Austin Center of Design (AC4D), sebuah lembaga pendidikan non-formal di Texas, menjadi salah satu yang menerapkan model pengajaran yang cukup berani. Jon Kolko mencoba mengajarkan kegigihan berwirausaha (entrepreneurial hustle) yang mensyaratkan siswa menghasilkan profit dari dana pinjaman. Bermodalkan $1000 dari investor AC4D, siswa ditantang untuk dapat menghasilkan sebuah ide bisnis dan keuntungan $1000 darinya.
Kolko mengatakan bahwa mahasiswa pada umumnya tidak pernah menyadari bahwa mereka dapat berperan sebagai agen perubahan. Mereka tidak pernah sadar bahwa mereka dapat mengubah sesuatu dari apa yang mereka lakukan. Dan Kolko meyakini, bahwa entrepreneurial hustle dapat menjadi pola pengajaran yang dapat menumbuhkan kesadaran tersebut bagi kaum muda yang sebentar lagi akan menuntas ke dalam kehidupan sebenarnya.
Memaksa Agar Terbiasa
Untuk mendapatkan grand sebesar nilai investasi yang diberikan dalam waktu singkat, banyak siswa yang menganggap itu adalah hal yang gila dan mustahil. Beberapa siswa di antaranya bahkan berpikiran bahwa proyek tersebut diberikan memang untuk membuat mereka gagal dalam menggapainya. Jika diterapkan di lingkungan pendidikan di sini pun, rekasinya pasti tak kalah menegangkan.
Kolko sendiri juga memahami, bahwa pesimisme tersebut umum terjadi. Namun ia meyakini, setelah proyek tersebut selesai para peserta didik akan mulai memahami tentang kekuatan dari sebuah tindakan nyata. Dan benar, Kolko mengatakan pasca proyek itu berjalan para siswa mengatakan bahwa mereka meluangkan lebih banyak waktu untuk bekerja untuk proyek tersebut, dari pada sekedar merenung dan berangan-angan “apakah proyeknya akan berhasil”, karena tuntutan waktu yang juga terbatas.
Pembelajaran khas entrepreneurial hustle ‘memaksa’ siswa untuk mau melihat dunia yang sebenarnya, dan mulai menempatkan diri untuk berperan di dalamnya. Dari sana para siswa akan memahami esensi dari hiruk pikuk dunia bisnis dan kewirausahaan. Ini juga mengajarkan kepada mereka cara yang lebih gamblang untuk melihat dunia, dan menyadarkan kepada mereka bahwa dunia dan kehidupan dapat jauh lebih luas dari apa yang telah mereka lihat selama ini.
Menanamkan Tujuan Pembelajaran Secara Riil
Proyek AC4D ini disajikan dalam kurikulum yang berfokus pada kewirausahaan sosial. Artinya bidang-bidang yang akan disentuh oleh para siswa diarahkan kepada sektor yang akan memberikan banyak dampak kepada masyarakat. Isu yang diangkat juga memaksa siswa untuk memiliki awareness terhadap lingkungan sekitar, karena mau tak mau mereka akan berhadapan pada tantangan penyelesaian tentang isu kemiskinan, gizi buruk, pendidikan dan masalah sosial lainnya.
Pelajaran terpenting yang ingin diangkat dari pembelajaran ini sebenarnya adalah bagaimana siswa dapat menumbuhkan pemahaman tentang menghormati nilai dengan proses belajar yang bernuansa proyek bisnis. Selain itu secara definitif Kolko juga mengungkapkan beberapa tujuan penting juga ingin diraih dalam misi ini, di antaranya:
- Siswa akan belajar mendefinisikan batasannya sendiri. Ini sebagai langkah instrospeksi bagi siswa untuk memahami apa yang bisa ia maksimalkan dan kekurangan apa yang harus mereka tutupi.
- Siswa akan belajar tentang pasar skeptis. Dalam bisnis diketahui bahwa ide dan gagasan saja tidak cukup. Bukti hasil kerja keras dalam bentuk produk lebih nyata hasilnya dan lebih bisa mendapatkan apresiasi dari banyak orang.
