Crowde adalah platform investasi yang bergerak khusus di agrikultur, didirikan sejak September 2015. Platform ini berupaya meningkatkan kesejahteraan para petani untuk memiliki bantuan modal usaha dengan cara digital.
CEO Crowde Yohanes Sugihtono menjelaskan Crowde didirikan untuk menjembatani kebutuhan permodalan yang kerap dialami para petani dengan investor yang tertarik menaruh modal di bidang agrikultur. Kondisi sekarang ini banyak petani yang menjadi sasaran lintah darat dan tengkulak karena mereka bukan tergolong nasabah bankable.
“Petani di Indonesia banyak sekali masalah dari hulu ke hilir dan selalu petani yang menjadi korban. Kami melihat hal ini dan ingin membantu mereka untuk connecting each other dengan menyelesaikan masalah mereka di bidang pembiayaan,” terangnya kepada DailySocial.
Secara model bisnis, Crowde hampir mirip dengan platform investasi lainnya. Investor bisa terlibat dalam suatu proyek dengan dana minimal Rp10 ribu. Hanya saja yang sedikit berbeda adalah model bisnis Crowde bekerja secara bagi hasil dengan metode syariah. Langkah ini dinilai lebih menjawab solusi untuk petani.
Ambil contoh, bila Anda melakukan investasi sebesar Rp10 ribu. Ketika suatu proyek untung 10%, maka imbal hasil yang diberikan adalah Rp11 ribu. Namun ketika petani merugi 5%, maka imbal hasilnya menjadi Rp9.500.
Untuk monetisasinya, Crowde menganut sistem komisi sebesar 3% untuk setiap proyek yang berhasil didanai sesuai kebutuhan.
Yohanes melanjutkan, Crowde tak hanya menyediakan proyek investasi di bidang agrikultur saja, tapi sudah bergerak ke sektor perikanan, peternakan, hingga trading. Hal ini ditujukan agar para investor dapat mendiversifikasi risikonya ke berbagai proyek.
Investor juga berkesempatan untuk mengunjungi dan belajar langsung dari proyek yang mereka investasikan. Apabila mereka berminat untuk menekuninya sebagai pengusaha, Crowde akan membantu merealisasikannya.
Platform investasi yang khusus bergerak di bidang agrikultur (atau lainnya), tidak hanya diramaikan oleh Crowde. Pemain lainnya di antaranya Eragano dan iGrow.
Seleksi ketat
Yohanes menerangkan syarat utama yang harus dimiliki para petani sebelum bergabung di Crowde, mereka harus memiliki pengalaman di bidangnya, ada pasar untuk berjualan, dan hanya memerlukan dana untuk mengembangkan usahanya.
“Crowde bekerja sama dengan berbagai pihak dari perusahaan, eksportir, startup, dan koperasi untuk merekomendasikan petani mana saja yang cocok dan berpotensi untuk dibantu.”
Setelah itu, untuk pemilihan proyek sebelum mereka layak mendapat investasi, pihak Crowde melakukan sejumlah analisa risiko. Mulai dari risiko penanaman hingga fluktuasi harga dan pasar. Crowde juga memberikan standar analisa terhadap setiap proyek yang dipaparkan dan diinformasikan di setiap proyek dalam platform.
“Dari sisi investor untuk menjaga risikonya, mereka diharuskan memilih proyek dengan standar risiko yang berbeda-beda. Crowde selayaknya pasar saham, namun proyeknya adalah sektor riil. Oleh karenanya, investor harus mendiversifikasi sendiri, Crowde yang bertugas menyediakan informasinya.”
Untuk kisaran imbal hasil yang ditawarkan Crowde untuk investor sekitar 1,5% sampai 30%. Besaran imbal hasil akan bergantung pada musim panen yang bagus dan harga yang melonjak seperi cabai pada beberapa waktu lalu.
Target Crowde
Yohanes mengklaim saat ini Crowde telah menyukseskan 100 proyek dengan dana mencapai Rp3 miliar. Diharapkan dalam tahun ini ingin melipatgandakan jumlah proyek yang disukseskan menjadi lebih dari 1.500 proyek di seluruh Indonesia dengan 10 ribu investor.
“Kami ingin terus merambah ke seluruh Indonesia, menjangkau petani yang selama ini belum bisa terjangkau dari sisi proyek pertaniannya. Kami juga ingin menjangkau lebih banyak investor, sebab Crowde bukan investasi untuk orang yang memiliki banyak uang saja.”