Lebih dari dua dasawarsa Bhinneka mampu mengukuhkan posisinya sebagai top of mind untuk brand e-commerce B2B, khususnya pada kategori 3C (Computer, Communications, Consumer Electronics). Hal tersebut terefleksi lewat survei DSInnovate untuk “B2B Commerce Services in Indonesia 2018”, sebanyak 32,7% responden memilih Bhinneka sebagai platform yang paling populer. Kemudian disusul, Ralali, Bizzy (kini menjadi Warung Pintar Group), Mbiz, dan lainnya.
Mempertahankan posisi ini tentu bukan hal yang mudah. Dibutuhkan inovasi terus menerus agar tetap relevan dengan pasar. Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Chief of Commercial & Omnichannel Bhinneka Vensia Tjhin menjelaskan, perusahaan punya kehadiran yang kuat sebagai brand e-commerce B2B karena selama ini konsisten menggarap pasar tersebut.
Alhasil, ketika ekspansi ke luar segmennya, seperti B2C, tetap memperhatikan keuntungan utama tersebut, yakni masuk dengan kampanye sebagai masculine brand.
“Assortment pun kami masuk perlahan dengan produk yang identik dengan pilihan para cowok, yang sama dengan kebutuhan korporasi. Dari sini kami masuk ke everything store layaknya marketplace pada umumnya.”
Vensia melanjutkan, “Sebagai B2B market leader, justru strong dan top of mind memberi nilai tambah dalam memberikan peace of mind saat berbelanja karena Bhinneka juga marketplace yang dipercaya.”
Industri ini, mengutip dari laporan Frost and Sullivan pada 2018, ditaksir bakal tumbuh sebesar $56,3 miliar secara global pada 2022. Di Indonesia saja, menurut Menteri Perdagangan Muh. Lutfi, ditaksir dapat mencapai Rp1.900 triliun di 2030 atau lebih dari 34% dari pasar digital Indonesia. Dirinci lebih detail, segmen B2B diprediksi berkontribusi sebesar Rp763 triliun, mencakup kegiatan logistik dan supply chain.
Secara umum, lanjut Vensia, industri e-commerce Indonesia tumbuh sangat pesat, terutama dalam kurun 10 tahun terakhir, untuk menjawab berbagai tantangan dan kebutuhan masyarakat lewat teknologi. Karena itu pula e-commerce Indonesia saat ini terbagi dalam berbagai segmen. Dari awalnya hanya dikenal ranah ritel (B2C), berkembang ke korporasi (B2B), dan pemerintah (B2G).
“Sekali lagi, semuanya menjadi mungkin karena teknologi, tetapi memang karakteristik implementasinya berbeda-beda antara B2C, B2B, dan B2G.”
Menurutnya, peran e-commerce ini sesungguhnya tidak hanya sekadar peran di hilir alias menjadi kanal pemasaran barang jadi untuk selanjutnya ke end-user. Sebagai pemain e-commerce B2B, ia melihat dengan transformasi digital yang dipercepat lewat pandemi, proses edukasi pun perlu dukungan yang tepat, transparan, dan terjamin. Dengan demikian, secara paralel perusahaan juga akan mendapat permintaan yang tinggi akan bahan baku.
Vensia mengakui, besarnya potensi segmen ini turut membuat Bhinneka, sebagai pionir e-commerce B2B, menjadi pabrik yang menelurkan banyak talenta berbakat agar dapat berkarya lebih jauh ke startup e-commerce model B2B lainnya. Langkah tersebut terus dilanjutkan perusahaan dengan turut berpartisipasi dalam program Kampus Merdeka.
“Beberapa project yang dikerjakan para intern kampus adalah produk yang menyasar market B2B. Langkah nyata ini untuk melakukan edukasi tentang perbedaan segmen, serta upaya mencetak talenta yang siap pakai di industri.
E-procurement marketplace, pendekatan terbaik untuk B2B
Seiring berjalannya waktu, kategori 3C berhasil mengukuhkan Bhinneka sebagai pemain yang dominan di pasar sejak situs Bhinneka.com pertama kali diluncurkan pada 1999 hingga akhir 2018. Tidak berhenti di situ, perusahaan memperluas ke kategori lainnya, seperti MRO (alat perkakas), dan juga solusi produk yang kustom sesuai kebutuhan bisnis pelanggan dari beragam sektor.
Dalam perjalanan Bhinneka sejak 2019, perusahaan sedang fokus melayani segmen B2B2B marketplace dengan enam lini bisnis. Yakni produk IT dan MRO, digital printing solution (DPS), offline store dan service center, business solution, B2B2B platform marketplace, dan digital products.
