikulum, yang menjadi korban adalah siswa,” ucapnya.
Kurikulum yang padat akan mendorong guru untuk mengajar ala kadarnya. Dengan kata lain, guru akan dipaksa mengajar secara verbal dan cepat tanpa sempat mengajak siswa berdiskusi.
“Tugas yang diberikan juga akan bertumpuk-tumpuk, namun tanpa umpan balik yang bermakna,” tutup Anindito.
Sejauh ini, Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) baru melakukan upaya agar esports setidaknya masuk ke kegiatan ekstrakurikuler untuk tingkat SMP dan SMA/sederajat.