Apa yang dibutuhkan sebuah produk atau layanan agar mereka bisa menggalang komunitas yang solid? Jawabannya singkat dan sederhana, mereka membutuhkan media berinteraksi yang bikin pengguna betah, dan ini mutlak š
Sewaktu saya masih bekerja sebagai community manager untuk Yahoo! Answers, saya menggunakan blog yang dikombinasikan dengan spot di halaman depanĀ Yahoo! untuk berinteraksi dengan pengguna. Interaksi dihasilkan dari blog dan komentar, exposure bisa didapat dari halaman depan, sehingga semua bisa berjalan dengan berkesinambungan. Pengalaman tersebut cukup membuktikan bahwa blog platform yang dilengkapi dengan sistem komentar sudah cukup memadai untuk memulai dan mengelola sebuah komunitas online.
Percakapan adalah esensial dalam membangun sebuah komunitas online oleh karena itu minimum requirement jika ingin membangun sebuah komunitas online ya harus dipastikan jika media yang digunakan untuk melakukan interaksi, at least percakapan.
Apa saja yang bisa memicu sebuah percakapan? Ya apapun yang membuat orang mau berkomentar. Flickr membuat penggunanya bisa berkomentar dengan menambahkan sistem komentar pada tiap-tiap foto yang diupload. Demikian juga YouTube, Instagram, Pinterest, dan hampir semua media sosial menggunakan sistem komentar sehingga walaupun masih bisa didiskusikan berpendapat commenting system adalah sebuah prasyarat minimal untuk membangun komunitas online.
Lalu bagaimana dengan produk/layanan yang tidak memiliki sistem komentar seperti Twitter? Well, microblog pada dasarnya memiliki fungsi yang sama dengan platform ngobrol (ya pengguna kita menggunakannya dengan pola ngobrol), sehingga tentunya mereka tidak perlu lagi sistem komentar.
Yang agak tricky adalah produk/layanan yang menggunakan produk/layanan lain sebagai platform, apakah mereka bisa membangun dan membina komunitas online? Tentu saja bisa, hanya pengelola produk atau komunitas mereka harus sadar posisi produk mereka yang bergantung dengan produk lain tersebut, sehingga ada baiknya jika mereka membangun media percakapan tidak langsung diatas layanan yang tergantung dari produk lain tersebut.
Saya ambil contoh HootSuite yang layanannya adalah apa yang disebut dengan social media dashboard. Langkah terakhir yang mereka lakukan adalah melokalkan bahasa pada dashboard layanan mereka untuk negara para pemakai.
Tanggal 28 Agustus 2012 kemarin mereka baru saja merilis dashboard berbahasa Indonesia. Lalu dua hari kemudian pada tanggal 30 Agustus 2012 HootSuite yang diwakili oleh Stephanie Wiriahardja yang lalu mengundang VP Community mereka, Dave Olson dalam dialog langsung pengguna dari Indonesia lewat #TwitalkID dan Google + Hangout.
Sebuah langkah yang tepat untuk merangkul pengguna HootSuite di Indonesia, tinggal menunggu blog berbahasa Indonesianya saja yang akan sangat membantu untuk membangun percakapan sehingga niatan mereka untuk membangun dan mengelola komunitas online pengguna HootSuite bisa berjalan dengan lancar.
Bagaimana dengan produk/layanan lainnya yang ingin mulai membangun komunitas online mereka? Apakah mereka menyadari esensi percakapan?
Abang Edwin adalah seorang praktisi online community management sejak tahun 1998 jauh sebelum istilah social media/social network muncul di dunia internet. Ia memulai perjalanan eksperimentasinya dengan beberapa komunitas online yang akhirnya berkembang sukses pada saat itu, sampai saat ini ia pun masih memberikan konsultasi-konsultasi mengenal karakter dan membina komunitas online bagi brand/agency maupun perseorangan.
Ia sempat bekerja di Yahoo! selama lebih dari 4 tahun sebagai community manager dan sempat pula menjabat sebagai Country Manager untuk Thoughtbuzz, sebuah perusahaan start-up social media monitoring. Kini ia menjabat sebagai konsultan social media bagi The Jakarta Post Digital.
Untuk mendapatkan update terbaru, Anda bisa mengikuti @bangwinissimoĀ di Twitter, atau membaca blognya diĀ bangwin.net.