Kabar mengenai unicorn lokal yang berencana melakukan IPO kembali mencuat, kali ini giliran Bukalapak. Menurut sumber Bloomberg, mereka sudah mulai menjajaki potensi go-public di BEI (dengan sebagian kecil saham), lalu akan dilanjutkan melantai di bursa Amerika Serikat lewat mekanisme SPAC. Perusahaan dikatakan tengah dalam pembicaraan awal dengan beberapa perusahaan cek kosong dan sudah mulai menjalin kerja sama dengan investment bank untuk mengeksplorasi.
Lewat SPAC, diperkirakan valuasi Bukalapak akan terdongkrak menjadi $4-5 miliar dari posisi saat ini sekitar $3,5 miliar. Selain Ant Group, GIC, dan EMTEK Group, Bukalapak didukung sejumlah investor dan korporasi termasuk GIC, Naver Corp, Microsoft, dan Standard Chartered. Di Indonesia sendiri, menurut beberapa temuan riset, Bukalapak berada di posisi ketiga setelah Shopee dan Tokopedia — persaingan di lanskap online marketplace bertensi tinggi dengan dinamika bisnis yang kencang.
Untuk mengonfirmasi rencana tersebut, DailySocial sempat menghubungi Presiden Bukapalak Teddy Oetomo. Namun ia masih enggan memberikan komentar. Sementara perwakilan perusahaan mengatakan, setelah beroperasi selama 11 tahun kini fokusnya adalah membangun bisnis yang berkelanjutan untuk menciptakan dampak jangka panjang kepada UMKM dan masyarakat Indonesia melalui platform online dan online-to-offline yang dapat diandalkan.
Kabar ini mencuat setelah sebelumnya CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin dalam sebuah kesempatan mengatakan, “Kami masih ingin berdikari dan menjalankan Bukalapak sebagai standalone company. IPO adalah salah satu opsi untuk bisa mendapatkan dana dan memang perusahaan teknologi di masa tertentu ingin IPO. Kami terbuka dengan opsi itu dan sekarang sedang siapkan infrastrukturnya.”
Dalam tulisannya, pendiri sekaligus mantan Presiden Bukapak Fajrin Rasyid mengisyaratkan dukungannya bagi startup Indonesia untuk IPO. Satu hal yang ia tekankan, bahwa net benefit bagi negara ini akan lebih baik apabila IPO tersebut dilakukan di dalam negeri, atau setidaknya dual listing di dalam dan di luar negeri.
Upayakan diversifikasi bisnis
Bukalapak masih berusaha terus mengejar profitabilitas dengan mengeksplorasi berbagai sektor di luar bisnis intinya sebagai layanan e-commerce. Misalnya lewat anak usaha yang dinamai Buka Investasi Bersama, mereka hendak mendalami bisnis investasi reksa dana, khususnya menyasar kalangan undeserved. Seperti diketahui, instrumen investasi tersebut kini lambat laun mulai populer seiring peningkatan literasi finansial berbagai kalangan masyarakat.
Dalam sebuah unggahan di LinkedIn, COO Bukalapak Willix Halim mempublikasikan bahwa pihaknya tengah melakukan perekrutan untuk berbagai posisi strategis untuk sebuah unit bisnis baru. Dalam kalimatnya, ia menuliskan kemampuan berbahasa Tagalog (bahasa asli Filipina) akan diprioritaskan. Spekulasi yang beredar, Bukalapak tengah coba mengeksplorasi pasar Filipina dengan sebuah bisnis baru. Terkait ini, kami juga sudah mencoba mengonfirmasi ke pihak Bukalapak, namun mereka memilih tidak berkomentar.
Diversifikasi bisnis menjadi strategi penting bagi Bukalapak. Kaitannya dengan bisnis pendukung e-commerce, program kemitraan warung “Mitra Bukalapak” yang dimiliki mendapati performa cukup kuat – bahkan bisa dikatakan menjadi salah satu yang paling signifikan. Sepanjang tahun 2020, disampaikan Rachmat, pertumbuhan lini ini mencapai 50%. Unit bisnis dengan nama legal “Buka Mitra Indonesia” tersebut juga sudah memiliki CEO sendiri, yakni Howard Gani. Saat ini, Bukalapak telah mengantongi 100 juta pengguna dengan 7 juta Mitra.
Bukalapak menjadi unicorn keempat yang dikabarkan segera melantai di bursa. Sebelumnya Gojek, Tokopedia, dan Traveloka telah terlebih dulu santer diperbincangkan terkait rencananya untuk IPO lewat SPAC. Selain bisnis yang memang sudah berkembang pesat, saat ini dinilai menjadi momentum tepat untuk melakukan aksi korporasi tersebut – ditinjau dari kondisi dan kesiapan pasar.