- Siswa akan memahami dinamika pasar. Dari praktik nyata akan membawa siswa pada situasi yang kebih riil terhadap kondisi pasar. Di sana siswa akan mempelajari bahwa hipotesis pembelian atau target yang dirumuskan kadang jauh berbeda dengan perilaku pembelian secara aktual di pasar.
- Siswa terdorong untuk memahami ketidaksempurnaan. Mungkin dalam praktik standar di pelajaran kewirausahaan para siswa akan berfokus pada kesempurnaan produk, baru berani menjualnya setelah produk benar-benar sempurna. Namun faktanya banyak juga yang stuck dalam proses ini sehingga produknya malah kunjung tak segera rilis, sehingga kehilangan momen yang sebenarnya pas untuk memulai pasar. Tenggang waktu yang terbatas, menjadikan mereka akan berpikir keras untuk menutupi kekurangan yang ada, sehingga layak jual dan berhasil.
- Siswa belajar tentang sosialisasi dengan konsumen. Situasi seperti harus menagih utang atau pembayaran produk akan dihadapi. Kebanyakan pasti akan ragu, tentang bagaimana menagih uang dari konsumen, atau berbagai hal lainnya yang berkaitan dengan orang lain. Di sini mereka dipaksa untuk mempelajari nilai-nilai tersebut.
Secara sederhana semua itu merujuk pada pembangunan mental kepercayaan diri agar mereka lebih yakin bahwa ide-ide dan keterampilan mereka dapat dicurahkan dan diimplementasikan dalam situasi yang tepat. Dengan terlibat di pasar secara langsung, proses tersebut akan lebih terasa nyata dan memberikan dampak yang signifikan.
Berani Bertaruh
Pada akhirnya pertanyaannya pun akan merujuk pada keberanian sistem pendidikan kita untuk seberani itu. Mengambil risiko untuk bertaruh sekaligus melawan keraguan. Jika banyak orang mengatakan bahwa kesuksesan banyak berakar dari ide gila, mungkin inilah salah satu permulaannya. Saat membicarakan tentang konsep semacam ini, diperlukan pemikiran yang detil, tak hanya hasil yang tersurat saja, namun juga yang akan secara tidak langsung berdampak.
Kondisi di Indonesia
Melihat kondisi lulusan pendidikan sarjana yang ada saat ini di Indonesia, kebetulan penulis baru saja mengawali masa-masa itu, banyak “mantan siswa” keluar dari universitas seperti tanpa membawa apa-apa. Pengetahuan tentang bidang studi kurang mendalam dan keterampilan di luar bidang studi pun tak diasah.
Jika hanya mengandalkan ijazah, ratusan orang yang diwisuda di waktu yang sama juga memilikinya. Perlu sebuah pembeda, dan karya nyata hasil pemikirannya, sehingga masing-masing menemukan spesialisasinya.
Memaksa adalah sebagai tindakan untuk membakar kemanjaan. Meskipun kadang awalnya akan menuai banyak protes, namun pastinya akan banyak yang bisa dipetik. Terlebih pemerintah juga sering mengatakan bahwa akan membuat Indonesia sebagai bangsa yang mandiri. Pendidikan diyakini sebagai awal yang tepat untuk menanamkan insight tentang hal tersebut kepada para generasi muda.
Memulai sistem pendidikan tidak hanya sekedar mendefinisikan kurikulum di atas kertas. Banyak hal yang memang harus dipersiapkan, mulai dari penididik, sumber daya belajar, pengawasan, hingga mekanisme penilaian. Rumit memang, namun seiring dengan reformasi birokrasi yang dicanangkan, termasuk reformasi pendidikan, mungkin berbagai poin yang mengarahkan kepada kemandirian dan kepiawaian lulusan yang akan datang dapat mulai ditaburkan menjadi bumbu penyedap kurikulum mendatang.