Dark
Light

[Dailyssimo] Bagaimana Social Media Mengubah Cara Bisnis Berkomunikasi

2 mins read
June 9, 2012

Social Media memang sebuah hype tersendiri dalam dunia bisnis. Hampir semua bisnis yang dulunya berbekal alamat email dan website pada setiap identitas mereka, kini paling sedikit mereka menambahkan akun Facebook (entah itu profile atau page) dan akun Twitter. Namun pernahkah Anda memperhatikan apakah pemilik brand/bisnis tersebut menggunakan dua akun social media terpopuler  tersebut dengan optimum?

Keyakinan terhadap social media akan jadi salah satu tulang punggung kesuksesan sebuah bisnis memang sangat mengagumkan walaupun hampir sebagian besar bisnis/brand tersebut masih hanya ‘punya-punya’an saja alias sekedar agar tidak terlalu keliatan ketinggalan jaman karena tidak mencantumkan icon-icon yang sedang populer pada saat ini. Sekali lagi silahkan cek berapa banyak bisnis/brand yang sudah menggunakan akun-akun social media tersebut secara optimum.

Communication 2.0

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Neal Gabler pada tahun 2010 yang berjudul “The Zuckerberg Revolution”, dijelaskan apa yang disebut dengan 7 prinsip communication 2.0 yang memang merupakan fundamental baru ketiga setelah teori “Typographic Man” oleh Marshall McLuhan dalam bukunya “The Guttenberg Galaxy” dan teori revolusioner dari Neil Postman pada bukunya yang berjudul “Amusing Ourselves to Death”. Ironisnya 7 prinsip communication 2.0 ini justru lebih mementingkan kesederhanaan dan kecepatan dalam berkomunikasi (prinsip-prinsipnya adalah: seamless, informal, immediate, personal, simple, minimal and short communication) dengan kata lain bertolak belakang dengan teori McLuhan yang justru lebih mementingkan substansi dalam sebuah pesan dengan cara memaparkannya dengan jelas.

Berbasis Kepercayaan (Trust)

Unsur kepercayaan adalah tulang punggung utama pada social media. Dan itu unsur tersebut pulalah yang membuat bisnis/brand Anda bisa berjalan dengan mulus di lahan social media ini, suka atau tidak suka. Keterbukaan yang ditawarkan pada social media membuat semua pengguna tidak mudah untuk diyakinkan. Kita semua tahu bahwa semua orang bisa melakukan apa yang Anda lakukan di social media untuk bisnis/brand Anda, jadi mengapa kita harus percaya? Pengalaman pribadi para pengguna yang disampaikan tanpa ada maksud apa-apa justru jadi kunci di sini. Ketulusan membangun kepercayaan dan berkembang seiring dengan waktu menjadi rekomendasi bergaung yang layaknya tsunami bisa berlipat-lipat dan menciptakan efek sampai keujung mata rantai bisnis…..pembelian :-). Dan ujung-ujungnya keputusan pembelian akhirnya dipengaruhi sebagian besar oleh rekomendasi kumpulan pengguna yang jauh mereka percayai dibandingkan iklan-iklan gaya tradisional seperti orang menggunakan speaker dan volume yang super kencang. Lalu pertanyaannya bagaimana sebuah bisnis/brand bisa mendapatkan kepercayaan tersebut? Tidak perlu berusaha menjual besar-besaran sehingga kelihatan bisnis/brand Anda laku dipasaran, yang perlu dilakukan adalah menunjukkan bahwa Anda ahli dibidang tersebut 🙂

Membangun kepercayaan adalah berteman, membantu memecahkan masalah, memberikan arahan dan dilakukan secara tulus (that’s why you need to team up with expert on this), setelah kepercayaan terbentuk, maka efeknya akan pelan-pelan menuju ke penjualan.

Perlu selalu diingat bahwa orang jatuh cinta dengan personality bukan dengan robot, publikasi ataupun PR agency, itulah kenyataan yang berlaku pada dunia social media yang bisa Anda gunakan.

From Jungle to Farm

Penggunaan social media menjadikan setiap orang tahu dimana harus menyampaikan pesan pada Anda dengan cara termudah, terlepas dari jenis pesannya. Begitu juga terhadap bisnis/brand Anda, setidaknya jika ada yang ingin komplen tersedia jalur sehingga dari pihak Anda bisa menindak lanjutinya. Banyak pemilik bisnis/brand terkaget-kaget ketika akun Twitter mereka dibanjiri orang-orang yang komplen keras dan mendekati kasar, well at least semuanya difokuskan pada satu jalur. Coba bayangkan jika kita tidak menyediakan jalur tersebut dan orang-orang tersebut “berteriak-teriak” di seluruh social media platform, bagaimana Anda menyisirnya agar bisa ditindak lanjuti? Jadi akan lebih mudah mengelola sebidang tanah jika sudah berbentuk perkebunan dibandingkan masih berbentuk hutan.

Mendengarkan

Kita sudah membahas bagaimana sebuah peluang bisa tercipta dan terpelihara melalui evolusi komunitas online, dimana pengaruh dan kepercayaan memegang peranan penting dalam keputusan untuk membeli. Oleh karena itu penting untuk difahami kekuatan dari “mendengar” sebelum melakukan aktivitas engagement serta diskusi dua arah dibandingkan broadcasting message seperti yang sering dilakukan oleh kebanyakan buzzer/influencer. Perlakukan social media sebagai alat untuk “ngobrol” dan menyebarkan pesan secara halus lewat obrolan, karena Anda perlu membangun “Trust” dan setelah itu mesin sudah bisa dijalankan 🙂

Bagaimana menurut Anda?

Abang Edwin adalah seorang praktisi online community management sejak tahun 1998 jauh sebelum istilah social media/social network muncul di dunia internet. Ia memulai perjalanan eksperimentasinya dengan beberapa komunitas online yang akhirnya berkembang sukses pada saat itu, sampai saat ini ia pun masih memberikan konsultasi-konsultasi mengenal karakter dan membina komunitas online bagi brand/agency maupun perseorangan.

Ia sempat bekerja di Yahoo! selama lebih dari 4 tahun sebagai community manager. Dan kini posisi terakhir yang dijabatnya adalah Country Manager – Indonesia untuk Thoughtbuzz.net, sebuah perusahaan social media monitoring.

Previous Story

Quiz Berhadiah Tiket Seminar Steve Wozniak

Next Story

Lowongan Kerja (Front-End Web Developer) di ColorLabs & Company

Latest from Blog

Don't Miss

Alasan Meta Rilis Threads, Pesaing Twitter

Elon Musk resmi membeli Twitter seharga US$44 miliar pada Oktober
Threads himpun 30 juta pengguna kurang dari sehari

Threads Berhasil Himpun Lebih dari 30 Juta Pengguna Kurang dari Sehari

Twitter merupakan sebuah media sosial yang tergolong masih ramai digunakan.