Berkaitan dengan hal tersebut, perusahaan mengembangkan beberapa produk, antara lain e-procurement marketplace, bersifat open-platform dan disediakan secara gratis untuk seluruh pelaku usaha memroses pengadaan barang/jasa oleh supplier tertentu dengan menggunakan situs/aplikasi sebagai antarmuka.
E-procurement marketplace hadir untuk membantu pelanggan dan menjual melakukan bisnis dengan sistem pembelian (procurement) yang comply dan good governance, ditujukan untuk segmen korporat, UKM, dan instansi pemerintah. Menurut Vensia, dengan pendekatan seperti ini, justru diterima sebagai solusi bagi konsumen B2B yang biasanya mendapat persepsi sebagai sektor yang resistan dalam mengadaptasi teknologi.
“Kita bagi dulu segmen B2B ini, untuk large-mid sudah memiliki bisnis proses yang ter-exposed dengan sistem, cenderung lebih mudah adaptasi proses pembelian secara digital, terutama korporasi yang sudah menggunakan ERP. Adopsi untuk e-procurement open market ini justru diterima sebagai solusi. Untuk market UMKM, ini sangat menarik, mereka yang melayani korporasi otomatis berada dalam sebuah sistem procurement.”
Tercatat saat ini ada sekitar 9 ribu merchant secara close group yang telah bergabung di e-procurement marketplace menawarkan lebih dari 150 ribu SKU. Di luar basis Bhinneka.com, terdapat sekitar 2 ribu merchant individu yang juga bergabung dan siap melayani permintaan klien B2B melalui proses verifikasi di awal.
“Saat on-boarding di e-procurement mereka harus punya konsisten untuk melakukan pengadaan, makanya kami melakukan verifikasi. Hal ini agar customer journey semakin memuaskan dan tidak ada masalah dalam pemenuhan permintaan.”
Inisiasi berikutnya adalah mendorong ekosistem bisnis yang inovatif melalui mini marketplace B2B dengan menyediakan platform marketplace Bhinneka kepada seluruh pihak yang membutuhkan. Entah itu universitas, komunitas, pemerintah, untuk membangun kegiatan ekonomi dari suatu ekosistem.
Menurut Vensia, hingga saat ini, Bhinneka telah bekerja sama dengan sejumlah institusi, seperti President University (Campus Marketplace), Universitas Bunda Mulia (Biemers Shop), Pemkot Mojokerto (Mojokerto Marketplace), Pemkot Ternate (Milik Ternate), dan Pemkot Solo, untuk pembuatan mini marketplace.
Dalam pipeline, sebanyak hampir 30 lembaga pendidikan dan komunitas sedang memroses mini marketplace melalui Bhinneka, dua di antaranya sudah resmi meluncur. “Platform Bhinneka yang sudah matang bisa digunakan dengan mudah, menghemat biaya modal awal (biaya pembuatan platform sendiri) untuk usaha kampus, UMKM, termasuk Pemkot dan Pemda.”
Kontribusi bisnis dan rencana berikutnya
Meski seluruh produk dan layanan perusahaan menyasar seluruh skala bisnis, namun secara persentase bisnis terbesar Bhinneka datang dari klien B2B/G sebesar 80%, dan sisanya datang dari klien B2C. Adapun kategori produk yang menyumbang pendapatan terbesar masih datang dari 3C masih memberikan kontribusi terbesar, diikuti MRO atau alat perkakas.
“Untuk pengadaan saat tahun 2020 pandemi dimulai bisnis memang terasa berdampak dan terjadi penurunan di beberapa sektor. Namun hal ini diiringi peningkatan di sektor lain, seperti perangkat kesehatan yang masuk kategori MRO semakin meningkat. Masker, hand sanitizer, termometer tembak, banyak dibeli hingga pertengahan 2021.”
Vensia enggan menjelaskan lebih detail terkait kinerja perusahaan dengan menggunakan angka. Ia hanya menjelaskan perusahaan terus melakukan berbagai proses leaning agar lebih gesit dan memperhatikan produktivitas dalam berbagai aspek. “Dengan berbagai kegiatan operation excellence ini, kami optimis perusahaan tetap dapat bertumbuh dan mencetak laba.”
Dalam waktu dekat, perusahaan juga akan mengumumkan beberapa rencana dan strategi sebagai untuk mengukuhkan secara tegas posisinya sebagai pionir e-commerce di Indonesia. “Kami tetap fokus dalam pencapaian hal-hal yang sudah sempat kami rencanakan, namun tertunda karena pandemi. Kami juga harus melakukan perubahan pada beberapa rencana dan strategi,” tutupnya.