Tampaknya BRI akan mengikuti sejumlah bank di Indonesia yang berencana membentuk bank digital. Sebelumnya, mengutip Katadata, Direktur Utama BRI Sunarso sempat mengungkap bahwa perseroannya membuka peluang untuk mengonversi anak usahanya menjadi bank digital.
Ada dua anak usaha BRI yang bergerak di bisnis perbankan, yaitu BRI Agroniaga Tbk (Agro) dan BRI Syariah. Sunarso menyebut BRI Syariah tidak mungkin dikonversi menjadi bank digital. “Tapi BRI Agroniaga sangat mungkin,” ungkapnya beberapa waktu lalu.
Dihubungi DailySocial, Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi BRI Indra Utoyo juga membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan bahwa perusahaan masih mematangkan konsep dan strateginya saat ini. “Iya, ada benarnya [menjadi bank digital],” ujarnya dalam pesan singkat.
BRI Agro berpeluang dikonversi mengingat perusahaan tersebut sudah lebih dulu meluncurkan platform digital lending Pinang (Pinjam Tenang). Namun, menurutnya, sejak awal BRI Agro tidak langsung dilebur menjadi bank digital karena BRI sebagai induk usaha ingin melakukan uji coba ke pasar.
“[Pendekatan awal] lewat produk Pinang sebagai test case untuk digital attacker. Saat ini, Pinang adalah satu-satunya solusi pinjaman yang fully digital dari sektor perbankan,” ungkapnya.
Sekadar informasi, Pinang merupakan platform digital lending yang dirilis awal 2019 oleh BRI Agro. Selain modal kerja, Pinang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan mulai dari biaya pendidikan, pengobatan, hingga kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan Laporan Tahunan 2019, BRI Agro mencatat penyaluran kredit Pinang telah mencapai Rp30,6 miliar dengan total 7.331 debitur.
Pinang juga merupakan model bisnis baru BRI yang mengacu pada strategi new digital banking proposition. Layanan ini merupakan platform pinjaman digital pertama di Indonesia yang menawarkan e-KYC dengan sistem digital verification, digital scoring, dan digital signature.
Lebih lanjut, Indra menyebut bahwa strategi digital perusahaan selanjutnya akan tetap mengacu pada identitas BRI Group yang membidik segmen mikro dan Usaha Kecil Menengah (UKM).
“Terkait positioning baru Bank Agro, nanti akan ada jawabannya di waktu yang tepat. Kami belum bisa jawab sekarang [apakah ada produk digital baru selain Pinang]. Namun, strategi digital kami akan tetap go smaller, go shorter, dan go faster. Artinya, kami masuk ke segmen yang lebih kecil, yaitu ultra mikro,” ungkap Indra.
Beberapa waktu lalu, Indra menilai bahwa bank digital akan lebih maksimal apabila memadukan keunggulan pada jaringan fisik, tak hanya layanan digital saja. Maka itu, ia menganggap tak perlu ada dikotomi antara bank digital dan non-digital mengingat BRI sampai saat ini sudah memberikan value lebih dari konsep tersebut melalui produknya.
Realisasi bank digital dan tantangannya
Sampai akhir tahun ini, setidaknya ada dua rencana bank digital yang dinantikan realisasinya. Bank Digital BCA dan Bank Jago (sebelumnya Bank Artos) ditargetkan meluncur pada semester II 2020.
Bank Digital BCA akan menjadi branding baru dari nama sebelumnya, yaitu Bank Royal. Target pasarnya adalah segmen ritel dan UKM, berbeda dari portofolio utama induknya yang bermain di korporat.
Adapun, Bank Jago bakal membidik segmen menengah dan mass market sebagai target utama. Perusahaan juga akan berkolaborasi dengan platform digital di berbagai vertikal bisnis, seperti e-commerce, ride hailing, dan p2p lending.
Sementara itu, PT Bank Yudha Bhakti (BYB) akhirnya resmi mengganti nama baru menjadi PT Bank Neo Commerce Tbk lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 30 Juli 2020.
Direktur Utama Bank Yudha Bakti Tjandra Gunawan menyebutkan bahwa perubahan nama baru perusahaan merupakan salah satu strategi transformasi bisnis dan digital untuk periode 2020-2022.
Pengamat Institute for Development of Economics (Indef) Bhima Yudistira, menilai realisasi bank digital bakal membawa dampak besar terhadap masyarakat Indonesia, terutama mereka yang belum terjamah oleh produk keuangan.
Akan tetapi, kehadiran bank digital juga perlu diiring oleh edukasi di berbagai kalangan, misalnya UKM dan pedesaan. “Di sini pentingnya pengembangan bank digital harus diiringi oleh penambahan akses jaringan internet ke daerah terpencil dan terluar,” tutur Bhima.