Smart logistics tidak sesederhana kedengarannya. Bagi CEO Iruna Yan Hendry Jauwena, smart logistics tidak sebatas membangun bisnis berbasis teknologi, tetapi juga perlunya kolaborasi dengan pemain industri existing di ekosistem.
Ini dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan sejumlah tantangan di industri logistik Indonesia. Yan menyebutkan bisnis logistik di Indonesia terbentur mahalnya biaya. Ia mencatat biaya logistik di Indonesia mencapai 14 persen dari biaya produksi dan 25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Komponen biaya termahal terletak pada transportasi, yakni Rp 1.092 triliun. Kemudian, biaya pergudangan yang mencapai Rp 546 triliun. Ia menilai sulit untuk menekan biaya moda transportasi mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan.
Bagaimana smart logistics dapat menciptakan bisnis yang lebih sustain dan efisien di masa depan? Pada sesi #SelasaStartup kali ini, Yan berbagi ragam informasi inspiratif seputar bisnis smart logistics berdasarkan pengalamannya membangun Iruna.
Simak selengkapnya berikut ini:
Menantang kebiasaan dengan perubahan
Sebelum smartphone menjadi populer, orang-orang belum berpikir tentang bisnis berbasis mobile. Siapa yang pernah menyangka e-commerce telah menjadi fenomena bisnis menjanjikan di Indonesia?
Kini ada banyak marketplace yang menawarkan promo ongkos kirim gratis hingga pengiriman di hari yang sama. Yan menganggap kondisi di atas terjadi karena konsumen ingin barangnya cepat sampai.
Menurutnya, konsumen e-commerce terlalu dimanjakan dengan model bisnis di atas tanpa memikirkan dampak yang akan dirasakan oleh industri logistik di masa depan. Untuk beradaptasi di era yang serba cepat, bisnis logistik dinilai perlu berbenah.
“Kebiasan konsumen mendorong sektor logistik untuk berubah [model bisnis]. Ketika pasar bergerak cepat dan sulit diprediksi, di situlah teknologi masuk untuk mengatasi unpredictability. Tujuannya supaya bisa mengatur kecepatan, pesanan bisa disiapkan kapasitasnya, jadi tidak ada barang mangkrak,” jelasnya.
Dinamika konsumen menjadi pemacu bagi pemain logistik untuk dapat memodifikasi model bisnis yang mengutamakan pada kecepatan. Menurut Yan, tidak ada ruginya mencoba karena pasar e-commerce akan selalu meningkat di Indonesia.
Teknologi dan kolaborasi menjadi kunci
Bagaimana menciptakan sebuah model bisnis baru yang lebih efisien dan sustain? Jawabannya adalah menggabungkan teknologi dan kolaborasi. Tentu akan ada banyak pertanyaan muncul tentang bagaimana mengeksekusi keduanya ?
Yan berujar bahwa siapapun bisa menciptakan bisnis logistik yang lebih cerdas dengan melibatkan teknologi, baik itu startup maupun pemain existing dengan model bisnis konvesional. Bahkan keduanya dapat saling berkolaborasi.
“Yang berkecimpung lama dan punya infrastruktur, belum tentu punya teknologinya. Sebaliknya, yang punya teknologinya belum tentu ada kemampuan untuk bangun infrastruktur, investasi besar di pergudangan. Kenapa tidak dikolaborasikan? Teknologi bisa menjahit semuanya,” ungkap Yan.
Mobilitas pergudangan
Yan berujar bahwa teknologi mampu mentransformasikan infrastruktur menjadi lebih efisien dan dinamis. Ia mencontohkan pergudangan dapat berubah model menjadi gudang bergerak.
“Istilahnya slow moving to fast moving karena mengandakan teknologi untuk sistem dan track. Gudang tidak lagi berisi rak-rak tinggi, tetapi juga rak rendah yang dapat digunakan untuk barang yang diambil cepat atau siap dipesan kapapun, tidak perlu dicari. Kalau perlu barang bisa dipesan sebelum ada atau dibuat,” ujarnya.
Menurutnya, proses yang lambat meski akurat juga tidak berarti sama baiknya karena hal tersebut bukanlah menjadi sebuah nilai yang layak ditawarkan ke pasar.
Yang dicapai dengan smart logistics
Teknologi dinilai menjadi kekuatan baru bagi bisnis logistik yang efisien dan sustainable. Ditambah, teknologi dapat menciptakan solusi yang dapat meningkatkan service level kepada konsumen.
Dari pengalamannya membangun Iruna, Yan berujar bahwa smart logistics dapat menciptakan beragam solusi aplikatif, seperti fulfillment center untuk memfasilitasi e-commerce.
Selain itu, teknologi mempermudah kita untuk mengecek proses pengiriman secara real time. Yan menilai bahwa ujung tombak smart logistic adalah efisiensi tanpa perlu menghambur-hamburkan sumber daya manusia (SDM).
“Tanpa sistem integrasi, sorting-nya masih dilakukan manusia. Pengirimannya bisa unpredictable. Ini mengapa kita coba bangun smart logistics. Kita coba pecahkan masalah agar ada proper inventory management. Dengan sistem, kita tahu order mana yang harus disiapkan dengan cepat dan akurat, bisa bagi prioritas dengan tepat ke mitra pengiriman,” paparnya.