Dark
Light

Catatan dari IDOC 2012: Diskusi Tentang Tantangan, Kisah Sukses dan Potensi Pengembangan di iOS

3 mins read
February 23, 2012

Acara ID-Objective Conference 2012 (IDOC 2012) memang telah beberapa hari berlalu, namun ada satu bahasan menarik yang ingin saya tulis dari sesi sharing di acara tersebut.

IDOC 2012 sendiri merupakan acara konferensi yang diperuntukkan bagi para developer yang ingin mengembangkan aplikasi di ekosistem iOS serta mereka yang tertarik dengan pengembangan di iOS. Acara kemarin mengambil tema ‘Getting Started with iOS development’ yang ditujukan sebagai tahap awal dan pengenalan bagi para peserta, yang sebagian peserta para developer.

Selain ada materi teknis yang diberikan para pembicara (Anda bisa melihat secara lengkap liputan acara di sini atau sini) ada pula sesi diskusi – sharing yang membahas tentang berbagai hal seputar iOS, baik aplikasi game dan non-game, aspek bisnis serta peluang pasar.

Sesi sharing ini diisi oleh R. Ayu Maulidina I (STI), Andri Yadi (Dycode), Aulia Masna (DailySocial), Muhammad Sumyandityo Noor (Guava Games), Finan Akbar (Beetlebox) dan Anton Soeharyo (TouchTen) serta moderator Rama Mamuaya dari DailySocial.

Diskusi dimulai dengan pertanyaan seputar potensi dari iOS serta pengembangan aplikasi untuk iOS. Secara garis besar semua pembicara sepakat bahwa peluangnya cukup besar, Finan Akbar dari Beetlebox mengatakan bahwa penjualan device yang meningkat juga menjadi peluang. Hal ini juga disetujui oleh Andri Yadi – Dycode, ia mengatakan bahwa pasar yang ada besar dan global, di Indonesia masih dalam tahap starting point, adopsi juga masih terus bertumbuh.

Lalu bagaimana dengan persaingan, dengan market global bukankah persaingan menjadi semakin sengit? Muhammad Sumyandityo Noor (biasa dipanggil Didiet) dari Guava Games mengatakan bahwa pengembangan aplikasi – games di iOS itu menantang, karena aplikasinya harus stand out, mengingat tingkat persaingan yang ada.

Sedangkan Aulia Masna dari DailySocial berpendapat lain, ini bukan masalah persaingan karena pasar global, tetapi terlebih fokus pada aplikasinya, yang terpenting itu aplikasinya bagus atau tidak, dan tidak penting aplikasi tersebut datang dari pengembang dari area mana. Ia berpendapat bahwa persoalannya bukan persaingan dengan siapa, tetapi lebih pada si developer-nya sendiri, bisakah mereka membuat produk yang baik, untuk game, yang adiktif dan dimainkan banyak orang, dan untuk aplikasi non-game, yang mudah dipakai dan antar mukanya bagus.

Hal menarik juga hadir ketika, moderator mengajukan pertanyaan pada Anton Soeharyo dari TouchTen tentang bagaimana kiat untuk membuat aplikasi populer dan pasar international. Anton mengatakan beberapa poin (untuk aplikasi game), diantaranya pilihan judul dan kata kunci. Judul dan kata kunci, sebaiknya disesuaikan dengan pasar yang ingin disasar, misalnya Anton menjelaskan bahwa ketika membuat game Sushi Chain (yang mendapatkan jumlah unduhan cukup besar) ia menyasar area yang memang dekat/kenal dengan kata atau makanan tersebut, misalnya Jepang dan Amerika. Pilihan kata kunci juga harus diperhatikan, agar mudah dikenal dan menarik bagi calon pengguna.

Selain itu untuk ikon dan screenshot juga harus diperhatikan, jangan sampai tidak menarik, atau dalam bahwa Anton ‘jangan allay’, screenshot harus wellmade, sehingga pengguna merasa tertarik dan ‘percaya’ dengan game tersebut. Screenshot juga sebaiknya dibuat berwarna dan menarik, selain itu grammar dalam penjelasan aplikasi game jangan sampai ‘hancur’, sebaiknya disusun dengan baik, terutama jika menggunakan bahasa Inggris.

