Wyzerr merupakan sebuah startup yang memberikan layanan berupa enterprise-level market research untuk semua kalangan yang membutuhkan, baik bisnis ataupun personal. Dengan memanfaatkan keandalan Artificial Intelligence (AI), Wyzerr dinilai mampu melakukan tugas dan analisis mendalam yang umumnya sulit dilakukan secara manual. Namun siapa sangka di balik nama startup yang sedang ramai dibincangkan di lanskap usaha rintisan di Amerika Serikat tersebut ada seorang pendiri asal Indonesia. Namanya Natasia Malaihollo, seorang perempuan kelahiran Ambon, Maluku.
Keberhasilan Wyzerr yang banyak diberitakan dewasa ini nyatanya bukanlah sebuah proses yang instan. Bercerita kepada DailySocial, Natasia memulai Wyzerr sekitar dua tahun lalu setelah perusahaan teknologi yang pertama dirintis mengalami kegagalan. Kejelian memberikan inspirasi sekaligus semangat kepada Natasia untuk bangkit. Kegagalan tersebut berhasil menyadarkan bahwa ia tidak mengumpulkan berbagai umpan balik ketika perusahaan tersebut didirikan.
Sempat mencoba beberapa platform untuk mengumpulkan beberapa umpan balik untuk mencari tahu apa yang sebenarnya dibutuhkan pelanggan di startup pertamanya tersebut, namun Natasia mengaku bahwa dirinya tidak puas dengan apa yang disajikannya. Dari situ ia bertekad untuk membangun sebuah sistem survei yang menyenangkan, terlihat seperti sebuah games.
“Otak platform kami adalah data umpan balik yang kami kumpulkan melalui gammified surveys. Semua survei Wyzerr bisa menangkap 25 pertanyaan tak lebih dari 60 detik,” ujar Natasia.
Memaknai kegagalan dengan menemukan kesempatan baru
Natasia lahir di Ambon, orang tuanya pun keduanya asli Ambon. Ia datang ke Amerika Serikat ketika berumur 1 tahun, tepatnya di Southern California. Di Berkeley ia mengambil kuliah jurusan hukum. Sempat bekerja di beberapa firma hukum dengan berbagai jabatan, pada akhirnya Natasia merasa dirinya lebih cocok untuk menjadi seorang pengusaha.
Pada Juni 2011 ia mendirikan Sooligan bersama rekannya Nikka Umil. Sooligan pada dasarnya mengusung sistem berbasis media sosial untuk menyuarakan berbagai kicauan terkait dengan aktivitas perkuliahan. Sebagai Co-Founder, di startup ini Natasia banyak mencurahkan pemikirannya untuk memimpin inovasi dan pengembangan produk. Namun tak jarang juga harus menyelaraskan kebutuhan operasional, mulai mendapatkan investor hingga strategi pemasaran.
Namun takdir berkata lain, pada Mei 2014 akhirnya Natasia tidak bisa melanjutkan Sooligan. Tak putus asa, bulan Juni 2014 Wyzerr terlahir menawarkan berbagai kemampuan untuk mendapatkan insight mendalam seputar umpan balik yang dibutuhkan untuk berbagai kepentingan.
“Ketika saya memutuskan untuk menjadi seorang pengusaha, saya berpindah ke sebuah kota di mana startup pertama saya dilahirkan. Saya tinggal di Northwest Arkansas, New Orleans, New York, San Francisco. Dan sekarang (bersama Wyzerr) saya tinggal di Kentucky,” cerita Natasia tentang perjalanannya.
Nataisa mempelajari ilmu komputer sejak berada di bangku sekolah, meskipun ia tidak memilih jurusan tersebut pada kuliahnya. Saudara laki-lakinya kebetulan juga seorang insinyur di bidang komputer. Namun ia mengaku dorongan terbesar untuk mempelajari ilmu komputer justru karena yang ia sempat kuliah dan belajar di bidang hukum, fokusnya di bagian paten.
Melalui firma hukum yang sebelumnya menjadi tempat Natasia bernaung, ia seingkali melihat banyak inovasi dari kliennya di perusahaan teknologi, seperti Samsung dan IBM. Dari situ ia terus mengasah kemampuannya, dan terus belajar secara mandiri dan praktik terkait dengan pengembangan produk dan inovasi digital.
