Jakarta macet, Jakarta sumpek, Jakarta suck! Segala sumpah serapah pasti pernah terlontar kalau mau mengomentari Jakarta. Hubungan penghuni, penduduk atau orang-orang yang bekerja di ibukota boleh dibilang bergumul antara benci dan cinta. Saling tarik-tarik, sekalipun kesal dengan penatnya ibukota, ujungnya akan balik-balik lagi ke Jakarta. Sebenarnya Jakarta itu sendiri memiliki beban yang cukup besar. Bayangkan semuanya tumpah ruah di sini. Jakarta sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat perkantoran. Akhirnya semua orang akan tumpah ruah di kota ini. Semua pusat perkantoran, perusahaan baik profit dan non profit semuanya bermarkas di Jakarta. Bahkan bagi yang tinggal daerah surburb seperti Bekasi atau Depok mayoritas kaum pekerjanya berkantor di pusat ibukota.
Berangkat dari mimpi memiliki tempat yang bisa digunakan oleh komunitas di depok, secara mudah, layak dan gratis, Tommy Herdiansyah dan Febrian Shandy Rifano mendirikan CodeMargonda, sebuah co-working space.
Komunitas yang terlibat dan turut mendorong berdirinya CodeMargonda antara lain: Blogger Depok, Akber Depok, dan Depok Digital. Dari mereka Tommy mengetahui bahwa salah satu kesulitan komunitas di Depok, Jawa Barat, adalah mencari tempat untuk bertemu serta berkumpul. Maka Tommy dan Febrian sepakat mendirikan tempat untuk dapat dimanfaatkan komunitas Depok, dengan dana mereka sendiri.
Tommy mengatakan bahwa awalnya CodeMargonda bukan diarahkan kepada co-working space tetapi untuk komunitas di Depok. Namun, tempat yang didapat adalah sebuah ruko dua lantai dan rooftop. Akhirnya mereka berdua sepakat untuk membuat co-working space di salah satu lantainya.
Fasilitas yang tersedia di lantai pertama digunakan untuk ruang bertemu komunitas yang dapat menampung sekitar 30-40 peserta, sedangkan lantai kedua CodeMargonda digunakan untuk co-working space dengan daya tampung maksimal 30-35 orang. Di lantai kedua ini juga tersedia ruang rapat kecil.
Rooftop juga boleh digunakan sebagai ruang merokok dan ruang pertemuan pada malam hari. “Biasanya rooftop digunakan untuk ruang diskusi sore karena suasananya cukup asyik dengan pemandangan pusat kota depok dan semilir angin,” ujar Tommy, founder CodeMargonda. Untuk jaringan internetnya sendiri bekeceptan 15Mbps. Fasilitas lain yang tersedia di antaranya mesin fax, print & scan serta pembuat kopi.
Saat ini Tommy mengatakan selain fasilitas fisik yang tersedia untuk komunitas Depok serta ruang kerja, ternyata banyak sekali permintaan untuk membuat pelatihan internet marketing. Mulai dari membuat website, SEO, social media, e-commerce, dan sebagainya. “Jadi saat ini kami sedang mempersiapkan modul untuk pelatihan, baik free maupun berbayar.”
Selain komunitas yang tertampung di CodeMargonda ada juga beberapa startup Depok yang menggunakan fasilitas ini. “Selain kami sebagai startup dengan nama perusahaan Dynamic Nusantara Digital, ada teman dari Tangan Di Atas (TDA) dan Startup Kampus yang sering datang ke CodeMargonda,” ujar Tommy panjang lebar.
Segala fasilitas yang disediakan CodeMargonda gratis untuk komunitas non-profit yang ingin menggunakan lantai pertama CodeMargonda.
“Jika memang teman-teman yang hadir ingin memberikan donasi, kami sangat berterima kasih. Tapi sekali lagi, kami berikan untuk semua komunitas non profit secara free menggunakan lantai pertama maupun rooftop, dengan syarat: ketika menggunakan CodeMargonda, harus ada salah satu pengurusnya yang menjadi member CodeMargonda. Ini hanya agar ada PIC yg bertanggung jawab.”
Sedangkan untuk acara profit atau komunitas profit, CodeMargonda akan menarik biaya sekitar 175-225 ribu per 3 jam. Biaya yang masih terbilang ringan dibandingkan harus menyewa tempat atau kafe.
“Bila ingin menjadi member, biaya pendaftaran sebesar 100 ribu dan langsung mendapatkan free 20 jam “bermain” di CodeMargonda. Rencananya CodeMargonda akan diluncurkan resmi akhir September ini dengan pesta nasi tumpeng. Kami berharap tempat ini akan bertahan, berguna bagi komunitas, dan berkembang menjadi tempat yang lebih baik. Sebab kami besar dan hidup di kota ini dan kami masih ingin di sini,” tutur Tommy.
Siapa lagi yang ingin memberikan kontribusi positif bagi kota asal atau tempat tinggalnya?