Berbicara tentang aplikasi, Rama – moderator juga menanyakan pada Aulia tentang aplikasi Clear, yang baru-baru ini dibahas di DailySocial, salah satu alasan mengapa aplikasi ini menarik karena meski kategori aplikasi GTD itu sudah banyak dipilih oleh pengembang, namun aplikasi ini mendobrak antar muka yang selama ini ada. Lebih lengkap bisa dibaca di sini.

Finan menambahkan satu poin yang bagi saya cukup penting dan menarik dalam bagi developer dalam mengembangkan aplikasi, Finan menjelaskan bahwa salah satu poin yang bisa diperhatikan adalah dari sisi marketing, dimana pengembang kini melakukan proses marketing aplikasi mereka lewat pendekatan desain, misalnya memasukkan screenshot ke layanan Dribbble dengan tujuan membagikan UI dari aplikasi tersebut, dari sini akan muncul komentar dan aktivitas viral, dan itu bisa digunakan sebagai salah satu bagian dari marketing juga.

Dalam sesi tanya jawab juga muncul pertanyaan bagus dari salah satu peserta, yaitu yang berkaitan dengan tema pilihan dalam merilis aplikasi, apakah disebar ke berbagai platform atau memilih satu. R. Ayu Maulidina I, dari STI berpendapat bahwa hal ini tergantung kebutuhan pasar, sedangkan Anton memberikan pendapat bahwa lebih bagus jika difokuskan di satu OS, misalnya nanti jika data pengguna sudah banyak, sudah ada upgrade dan sudah ada fanbase baru melirik atau merilis ke platform lain.

Pertanyaan lain yang lebih teknis diajukan juga oleh salah satu peserta, pertanyaannya berkaitan dengan native app vs mobile app. Dengan teknologi web yang terus berkembang, apakah mobile app bisa menjadi pilihan?

Hampir sebagain besar pembicara mengatakan bahwa mereka lebih memilih untuk mengembangkan native app, setidaknya untuk saat ini. Aulia berpendapat bahwa mobile app belum memiliki kemampuan yang sama dengan navite app, akses ke perangkat kerasnya belum maksimal. Andri juga sependapat, ia mengatakan bahwa secara pribadi tidak akan pindah ke web, setidaknya untuk saat ini, secara teknis belum maksimal kemampuannya dibandingkan native. Sedangkan Didiet berpendapat bahwa untuk game, navite performanya lebih baik, ada segmen yang tidak bisa menggunakan web app. Aulia juga menambahkan bahwa yang akan berkembang adalah gabungan, antar muka native tetapi konten online – HTML5 yang ‘dipaketkan’ seperti native app.

Diskusi ditutup dengan pertanyaan ringan tentang aplikasi iOS apa yang paling menarik bagi masing-masing pembicara (di luar yang dikembangkan oleh perusahaan sendiri), Anton memilih Pen Ultimate, Finan memilih Wunderkit, Didiet suka dengan Temple Run (gratis) dan Where’s My Water (berbayar), sedangkan Andri memilih kegunaan di sisi sosial, Whats app dan Flipborad, Aulia memilih Tweebot dan Dina juga melihat dari kegunaan sisi sosial, Whats App dan Flipboard.

Acara IDOC 2012 adalah acara yang diselenggarakan oleh komunitas ID-ObjectiveC dan DailySocial serta disponsori oleh XL dan didukung oleh Dycode, Beetlebox, komunitas Firefox, Cititrans dan berbagai media partner. Acara ini juga menjadi acara offline pertama untuk komunitas ini. Meski demikian acara ini telah bisa menarik minat ratusan pengembang dari berbagai daerah di Indonesia bahkan luar negeri.

Wiku Baskoro

Penggemar streetphotography, penikmat gadget, platform agnostic gamers, build Hybrid.co.id to make impact.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

Selamat Datang Kloning Zappos, Zalora Indonesia

Next Story

RIM Released Playbook 2.0, Is It the Rise of the Playbook?

Latest from Blog

Don't Miss

Peran Developer Game di Metaverse

Metaverse jadi salah satu topik yang dibahas dalam Consumer Electronics

Sami Kizilbash: Google Indie Game Accelerator Mencari Game Unik dengan Tim Solid

Salah satu kesempatan emas yang datang pada saat diundang ke