Sebuah evolusi alamiah dari perkembangan teknologi adalah makin fleksibelnya orang bergerak. Dunia menjadi datar, tanpa batasan fisik dan segala sesuatu berada dalam jangkauan Anda. Kemudahan ini, dan pergerakan yang makin dinamisnya membuat Anda tak perlu datang serta duduk di kantor dari pagi hingga sore. Menariknya, hal ini juga membuka kesempatan yang luas bagi Anda memulai usaha sendiri. Startup menjadi sebuah lahan bisnis subur yang bisa Anda garap.
Perkembangan startup belakangan ini mendorong tersedianya kebutuhan ruang kerja yang efisien, fleksibel dan murah. Dunia usaha kecil dan pelaku bisnis pemula telah tumbuh secara eksponensial, membuka juga peluang bisnis lain dalam penyediaan sebuah co-working space.
Dengan memanfaatkan co-working space, para pelaku startup tak perlu mengeluarkan dana besar untuk menyewa sebuah kantor yang sebenarnya belum tentu diperlukan. Pergerakan yang cepat membuat mobilitas individu mejadi tinggi, tidak selalu membutuhkan kantor yang harus didatangi setiap hari.
Pergerakan tren co-working space sangat nyata dengan semakin banyak pekerja independen yang bekerja di rumah atau jarak jauh. Mereka membutuhkan co-working space sebagai kesempatan untuk menghindari bekerja sendirian. Jadi, perintis usaha dengan perusahaan baru membutuhkan area kantor yang efisien untuk menghemat uang serta berkesempatan untuk bertemu orang lain yang bisa diajak bekerja sama.
Nah, co-working space saat ini tidak hanya menawarkan tempat dan fasilitas untuk bekerja. Ia juga menyediakan satu hal penting bagi pelaku bisnis: networking. Selain menyediakan ruang kerja, jaringan internet, fax, ruang rapat, tak ketinggalan co-working space juga memberikan peluang pada para pelaku usahanya di dalamnya saling berinteraksi satu lain.
“Kebutuhan akan sebuah co-working space tak sebatas dari pengusaha pemula. Mulai dari para freelancer, NGO, karyawan swasta, startup lokal dan international, dan masih beragam lagi. Umumnya mereka datang mencari tempat bekerja yang layak dan menunjang kegiatan mereka,” tutur Ario Pratomo, co-founder Comma yang sejak didirikan pada November 2012 telah menjaring sekitar 2000 pekerja dari latar belakang yang berbeda-beda.
“Selain biaya, keterbukaan dan siap berkolaborasi menjadi syarat untuk bergabung bersama Comma,” tutur Ario Pratomo. Sebab biar bagaimana pun sebuah coworking space tak sekadar menawarkan fasilitas fisik tapi sebuah ekosistem usaha dan lingkungan kerja produktif di dalamnya.
Comma sendiri menawarkan biaya sewa yang beragam, dihitung sesuai dengan kebutuhan pengguna. Paket termurah untuk menjadi member adalah Rp 500.000 dan untuk yang paling lengkapnya mencapai Rp 3.000.000 per orang.
Harga tersebut merupakan harga membership, tetapi untuk yang hanya membutuhkan tempat kerja untuk beberapa waktu saja, Comma menyediakan paket harian, Rp 50.000 untuk 2 jam pertama dan Rp 25.000 per jam berikutnya dengan maksimal senilai Rp 200.000 saja per hari.
Comma juga menyediakan penunjang dalam menjalankan sebuah bisnis seperti aspek legalitas dan keuangan. Untuk itu Comma memiliki beberapa mitra pendampingan hukum, pengurusan perijinan, pendaftaran PT, dan lainnya. Sedangkan untuk aspek keuangan, Comma bekerja sama dengan beberapa jasa keuangan untuk melakukan pembukuan, perhitungan pajak, dan hal hal yang berhubungan dengan akuntansi. “Secara simple, saat Anda memiliki sebuah ide dan action plan, Comma menjadi tempat yang tepat untuk memulai usaha Anda.”
