Menjelang akhir tahun 2020 lalu, para penggemar esports dihadapkan dengan dua berita gembira. Dua berita tersebut adalah kehadiran esports di dua festival olahraga besar Asia yaitu SEA Games 2021 (Asia Tenggara) dan Asian Games 2022. Memang belum ada kepastian soal game apa yang akan dipertandingkan pada cabang esports baik SEA Games ataupun Asian Games. Namun satu yang sudah dipastikan adalah posisi esports sebagai cabang bermedali.
Kehadiran medali dalam dua festival olahraga tersebut tentu bukan suatu hal yang bisa disepelekan. Para gamers kini akhirnya memiliki kesempatan untuk berkontribusi dan membanggakan negara Indonesia dengan kemampuan yang dimilikinya. Namun demikian, kunci kesuksesan Indonesia dalam jalan menuju SEA Games 2021/Asian Games 2022 tentunya akan tetap dipegang para pemangku kepentingan esports Indonesia. Yang paling utama mungkin adalah dua lembaga resmi esports Indonesia sejauh ini yaitu IESPA dan PB ESI. Tanpa bermaksud menggurui ataupun sok tahu, saya ingin mencoba mengajak Anda para pembaca berdiskusi soal apa saja hal-hal yang mungkin perlu dilakukan esports Indonesia agar dapat lebih sukses lagi di dua festival olahraga tersebut. Hal-hal yang perlu dilakukan tersebut adalah seperti berikut ini:
Belajar dari Asian Games 2018/SEA Games 2019
Esports Indonesia sudah cukup membuktikan bahwa kita mampu menorehkan prestasi yang baik ketika harus dipertandingkan di panggung besar. Indonesia berhasil mendapat 1 Emas dan 1 Perak, masing-masing dari Clash Royale dan Hearthstone di eksibisi esports Asian Games 2018. Lalu pada SEA Games 2020, esports Indonesia kembali menyumbangkan prestasi berupa 2 medali perak yang datang dari cabang esports Arena of Valor dan Mobile Legends: Bang-Bang.
Namun bukan berarti esports Indonesia sudah boleh puas dengan prestasi yang didapatkan tersebut. Sejauh ini, saya selaku jurnalis yang mengamati kerap kali melihat proses seleksi dan pelatnas esports untuk kedua festival olahraga tersebut masih belum bisa dikatakan rapih. Proses seleksi pun kadang berbeda-beda antar satu cabang game dengan yang lain. Soal seleksi tersebut akan saya jelaskan pada poin berikutnya. Namun demikian yang ingin saya soroti di sini adalah, soal prosesnya. Tanpa persiapan yang matang pun esports Indonesia sudah bisa mendapatkan prestasi cukup baik. Kini, dengan waktu persiapan yang cenderung lebih panjang, saya berharap esports Indonesia bisa melakukan persiapan yang lebih matang lagi. Harapan akhirnya tentu agar esports Indonesia bisa mendapat prestasi yang lebih baik di dua festival olahraga tersebut.
Standarisasi Proses Seleksi ataupun Proses Seleksi yang Lebih Transparan
Kehadiran esports di Asian Games 2018 dan SEA Games 2019 mungkin menjadi satu-satunya momen saya dan kebanyakan gamers yang notabene adalah anak muda jadi lebih peduli dengan prestasi negaranya. Karena hal tersebut, jadi tidak heran apabila anak muda yang lebih terpapar teknologi cenderung akan lebih aktif mencari informasi dan mengharapkan banyak kepada terhadap Indonesia untuk SEA Games ataupun Asian Games.
Seperti yang saya sebut pada poin sebelumnya, proses seleksi menjadi hal yang paling disorot dari proses jelang perhelatan tersebut. Polemik sempat terjadi pada SEA Games dan Asian Games sebelumnya. Banyak yang bingung, kenapa proses pemilihan timnas bisa berbeda-beda pada masing-masing cabang game? Ada yang melakukan seleksi terbuka, ada yang dipilih langsung, ada yang menggunakan gabungan dua metode tersebut. Belajar dari hal tersebut, lembaga terkait sepertinya perlu melakukan standarisasi terhadap metode seleksi. Standarisasi seleksi dengan metode seleksi terbuka mungkin jadi hal paling ideal untuk diterapkan dan banyak diharapkan oleh banyak gamers Indonesia. Namun, kalaupun memang tidak bisa distandarisasi, saya sendiri berharap tahun ini proses seleksi bisa lebih transparan. Dengan proses yang lebih transparan, evaluasi jadi bisa kita lakukan bersama-sama demi mendapatkan prestasi yang lebih baik lagi apabila esports kembali hadir di festival-festival olahraga lainnya.
