Demi Kembangkan Esports League of Legends, Riot Keluarkan Rp1,4 Triliun per Tahun

Riot berharap, esports League of Legends akan kembali modal pada tahun ke-10

Riot Games selalu berusaha untuk membuat acara pembukaan League of Legends World Championship (LWC) yang megah, seperti menggunakan teknologi Augmented Reality untuk membuat seekor naga raksasa mengitari stadion pada 2017. Global Manager Riot Games, Derric Asiedu mengatakan bahwa setiap tahun, mereka menghabiskan US$100 juta (sekitar Rp1,4 triliun) untuk mengembangkan esports League of Legends dan mereka tidak akan mendapatkan untung dalam waktu dekat. Meskipun begitu, Global Head of Esports, Riot Games John Needham tetap optimistis tentang prospek esports di masa depan. Salah satu alasannya adalah karena semakin banyak perusahaan yang mendukung LWC dalam jangka panjang, seperti OPPO dan Axe.

"Pendapatan kami tumbuh 50 persen pada tahun ini, dan kemungkinan, akan kembali tumbuh 50 persen pada tahun depan," kata Needham pada The Esports Observer. "Kami menargetkan esports bisa menjadi sustainable pada tahun ke-10. Saya tidak tahu apakah hal ini sudah pernah dilakukan di olahraga tradisional, tapi saya sangat percaya diri tentang bisnis esports di masa depan." Satu hal yang Needham tonjolkan adalah fakta bahwa pemain dan penonton League of Legends masih sangat muda. Kebanyakan penonton esports memang memiliki umur di bawah 35 tahun. Inilah yang membuat semakin banyak perusahaan non-endemik tertarik untuk menjadi sponsor liga atau tim esports.

Dari pengalaman Riot dalam mengadakan, LWC, tampaknya, tak hanya perusahaan yang tertarik untuk masuk ke dunia esports, tapi juga pemerintah. Tahun ini, babak final LWC diadakan di Paris, Prancis, dan Riot mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah kota Paris. Konferensi pers dari LWC diadakan di Eiffel Tower dan sejumlah politikus penting hadir dalam acara tersebut. Dan ini tak hanya terjadi pada turnamen League of Legends, tapi juga turnamen esports lain seperti Rainbow Six. Mengingat turnamen esports bisa menumbuhkan perekonomian lokal sebuah kota, tak heran jika pemerintah juga berlomba-lomba untuk mengadakan turnamen esports di kotanya.

John Needham, Global Head of Esports, Riot Games | Sumber: The Esports Observer

Menurut data dari Esports Charts, babak final dari LWC, yang mempertemukan FunPlus Phoenix dari Tiongkok dan G2 Esports dari Eropa ditonton oleh 104 juta orang di Tiongkok dan 3,7 juta orang di dunia. Walau jumlah penonton ini terdengar banyak, tapi jumlah penonton babak final kali ini hanya mencapai setengah dari jumlah penonton babak final LWC pada tahun lalu, seperti disebutkan oleh Abascus News. Tahun lalu, penonton dari Tiongkok mencapai 200 juta. Tidak heran, karena tahun lalu adalah kali pertama tim dari Tiongkok -- Invictus Gaming -- lolos babak kualifikasi LWC dan bahkan membawa pulang Summoner's Cup. Menariknya, pertandingan antara FunPlus Phoenix dan G2 Esports lebih populer secara global. Tahun lalu, jumlah penonton di dunia hanya mencapai 2 juta, sementara tahun ini angka itu naik hampir dua kali lipatnya.

Needham percaya, dukungan akan esports akan terus tumbuh. Tahun depan, babak final LWC akan diadakan di Shanghai, Tiongkok. Sebelum memutuskan untuk memilih Shanghai, Needham berkata bahwa ada sejumlah kota yang menawarkan diri untuk menyelenggarakan LWC. "Kami telah melakukan proses bidding. Memang, proses ini tidak seperti proses bidding Olimpiade, tapi kami sedang menuju ke tingkat itu," ujarnya. Sayangnya, Riot biasanya hanya mengadakan babak final LWC di empat kawasan: Tiongkok, Korea Selatan, Amerika Utara, dan Eropa. Keempat kawasan ini memang kawasan dengan tim tim League of Legends terkuat.

Inilah yang mendorong Riot melakukan konsolidasi turnamen di sejumlah kawasan, seperti di Asia Tenggara. Mulai tahun depan, League of Legends Master Series untuk kawasan Hong Kong, Taiwan, dan Macau akan digabungkan dengan League of Legends Southeast Asia Tour menjadi Pacific League Championship Series. Diharapkan, dengan melakukan konsolidasi liga, ini akan mendorong terciptanya tim-tim yang lebih tangguh, seperti yang terjadi di Eropa dengan League of Legends European Championship (LEC).

Sumber header: Dexerto