Tren belanja pangan secara online atau e-grocery mulai diminati oleh konsumen di Jakarta. Hal ini berdasarkan riset terbaru dari Tetra Pax Index 2018 yang memprediksi konsumen e-grocery di Jakarta naik dari 1,2 persen di 2016 menjadi 5,4 persen di 2030.
Seiring peningkatan di atas, tren konsumen yang berbelanja di pasar tradisional di Jakarta diprediksi menyusut dari 56,3 persen di 2016 menjadi 46,6 persen di 2030.
“Pertumbuhan e-grocery akan naik cukup signifikan. Meski jumlah belanja ritel modern dan tradisional di Indonesia tetap tinggi, e-grocery menawarkan peluang baru. Saat ini banyak pasar modern dan tradisional menyediakan fasilitas belanja online,” ujar Communication Manager Tetra Pak Indonesia, Gabrielle Angriani saat dihubungi DailySocial.
Diungkapkan Gabrielle, peningkatan tren tersebut turut dipicu sejumlah hal, di antaranya kemajuan teknologi (seperti infrastruktur internet) dan keinginan mendapatkan barang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Selain itu, konsumen di era digital kini juga mulai memerhatikan kecepatan pengiriman dan kekuatan kemasan barang. Sebagai contoh, minuman yang dikemas dalam kemasan karton aseptik lebih efisien sehingga memudahkan pengiriman barang. Hasil riset menunjukkan kemasan efisien, baik berat maupun ruang, dapat mengurangi volume transportasi sebesar 30-50 persen.
“Tak hanya itu, para pemain e-grocery juga harus memperhatikan apakah aplikasi mereka mudah digunakan atau tidak. Kebanyakan pembeli ingin agar proses pembelian terjadi secara singkat, tanpa membutuhkan banyak proses di dalam aplikasi,” tuturnya.
Saat ini Tetra Pak Index belum memiliki data mengenai persentase konsumen e-grocery di Indonesia. Sebagai pembanding, menurut Gabrielle, negara di kawasan Asia yang memiliki adopsi pembelanjaan e-grocery sangat tinggi, yakni Tiongkok dan Korea Selatan.
Riset Google and Temasek pada 2016, sepert dikutip Tetra Pak, menyebutkan pertumbuhan bisnis e-commerce di Indonesia meroket signifikan. Di 2015, tercatat 18 juta konsumen Indonesia berbelanja online. Jumlah tersebut diestimasi meroket menjadi 119 juta konsumen pada 2020 seiring bertambahnya populasi anak muda dan penetrasi perangkat mobile.
Bersaing di era omnichannel
Lebih lanjut, riset Tetra Pax Index 2018 yang dilakukan di sejumlah negara termasuk Indonesia, dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana tren e-grocery dapat dimaksimalkan dan lebih bersaing di era omnichannel.
“Semua jenis channel ini akan menjadi satu dalam omnichannel di mana seharusnya chanel ini menawarkan pengalaman berbelanja yang sama bagi pembeli, baik online maupun offline,” ungkap Gabrielle.
Menurutnya, e-grocery kini dipandang sebagai katalis untuk transformasi e-commerce yang lebih luas. Untuk bersaing di era omnichannel, pelaku usaha perlu menawarkan pengalaman belanja online yang dipersonalisasi untuk konsumennya.
Tetra Pak sendiri sebagai perusahaan terkemuka di bidang pemprosesan dan pengemasan makanan dan minuman, menawarkan inovasi terbaru di era omnichannel, yakni teknologi kemasan berbasis QR Code unik dan Radio-Frequency Identification (RFID) untuk meningkatkan pengalaman belanja lebih personal.
“Personal dan unik menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi pasar e-grocery. Dengan personalisasi produk bagi pembeli sebagai pembeda dari produk lain, ini dapat meningkatkan loyalitas dan penjualan,” tutur Gabrielle.