Steam memulai tren distribusi video game secara online. Di saat yang sama, Steam juga menjadi wadah komunikasi antar pemain, sampai akhirnya publisher–publisher besar seperti EA dan Ubisoft memutuskan untuk angkat kaki dan menciptakan platform distribusinya sendiri.
Kesatuan para gamer pun seketika terbelah akibat perbedaan platform. Namun di tahun 2015, lahir sebuah platform baru bernama Discord. Discord tidak berdagang game (awalnya), ia cuma sebatas software VoIP yang bertujuan memudahkan komunikasi para gamer. Berkat Discord, gamer dari berbagai platform distribusi – Steam, Origin (EA), Uplay (Ubisoft), Twitch, dll – jadi bisa dipertemukan kembali.
Tercatat sudah ada lebih dari 150 juta gamer yang menggunakan Discord sebagai medium pilihannya untuk berkomunikasi. Dampak popularitas Discord pun sangat besar; Juli lalu, Steam merombak fitur Chat-nya dengan banyak belajar dari Discord. Discord, yang statusnya sekarang bisa dibilang OKB (orang kaya baru), rupanya tidak mau tinggal diam.
Discord memutuskan untuk membalas. Mereka ingin merebut secuil pangsa pasar Steam lewat lapak game-nya sendiri, Discord Store. Fitur ini masih berstatus beta dan sedang diuji bersama 50.000 pengguna Discord di Kanada secara acak. Jumlahnya bakal ditambah secara bertahap, demikian pula untuk ekspansinya ke negara-negara lain.
Discord Store diwakili oleh tab baru berlabel “Store” pada aplikasi Discord. Game yang dijual juga bukan sembarangan, melainkan yang telah dipilih oleh tim kurator internal beranggotakan lebih dari 100 orang. Beberapa game bahkan disertai catatan rekomendasi kecil dari anggota tim kurator Discord guna meyakinkan konsumen bahwa game tersebut layak dibeli dan dimainkan.
Berhubung masih beta, wajar kalau katalognya belum besar. Sejumlah judul populer macam “Pillars of Eternity II: Deadfire” maupun “Frostpunk” sudah ada. Namun yang menarik adalah rencana ke depan Discord untuk menyiapkan judul-judul game eksklusif berlabel “First on Discord”.
“First on Discord” mengemas deretan game indie yang, kalau menurut Discord sendiri, ada campur tangan mereka dalam proses pengembangannya. Uniknya, status eksklusif tersebut tidak permanen. Setelah 90 hari, sang developer bebas menjual game bikinannya di platform lain. Seperti halnya Steam, Discord akan mengambil 30% dari nilai transaksi setiap game yang konsumen beli.
Di samping itu, keputusan Discord untuk berjualan game ini juga akan mendatangkan fasilitas baru buat para pelanggan layanan premiumnya, Nitro. Mereka ini bakal mendapatkan akses gratis ke koleksi game yang berbeda dari yang ada di Discord Store – meski tentu saja mereka masih bisa membeli dari Discord Store jika mau.
Sejauh ini koleksi game gratis bagi para pelanggan Nitro ini sudah mencakup judul-judul beken seperti “Saints Row: The Third”, “Metro: Last Light Redux”, dan “System Shock Enhanced Edition”. Ketiganya memang bukan game baru, tapi itu sengaja dipilihkan Discord supaya kita tidak sampai melewatkan game–game yang populer pada masanya tersebut.
Seluruh game ini nantinya dapat diakses melalui tab “Library” pada aplikasi Discord. Kalau kita mau, Discord bahkan bisa memeriksa isi komputer guna memunculkan shortcut ke semua game yang ada di perangkat, termasuk yang membutuhkan launcher lain. Apapun yang hendak kita mainkan, kita tak perlu meninggalkan Discord sama sekali, kira-kira begitu premisnya.
Terakhir, Discord tidak lupa memastikan bahwa semua fitur baru yang mereka siapkan ini tidak akan membuat performa dan stabilitas Discord sebagai medium komunikasi bakal menurun. Sejak awal, performa dan user experience selalu menjadi fokus utama tim engineering Discord, dan mereka pasti tidak mau reputasi yang telah mereka bangun itu runtuh begitu saja akibat ambisi baru.