Dark
Light

BigEvo Targetkan Jadi yang Terbaik di Bisnis “Google Specialist Agency” di Indonesia Tahun Depan

2 mins read
September 5, 2014

Bagi sebuah bisnis, baik itu bisnis yang menyediakan jasa atau produk, strategi pemasaran is a must! Baik buruknya sebuah strategi pemasaran akan mempengaruhi sukses tidaknya bisnis itu. Nah, di era gadget dan internet kini sangat populer, pemasaran digital menjadi kian penting. Kelekatan gadget dan internet dalam keseharian masyarakat saat ini, membuat strategi pemasaran digital menjadi hal yang kian efektif dalam menjangkau pasar. Tidak heran jika saat ini brand telah banyak mengadopsi pemasaran produknya melalui display ads dan video YouTube.

Brand telah akrab dengan peranan agensi digital untuk membantu mengenalkan produk hingga meningkatkan penjualannya. Saat ini banyak startup juga menggunakan strategi pemasaran digital dan menggunakan jasa agensi digital.

BigEvo yang didirikan September 2013 oleh Andy Santoso, merupakan agensi digital yang mengkhususkan diri sebagai Google Specialist Agency. Andy mendirikan layanan ini berbekal pengalamannya bekerja satu setengah tahun sebagai Industry Head di Google.

BigEvo didirikan karena Andy melihat adanya kesenjangan antara Google Partner yang ada di sini dengan di kawasan regional dan global, terutama dalam hal pelayanan, pengetahuan, dan bisnis model.  Menurut Andy yang juga pernah bekerja di Yahoo dan iHub Media, serta mempelajari banyak platform, ia melihat Google lebih terukur dan transparan.

“Sangat mendukung untuk bisnis klien. Kalau kita lihat perkembangan Google advertising itu balance antara untuk small business hingga enterprise. Dari personal  blog yang jual tas, aksesoris, hingga enterprise seperti big player e-commerce dan travel dan lain-lain. Jadi ketika kita bertemu klien juga lebih mudah, kami men-support objektif  bisnis mereka, apakah awareness, increase sell, atau engagement  dengan pelanggan. Dari situ, setiap platform Google ada solusinya sendiri-sendiri,” urai Andy.

Untuk peluang Andy mengatakan cukup besar, karena Google sendiri memiliki porsi pasar yang sangat besar. “Kalau dilihat Indonesia digital spending-nya US$420 juta tahun ini, mungkin 30 hingga 40 persennya ke Google,” terang Andy.

BigEvo akan memberikan layanan yang menyeluruh, mulai dari menyusun strategi yang efektif sesuai tujuan, dan jenis masing-masing bisnis. Berikutnya mereka akan menjalankan strategi itu, baik untuk pengguna desktop, tablet atau mobile phone. Klien bakal mendapatkan update perkembangan secara transparan. Upaya-upaya optimisasi terus dilakukan agar hasil yang didapat bisa lebih besar lagi.

Menurut Andy, Google menyediakan peluang bagi bisnis untuk memasarkan layanannya. Tools-tools yang populer diantaranya adalah search, display, dan video. Untuk search, menurut data internal, tiap bulannya ada 3,7 miliar pencarian di Google.

Search marketing adalah bisnis yang tampil pada saat konsumen membutuhkannya. Setiap detik akan ada pengguna Google yang mencari jenis layanan yang dibutuhkan. Strategi yang tepat bisa mendapatkan peluang itu dan mengarahkannya hingga terjadi transaksi penjualan.

Dalam setahun sejak didirikan BigEvo telah mendapatkan banyak klien. Andy mengatakan, ”Klien kami saat ini di antaranya Bhineka, BCA, Guvera, dan dalam beberapa hari ini BMW juga menyatakan bergabung.”

Saat mendirikan BigEvo, Andy telah menetapkan target dalam dua tahun ingin menjadi yang terdepan di Indonesia. “Sejauh ini kami sudah berada di jalur yang tepat. Setahun ini revenue mencapai tiga digit, dan sudah green. Setahun ke depan akan akan scaling dan kami sedang mencari tambahan pegawai,” ujarnya. Terkait hal tersebut, BigEvo berencana akan menjalin kerja sama dengan agensi digital tradisional.

Tantangan yang dihadapi BigEvo adalah meski kesadaran akan strategi pemasaran digital sudah lebih baik sejak dua tahun yang lalu, namun Andy masih melihat brand tidak menjadikannya terintegrasi dengan kampanye iklan konvensional. “Padahal kalau di regional atau global itu sudah menjadi satu kesatuan,” ujarnya.

Pebisnis perorangan juga masih enggan untuk investasi biaya pemasaran. “Mereka masih susah untuk spend katakan Rp 500 ribu untuk pemasaran digital. Mungkin mereka belum melihat dampaknya untuk usaha mereka atau pernah punya pengalaman buruk,” tutup Andy.

[Ilustrasi foto: Shutterstock]

Previous Story

PT KAI Mudahkan Pemesanan Tiket Kereta Api Lewat Aplikasi KAI Access

Next Story

Sony ILCE-QX1 Bisa Mengubah Smartphone Anda Menjadi Kamera Mirrorless

Latest from Blog

Don't Miss

Iklan di Game: Hasil Evolusi Industri yang Perlu Dicaci atau Dihargai?

Masing-masing generasi konsumen punya ekspektasi yang berbeda pada brands. Karena
Co-Founder & CEO Shoplinks Teresa Condicion / Shoplinks

Personalisasi Kupon Belanja Shoplinks Dorong Kegiatan Pemasaran Brand FMCG

Berangkat dari pengalamannya bekerja di perusahaan FMCG selama 17 tahun,