Aspek sosial co-working network memang bermanfaat dalam menimbulkan insipirasi. Maka penting untuk memilih coworking space yang sesuai kebutuhan. Selain Comma, Freeware juga merupakan sebuah co-working space. Bedanya bila Comma memiliki uniqe customer yang beragam, Freeware mengkurasi anggotanya hanya pada bidang teknologi digital.
Aryo Ariotedjo, managing partner Grupara Inc. dan pengelola Freeware menyarankan, bagi pelaku startup sebaiknya mencari lingkungan co-working space yang sesuai dengan jenis usaha yang dilakukan. Ini juga bisa mengurangi dampak dari perasaan terisolasi ketika harus bekerja di rumah. Tak dapat dipungkiri beberapa orang justru lebih bersemangat bila bekerja bersama orang lain.
Aryo membeberkan, pada awal didirikannya Freeware Januari 2013 lalu, hanya satu hingga dua perusahaan yang menggunakan jasanya, namun kini sudah ada 14 perusahaan yang bergabung. “Saat ini empat perusahaan telah mendapatkan investor pertamanya dalam mengembangkan bisnis mereka.”
Tingginya animo masyarakat membuat Freeware yang tadinya hanya berkapasitas 15 orang kini sudah mampu menampung 60 orang. Sampai saat ini semua fasilitas Freeware tetap disediakan gratis. Namun, karena keterbatasan tempat, Freeware harus menyeleksi startup yang ingin bergabung.
Ide yang menarik serta memiliki nilai komersial tentu menjadi kriteria utama saat memilih pelaku bisnis yang bisa memanfaatkan freeware. Selain itu, Aryo juga menjabarkan kriteria lainnya seperti start up belum memiliki investor lebih dari USD 200.000 dan tim yang ada tidak lebih dari lima orang.
Sejalan dengan visi Freeware yang ingin membangun ekosistem start up yang dinamis, Aryo menegaskan bahwa siapa saja yang ingin menggunakan fasilitas freeware harus dapat membantu komunitas freeware.
Selain tempat dan fasilitas freeware memberikan kursus yang personal berupa diskusi mentor. Anda bisa menggali ilmu dari mentor yang sudah berpengalaman. freeware secara rutin mengadakan acara seperti sharing session dengan menghadirkan pembicara start up yang berpengalaman. Sebut saja Hendy Setiono (Kebab Turki Baba Rafi), Jeffrey Paine & Vinnie Lauria (Golden Gate Ventures, Singapura), Kevin Mintaraga (Magnivate, XM Gravity, Project Eden) serta masih banyak lagi.
Intinya, co-working space memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang bersama. Terlepas sebuah mentoring tersebut dibuat secara resmi atau peer mentoring. “Untuk mentoring, tidak menjadi sebuah paket atau jasa yang kami tawarkan. Mentoring yang terjadi di Comma merupakan peer mentoring, pelajaran dan pengalaman yang dimiliki sesama member menjadikan nilai tambah bagi member lainnya,” papar Ario Pratomo. Saat ini Comma telah memiliki 45 member komunitas yang beragam.
Untuk biaya operasionalnya, Freeware mendapat donasi dari Medco Group. Namun saat ini Aryo mengatakan bahwa sekitar 20 persen penghuni Freeware juga ikut memberikan donasi.
Jadi, co-working space juga berfungsi sebagai pusat komunitas dengan lokasi yang didanai publik (melalui donasi) dan menawarkan kesempatan bagi dunia kreatif dan usaha kecil berkembang dengan pengadaan kelas atau seminar. Mereka menyediakan dukungan dengan pembicara pelaku usaha yang membagi pengalaman, saling memotivasi dan mendorong pergerakan bisnis yang selama ini hanya berbasis pada modal moneter, menjadi bisnis dengan modal dasar sosial dan keahlian.
Co-working space ini tak hanya memberikan ruang pada individu untuk mengembangkan bisnis, namun bisa dijadikan sebuah pembelajaran bagi perusahaan untuk mengakomodasi pekerja yang ingin beroperasi lebih dekat ke rumah mereka, di daerah pinggiran. Sebuah solusi yang bisa dipikirkan guna mengurangi macet juga, bukan?
[Header image dari Shutterstock]
[koreksi nama Aryo Ariotedjo]