Dark
Light

Menengok Nasib Platform “Bike Sharing” di Tengah Tren Demam Bersepeda

2 mins read
July 22, 2020
Meski bersepeda menjadi aktivitas favorit selama pandemi, dampak bagi startup bike sharing tidak melulu positif.
Meski bersepeda menjadi aktivitas favorit selama pandemi, dampak bagi startup bike sharing tidak melulu positif.

Pandemi mengungkap sejumlah kebiasaan baru manusia. Tren bersepeda merupakan satu di antaranya. Bersepeda memang bukan kegiatan baru, namun tren bersepeda di masa pandemi ini tak bisa dipandang sebelah mata.

Ketika pandemi melumpuhkan banyak sekali aktivitas di luar ruang, bersepeda justru menjadi pilihan banyak orang. Tren ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Keadaan ini jelas membawa pengaruh yang tak kecil ke bisnis sepeda, khususnya bike sharing.

Ketika kami menyebut tren bersepeda terjadi secara global, artinya minat aktivitas ini tak hanya terjadi di dua-tiga negara. Jalanan di Amerika Serikat, Filipina, Italia, India, Indonesia, dan negara lainnya kian dipenuhi oleh pesepeda.

Ada beberapa alasan minat bersepeda kini sangat tinggi. Pertama, sepeda sebagai alternatif moda transportasi. Bahaya penyebaran Covid-19 di tempat-tempat ramai seperti kereta dan bus mencuatkan kembali sepeda sebagai sarana transportasi yang murah dan aman bagi para pekerja. Kedua, tidak banyak pilihan berolahraga selama pandemi ini. Sepeda menjawab kedua kebutuhan tersebut.

Lalu apa arti tren bersepeda bagi startup yang fokus bisnisnya bike sharing? Yang jelas dampaknya besar, meski tak selalu positif.

Dampak beragam

Di Indonesia, startup di vertikal ini memang belum banyak. Meskipun demikian, lonjakan permintaan unit sepeda di sini tak main-main. Itu sebabnya apa yang terjadi saat ini tak lepas dari observasi Speeda dan Gowes, dua startup yang bergerak di segmen bike sharing.

Dikutip dari Kompas.com, permintaan sepeda disebut meningkat hingga 3-4 kali lipat selama pandemi berlangsung. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Sepeda Indonesia (Apsindo) Eko Wibowo Utomo menyebut kenaikan itu terjadi karena sepeda dilirik sebagai sarana transportasi dan rekreasi warga.

PT Surya Teknologi Perkasa yang membawahi layanan bike sharing Gowes menyebut situasi ini menguntungkan mereka. Presiden Direktur Iwan Suryaputra mengatakan antusiasme warga terhadap bersepeda berpengaruh positif atas penggunaan Gowes.

“Gowes hadir sebagai solusi alternatif transportasi jarak pendek, rekreasi, dan olahraga. Dengan adanya tren bersepeda yang berkembang saat ini, hal tersebut tentunya memicu peningkatan positif terhadap minat pengguna bike sharing,” ujar Iwan kepada DailySocial.

Nada berbeda disampaikan Speeda. Muhammad Reza dari tim Business Development Speeda menyampaikan, peningkatan kepemilikan sepeda saat ini bisa berarti kabar buruk bagi bisnis penyewaan sepeda seperti mereka. Reza menilai semakin banyak orang memiliki sepeda, maka semakin berkurang minat menggunakan bike sharing.

Jogjabike yang dihadirkan Speeda beroperasi di titik-titik wisata Yogyakarta. Semakin banyaknya penduduk lokal yang memiliki sepeda berimbas pada pendapatan dari penyewaan sepeda yang kini hanya bergantung pada pendatang luar kota. “Semakin banyak pemilik sepeda, semakin banyak pula orang yang datang ke lokasi dengan menggunakan sepeda mereka sendiri,” imbuh Reza.

Mengakali situasi

Gowes punya harapan lebih dari situasi demam bersepeda saat ini. Iwan mengatakan, pihaknya berniat terus menggenjot jumlah pengguna di dalam negeri. Kiat paling utama adalah dengan tetap beroperasi sembari menjalankan protokol kesehatan. Sayangnya, Iwan tak menjelaskan lebih detail protokol kesehatan yang dimaksud.

Tren bersepeda saat ini menjadi peluang emas bagi Gowes yang cukup agresif dalam melebarkan pasarnya hingga ke luar negeri. Covid-19 menunda banyak rencana mereka, termasuk ekspansi ke negara lain serta peluncuran inovasi baru.

“Total member kami yang sudah bergabung dengan aplikasi Gowes lebih dari 300.000 pengguna. Kami kemungkinan akan segera hadir di salah satu kota besar lainnya di Indonesia, namun sambil melihat perkembangan dengan adanya keadaan pandemi Covid-19 ini,” ujar Iwan.

Reza lebih realistis memandang situasi sekarang. Menurutnya, bisnis bike sharing di Indonesia memang bisa bertahan atau bahkan makin moncer jika diposisikan sebagai alat transportasi alternatif. Namun jika tetap dipaksakan sebagai kendaraan rekreasional, kondisi saat ini bagi bisnis bike sharing adalah momen yang terburuk.

Meskipun demikian, Speeda tidak berpangku tangan melihat pasar mereka remuk akibat tren bersepeda ini. Mereka mulai mempertimbangkan celah lain dalam bisnis penyewaan sepeda. Salah satu caranya adalah merangkul para pemilik sepeda untuk menyewakan sepedanya lewat platform sehingga mereka tak perlu lagi menyediakan sepeda sendiri.

“Meskipun jumlah pemilik sepeda meningkat, namun ada kemungkinan bahwa orang yang tidak memiliki sepeda masih lebih banyak. Oleh karena itu peluang penyewaan masih sangat besar,” cetus Reza.

Kendati demikian, bisnis bike sharing masih menghadapi persoalan besar. Jogjabike yang sudah punya 60.000 pengguna harus tetap mencari alternatif bisnis penyewaan untuk mengantisipasi pandemi yang berkepanjangan.

“Para pengusaha bike sharing harus memikirkan bagaimana menghasilkan revenue dengan apa yang mereka punya saat ini meskipun dengan angka penyewaan yang rendah,” pungkas Reza.

Application Information Will Show Up Here
Aplikasi Pencari Aturan Undang-Undang eCLIS
Previous Story

Lebih Dekat Mengenal eCLIS, Platform Pangkalan Data Perundang-undangan Indonesia

mobile esports di Asia
Next Story

Industri Mobile Esports di Asia Masih akan Terus Tumbuh

Latest from Blog

Don't Miss

Perubahan Perilaku Gamers Selama Pandemi Menurut Data dari Unity

Ketika pandemi COVID-19 dimulai, banyak negara yang menetapkan lockdown. Pada

Efek Pandemi ke Perilaku Pasar Gaming di India dan Asia Tenggara

India merupakan negara dengan populasi terbesar kedua setelah Tiongkok. Dari