Selama masa demam emas di California pertengahan tahun 1800, salah satu dari sedikit orang yang menghasilkan uang ternyata bukan para penambang emas, melainkan sekelompok orang yang menjual perlengkapan pertambangan seperti sekop. Pendekatan serupa kini ditiru oleh Interspace, perusahaan yang bergerak dibidang digital advertising asal Tokyo yang hari ini Jumat, (20/9) meluncurkan kantor di Jakarta sebagai perwakilan pertama untuk kawasan Asia Tenggara.
Alih-alih ikut-ikutan menggali emas, atau dalam konteks ini membuat perusahaan e-commerce, Interspace memiih untuk mencoba memanfaatkan ledakan tren e-commerce yang terjadi saat ini sebagai momentum untuk memantapkan posisi perusahaan mereka di pasar internet Indonesia. Interspace adalah perusahaan iklan yang berfokus pada CPA (Cost per Action) dan CPC (Cost per Click), konsep yang sudah beredar di pasar lokal meski bisa dibilang belum bisa diterima dengan baik oleh publisher lokal yang sudah nyaman dengan iklan time-based.
Tetapi meski media publisher besar masih belum menerima model iklan CPC/CPA ini, media dengan traffic yang lebih sedikit, atau niche yang tinggi, situs dengan tingkat konversi tinggi (blog dengan vertikal khusus, situs pembanding harga, dan lain-lain), lebih terbuka dalam menerima model iklan seperti ini.
Shohei Fujita, GM Overseas Business Interspace menyatakan dalam konfrensi pers, “Access Trade saat ini berfokus pada pasar e-commerce yang sedang tumbuh di Indonesia merupakan salah satu yang sedang menjadi target kita saat ini”. Situs perbandingan harga tampaknya menjadi salah satu fokus Interspace dalam memasarkan model bisnis iklan CPA/CPM mereka.
Penelusuran cepat terhadap statemen finansial mereka memperlihatkan bahwa revenue di Jepang terlihat flat pada beberapa tahun terakhir, yang mungkin saja menjadi alasan saat ini mereka ekspansi ke pasar di luar jepang. Dan lebih dari itu, cukup aman untuk mengatakan kenapa Interspace adalah perusahaan terbaru yang bergabung dengan arus perusahaan iklan Jepang yang ekspansi ke Indonesia dua tahun terakhir.
Kompetitor Interspace yang terbesar di Jepang adalah Adways dan MicroAd. Kedua perusahaan tersebut telah menetap di Indonesia untuk beberapa waktu dan sudah mulai melakukan pendekatan dengan brands, publisher dan bekerja sama dengan partner dari lokal.
Interspace akan segera menyadari tantangan terbesar mereka dalam pasar ini bukan mencari pengiklan, Indonesia memiliki banyak pengiklan yang bersedia mengeluarkan uang mereka. Isu utama adalah menemukan publisher lokal yang kredibel sebagai mitra mereka untuk memenuhi target skala bisnis mereka. Akankah Interspace bisa mengatasi masalah ini? Biarkan waktu yang bicara.