Talent Scouting yang Lebih Luas, Dalam, dan Menyeluruh
Masih berkutat pada proses, hal lain yang saya pikir perlu lebih dipersiapkan mungkin adalah proses talent scouting atau pencarian bakat. Asian Games 2018 lalu, mengingat prosesnya yang cukup dadakan, tidak heran emas yang didapatkan oleh Ridel Simanjuntak di cabang Clash Royale terbilang tidak terduga. Jelang SEA Games 2021 dan Asian Games 2022, akan lebih baik tentunya apabil instansi terkait bisa melakukan pencarian bakat hingga ke berbagai daerah di Indonesia dan untuk berbagai macam game yang mungkin dipertandingkan.
Karena siapa yang tahu, mungkin League of Legends akan kembali dipertandingkan lagi? Mungkin juga game yang tergolong lebih minoritas lagi seperti StarCraft atau Clash Royale akan kembali hadir? Mencari bakat untuk game yang cukup mainstream seperti MLBB mungkin akan jadi perkara yang cukup mudah. Tapi untuk game minoritas seperti yang saya sebut di atas. Tentunya akan butuh usaha lebih dari instansi terkait apabila memang tujuannya adalah untuk mendapatkan prestasi yang terbaik.
Memaksimalkan Talenta Muda yang Masih Hijau?
Pendapat saya yang satu ini mungkin akan kontroversial karena opini “mending-ini-mending-itu” yang sepertinya sudah mendarah daging di antara para netizen Indonesia. Jangankan memainkan talenta muda, mencampur talenta yang jelas-jelas berbakat untuk cabang MLBB di SEA Games 2019 saja sempat mengudang diskusi yang sengit di antara komunitas gamers MLBB. Namun demikian, saya merasa ada beberapa alasan memaksimalkan talenta esports yang masih muda dan baru akan membuahkan hasil yang lebih baik dibanding menggunakan talenta-talenta yang sudah ada.
Alasan yang paling utama menurut saya adalah soal kesibukan. Seperti yang sudah kita ketahui, talenta-talenta yang sudah ada di esports cenderung memiliki kesibukannya masing-masing. Pada MLBB di SEA Games 2019 kemarin misalnya, beberapa pemain punya jadwal latihan dengan timnya masing-masing, jadwal kewajiban streaming, jadwal bertanding di liga utama, yang bertabrakan dengan jadwal persiapan menuju SEA Games 2019. Dengan segala jadwal tersebut, untungnya tim Indonesia masih bisa mendapatkan medali perak pada kesempatan tersebut.
Berbeda dengan talenta muda. Talenta muda belum punya kesibukan-kesibukan tersebut sehingga mereka diharapkan bisa fokus berlatih dan mempersiapkan diri hanya untuk SEA Games ataupun Asian Games. Dengan persiapan yang lebih fokus, harapannya adalah pemain-pemain muda tersebut bisa lebih bersinar dan mendapat hasil yang lebih baik lagi. Namun tentunya ada juga risiko bahwa talenta baru ini malah mendapat prestasi yang buruk mengingat kondisi mental dan kemampuan mereka yang cenderung masih mentah.
Belajar dari Negara Lain yang Akan Jadi Lawan Indonesia
Selain fokus pada persiapan, mempelajari negara-negara lain tentunya juga jadi proses yang tak kalah penting untuk dilakukan. Pada SEA Games ada Filipina, Malaysia, dan Vietnam yang terbilang selalu jadi musuh berat bagi Indonesia. Sementara untuk Asian Games, Korea Selatan dan Tiongkok kemungkinan besar akan menjadi raksasa yang menghalangi jalan Indonesia untuk meraih medali. Mungkin hal yang paling bisa dipelajari adalah dari cara negara-negara tersebut mempersiapkan atlet-atletnya untuk menghadapi dua festival olahraga tersebut. Dalam kasus Asia Tenggara, Indonesia mungkin bisa belajar dari Filipina yang segitunya mempersiapkan esports untuk festival olahraga bahkan sampai membentuk branding Team Sibol.
—
Pada akhirnya saya tetap percaya instansi-instansi terkait sudah melakukan yang terbaik dalam mempersiapkan esports Indonesia menghadapi SEA Games 2021 ataupun Asian Games 2022. Semoga artikel ini bisa menjadi diskursus tersendiri bagi komunitas demi esports Indonesia yang lebih baik dan demi prestas terbaik di SEA Games ataupun Asian Games nantinya.