Di tengah aktivitas pembatasan sosial akibat pandemi, konten digital menjadi alternatif hiburan yang banyak dipilih masyarakat. Survei yang dilakukan McKinsey pada Maret s/d April 2020 mengatakan bahwa 45% responden mengaku mengeluarkan lebih banyak uang untuk hiburan di rumah dan berdampak pada pertumbuhan konsumsi konten video sebesar 53% dari sebelumnya.
Kondisi ini jelas menjadi kesempatan tersendiri bagi pemain industri di bidang tersebut. Untuk melihat sejauh mana penyedia layanan streaming memupuk pertumbuhan di tengah pandemi, DailySocial berkesempatan untuk mewawancara Country Manager WeTV dan iflix Indonesia Lesley Simpson. Kedua aplikasi tersebut kini dikelola Tencent, perusahaan teknologi raksasa asal Tiongkok yang memfokuskan pada segmen hiburan.
Tencent sendiri juga sudah memiliki basis perusahaan di Indonesia melalui PT Tencent Indonesia untuk memaksimalkan penetrasi penggunaan produk dan potensi bisnis. Sejak tahun 2018 lalu, Tencent mantapkan diri menjalankan operasional di Indonesia secara mandiri.
WeTV dan iflix
Mengawali perbincangan, Lesley mencoba menjelaskan tentang nilai unik yang dibawa oleh WeTV dan iflix. “Sejak beberapa aset perusahaan diakuisisi, saat ini WeTV dan iflix sama-sama dioperasikan Tencent secara terpisah. Dari segi brand, iflix sudah tidak asing dengan pengguna di Indonesia, sedangkan WeTV masih baru. Di WeTV ini salah satu varian konten yang cukup kuat adalah film dan seri Mandarin, Thailand, dan juga Korea,” ujarnya.
Ia menyampaikan, WeTV kini juga fokus untuk memproduksi seri orisinal. Dalam eksekusinya, mereka turut menggandeng studio produksi lokal dan juga menggarap judul seri dari intelektual properti lokal yang sebelumnya sudah sukses dalam film, misalnya dari Indonesia ada Yowis Ben The Series dan Imperfect Series.
“Kami juga produksi konten sendiri untuk tetap menjaga kualitas tontonan [..] Saat ini bioskop juga belum kondusif, harapannya seri-seri dari IP dan judul yang dikenal tersebut bisa menjadi alternatif hiburan bagi masyarakat,” imbuh Lesley.
Diversifikasi konten
Ketika ditanya soal jumlah pengguna saat ini, Lesley tidak menyebutkan angka secara eksplisit. Namun demikian ia menekankan, salah satu strategi yang ingin dihadirkan adalah diversifikasi konten. Tidak dimungkiri bahwa konten Korea Selatan saat ini menjadi yang paling favorit di Indonesia, padahal menurutnya banyak opsi hiburan lain yang juga bisa dijadikan pilihan, salah satunya film atau seri Tiongkok.
“Selama ini karena adanya ‘Korean wave’ kesannya pilihan tontonnya itu terbatas. Padahal masih ada banyak seri atau film dari berbagai negara di Asia. Misalnya dari Tiongkok, hiburan di sana selalu disuguhkan dengan kualitas yang bagus. Mereka sangat serius dalam pembuatan kostum dan proses produksi. Dan ternyata benar, ketika kami suguhkan di WeTV peminatnya sangat banyak,” ungkap Lesley.
Agar mudah diadaptasi, WeTV dan iflix juga mengupayakan setiap konten impor yang dihadirkan juga di-dubbing dengan pengisi suara berbahasa Indonesia. Menurut Lesley, banyak pengguna di sini yang lebih nyaman mendengar ketimbang membaca (subtitle) — kendati masih ada opsi untuk menggunakan subtitle di setiap konten.
“Di sisi lain, ini juga jadi industri yang ingin kita gandeng. Kami bekerja sama dengan dubber profesional dan berbakat untuk membuat kualitas konten terbaik,” jelasnya.