Traksi yang tinggi dan prestasi gemilang diraih bersama Wyzeer
Di Wyzerr sebagai CEO, Natasia juga bertanggung jawab untuk menyelaraskan pengembangan teknologi pendukung survei umpan balik yang dipasarkan. Apa yang ia kerjakan didasarkan pada misi untuk membuat teknologi umpan balik yang digunakan dapat menyenangkan, cepat, tanggap dan mudah digunakan baik oleh responden ataupun perusahaan yang membutuhkan analisis data tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Wyzerr kini terdiri dari dua varian produk, Wyzerr Questionnaires dan Wyzerr Insight. Sistem kuesioner yang diterapkan dalam survei didesain dengan user experiences yang menyenangkan, mengadopsi bagaimana permainan digital menjadi tidak membosankan untuk dibuka oleh pengguna ponsel atau komputer. Berbasis gamifikasi, pengisian umpan balik dilakukan seefektif mungkin, rata-rata responden membutuhkan waktu tidak lebih dari 60 detik untuk menyelesaikan 25 pertanyaan.
Hasil isian dari responden dianalisis melalui Wyzerr Insight, sebuah dashboard visualisasi data dengan algoritma analisis mendalam. Visualisasi data ini dirancang menggunakan beberapa teknologi kognitif terbaik untuk memberikan wawasan dengan instan dari volume data yang besar. Beberapa konsep analisis big data turut diadopsi dalam pengembangan sistem ini.
Kepercayaan pelanggan terhadap kinerja Wyzerr membawanya pada putaran pendanaan senilai $1,5 juta beberapa waktu terakhir. Saat ini Wyzerr telah menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan global, termasuk Walmart, Volkswagen dan Unilever. Kabar terakhir Wyzerr baru saja meraih runner-up di kompetisi Forbes Change the World, sebuah ajang bagi startup yang memberikan solusi untuk mengubah dunia.
Pelajaran yang dapat dipetik dari perjalanan, kegagalan dan keberhasilan Natasia dalam menjadi founder startup
Saat ini Wyzerr juga telah tersedia untuk beberapa wilayah di Asia. Cita-citanya untuk melakukan ekspansi lebih luas masih terus diupayakan, dan tak menutup kemungkinan juga Indonesia akan menjadi salah satu tempat singgahnya. Dari perjalanan Natasia bersama bisnis rintisan yang dibentuknya, ada beberapa hal yang menurutnya penting untuk disiasati oleh pemula dalam startup. Natasia mengungkapkan ada tiga poin penting yang harus diperhatikan dengan saksama.
Pertama terkait dengan melakukan pengujian. Selalu lakukan pengujian. Founder seringkali terjebak pada aliran ide yang begitu banyak, dan eksekusi cepat bisanya menjadi tren di kalangan pemimpin muda. Bagi Natasia melakukan pengujian sebelum membangun sesuatu menjadi sebuah ritual yang harus dijalankan. Baik sebelum mengeksekusi ide, produk ataupun inovasi lainnya.
Kedua ia menceritakan, di Wyzerr pihaknya tidak membangun apapun yang belum berhasil dijual kepada pelanggan. Dicontohkan seperti yang dilakukan Apple, mereka bisa menjual iPhone sebelum mereka menyelesaikan produk tersebut. Artinya di sini kepercayaan dan keyakinan konsumen telah dibangun sebelum produk tersebut benar-benar dirilis.
“Jangan pernah membangun sesuatu sebelum kamu berhasil menjualnya. Kalau Apple bisa, jadi kita harus bisa juga,” ujar Natasia.
Terakhir adalah kemauan untuk menyesuaikan dan mengubah ide dan produk jika pangsa pasar tidak merespon dengan baik apa yang telah dikreasikan. Karena kadang yang terlihat menarik bagi kita, ketika dipasarkan produk tersebut tidak menjadi kebutuhan urgen untuk calon konsumen kita. Membuka pikiran untuk terus belajar dan berinovasi menjadi peranan kunci di sini.