Dark
Light

[Dailyssimo] You Are What You Share

1 min read
March 31, 2012

Apakah Anda pernah mencari tahu apa alasan orang mem-follow/like Anda di layanan social media dimana Anda bergabung? Banyak yang menjawab dengan asumsi yang paling umum, yaitu karena teman, karena profesi yang dijalani atau juga karena melihat rata-rata konten yang sering dibagikan.

Bagi tokoh-tokoh yang personality-nya sudah kadung terbentuk pada media-media tradisional, masuk ke social media bisa sedikit menguak real personality mereka (kalau mereka handle sendiri lho ya), contohnya ketika seorang media moghul, Rupert Murdoch memutuskan untuk menggunakan Twitter, sosoknya yang dikenal sebagai salah satu kekuatan media lengkap dengan kemisteriusannya sedikit demi sedikit mulai lumer melalui celotehannya di Twitterverse. Banyak yang  menyebutkan bahwa Twitter merusak reputasi Murdoch karena kita semua jadi kehilangan sosok yang dibentuk sebelum, namun saya berpendapat justru Twitter membuat sosok Murdoch jadi jauh lebih membumi dan memunculkan karakter sebenarnya dari seorang Rupert Murdoch.

Kira-kira pada dua tahun yang lalu saya melakukan sedikit *) eksperimen pada Twitter dengan harapan saya bisa mempelajari apakah sebuah akun Twitter bisa diarahkan sesuai dengan karakter tweets yang didistribusikan pada sebuah akun. Yang saya lakukan adalah membuat tambahan satu akun Twitter atas nama saya juga (@abangedwin) dan memberikan “kepribadian” yang tertulis pada bio. Lalu apa yang terjadi? Terjadi “migrasi” yang cukup besar pada akun Twitter utama saya (@bangwinissimo) ke akun @abangedwin. Kebanyakan yang pindah adalah teman-teman dekat, rekan-rekan satu tempat kerja. Sementara itu, akun @bangwinissimo yang saya khususkan untuk berbagi informasi kebanjiran follower-follower baru yang kalau dari bio-nya bisa saya simpulkan sebagai para social media enthusiast, dan kebanyakan berasal dari negara-negara yang tidak berbahasa Indonesia.

Saya belum mendapat kesempatan untuk melakukan eksperimen serupa pada Facebook atau social media lainnya hanya, dengan karakter Twitter yang lebih horisontal serta densitasnya yang jauh lebih rapat, saya pikir kondisi serupa akan kita dapati juga pada social media yang lain.

Apa yang bisa kita simpulkan dari eksperimen di atas?

  1. Social Media sedikit banyak mewakili personality Anda di dunia maya.
  2. Social Media memungkinkan kita men-‘design’ sebuah ‘nama’ (baca: brand) lengkap dengan personality yang ingin kita kedepankan.

On Social Media: You Are What You Share…!

*) Pada eksperimentasi tersebut saya menggunakan Unfollowr untuk mendeteksi siapa saja yang meng-unfollow, dan pada fitur Twitter yang terbaru kita di notifikasi siapa saja yang baru mem-follow.

[Sumber Gambar]

Abang Edwin adalah seorang praktisi online community management sejak tahun 1998 jauh sebelum istilah social media/social network muncul di dunia internet. Ia memulai perjalanan eksperimentasinya dengan beberapa komunitas online yang akhirnya berkembang sukses pada saat itu, sampai saat ini ia pun masih memberikan konsultasi-konsultasi mengenal karakter dan membina komunitas online bagi brand/agency maupun perseorangan.

Ia sempat bekerja di Yahoo! selama lebih dari 4 tahun sebagai community manager. Dan kini posisi terakhir yang dijabatnya adalah Country Manager – Indonesia untuk Thoughtbuzz.net, sebuah perusahaan social media monitoring.

Previous Story

Ovum: Pasar Digital Gaming di Asia Pasifik Tahun 2016 akan Capai $30 Miliar

Next Story

TelkomCloud untuk UKM Sediakan Solusi Layanan Terkostumisasi

Latest from Blog

Don't Miss

Alasan Meta Rilis Threads, Pesaing Twitter

Elon Musk resmi membeli Twitter seharga US$44 miliar pada Oktober
Threads himpun 30 juta pengguna kurang dari sehari

Threads Berhasil Himpun Lebih dari 30 Juta Pengguna Kurang dari Sehari

Twitter merupakan sebuah media sosial yang tergolong masih ramai digunakan.