Model bisnis
Untuk menonton sajikan di WeTV, pengguna cukup mengunjungi situs atau membuka aplikasi. Tidak diwajibkan registrasi atau login untuk melihat film atau seri yang ada. Bahkan Lesley mengatakan, lebih dari setengah dari total tontonan yang mereka miliki bisa diakses secara gratis. Tak mengherankan dalam beberapa bulan di tahun 2020, aplikasi WeTV selalu bertanggar di urutan atas dalam peringkat Google Play kategori hiburan di Indonesia.
Meskipun demikian, model bisnis tetap harus dimiliki untuk memastikan perusahaan menuai profit. Saat ini, versi premium juga bisa dipilih pengguna untuk mendapatkan hak akses eksklusif, seperti menonton episode lebih awal, bebas iklan, dan mendapatkan konten premium eksklusif.
Kerja sama dengan mitra strategis juga dilakukan di Indonesia. Misalnya dengan penyedia jasa telekomunikasi. Saat ini mereka juga bekerja sama dengan Indihome untuk menyuguhkan kontennya ke pengguna USeeTV. Tak hanya itu, mereka juga bekerja sama dengan platform e-commerce lokal untuk berjualan voucher akses ke layanan premium. Lesley mengatakan, mereka masih terus mengeksplorasi kerja sama dengan banyak pihak, termasuk rumah produksi lokal.
“Yang menjadi unique selling point, Tencent telah menjadi raja konten di Tiongkok. Seperti diketahui, bahwa tidak mudah untuk menguasai pasar tersebut. Kompetensi tersebut yang akan dibawa di Indonesia. Yang jelas, pendekatan lokal harus diutamakan, termasuk dukungan tim lokal dan melokalkan konten,” kata Lesley.
Di tengah pandemi, beberapa modul baru turut diluncurkan. “Orang Indonesia biasanya senang nobar, karena bioskop tutup dan social distancing maka hal itu susah dilakukan. Dari situ kami merilis function sosial, memungkinkan orang bisa menonton ramai-ramai sambil memberikan komentar secara live dan berinteraksi dengan penonton lain. Pengguna dari Indonesia cukup antusias berpartisipasi di sini.”
Persaingan di Indonesia
Sebelumnya kami sudah membuat ulasan tentang ekosistem layanan video streaming di Indonesia, di dalamnya juga memetakan beberapa pemain yang sudah beroperasi: Lanskap Platform Video On-Demand di Indonesia. Posisi WeTV dan iflix bersaing langsung dengan beberapa pemain seperti Viu, GoPlay, Vidio, Netflix, dan lain-lain. Tahun ini juga bakal ada pendatang baru, salah satunya Lionsgate Play.
Menurut data terbaru Media Partners Asia, hingga awal tahun ini Disney+ Hotstar sudah memiliki 2,5 juta pelanggan di Indonesia, Viu memiliki 1,5 juta pelanggan, dan Vidio 1,1 juta pelanggan. Sementara Netflix memiliki 800 ribu. Disney+ Hotstar gencar memberikan paket akses premium gratis, di-bundling dengan paket internet dari Telkomsel (mitra peluncurannya di Indonesia).
Terkait persaingan ini, Lesley cukup percaya diri. Tencent dianggap telah membentuk ekosistem di Indonesia dan juga memiliki basis utama sebagai perusahaan teknologi. Seperti diketahui, perusahaan juga mengoperasikan layanan Joox (musik), permainan (PUBG, AOV), WeChat (pesan instan), dan sebagainya. “Tahun 2021 bakal ada sinergi antarplatform Tencent. Tapi pandemi memang membuat limitasi, karena saat ini kami masih butuh banyak sekali dukungan talenta lokal, namun di sisi lain masih harus mengutamakan kesehatan dan protokol yang menyertainya,” ujarnya.
–
Gambar Header: Depositphotos.com