Angkatan pertama dari kelas Founder Institute Jakarta akan di-wisuda. Kelas terakhir diadakan minggu lalu dan dari 43 founder awal, kini tinggal 13 yang mampu bertahan hingga hari terakhir. Partisipan memang diharapkan untuk bekerja jauh lebih keras lagi setelah “lulus” dari semester yang penuh dengan workshop bisnis, mentoring dan eliminasi.
Diantara 20an mentor pada semester awal, terdapat nama-nama besar seperti Andi S. Boediman, Andy Zain, Izak Djenie, Peter Vesterbacka, Phil Libin dan Nanda Ivens, yang artinya para founder ini telah mendapatkan ilmu dan bimbingan dari para pakar dan veteran industri teknologi yang sudah mengalami banyak hal untuk sampai ke posisi mereka sekarang.
Setelah wisuda, kami berkesempatan duduk dengan Novistiar Rustandi, salah satu direktur Founders Institute Jakarta dan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai lulusan angkatan pertama ini dan prestasi yang telah mencapai.
Apa pendapat anda mengenai founder JKTFI angkatan ini? Bagaimana rating mereka menurut anda berdasarkan ekspektasi anda di awal program?
Kami terkejut dengan kualitas partisipan di semester pertama ini. Untuk mendapatkan akses ke dalam program ini, semua peserta harus mengambil tes prediksi sosial. Test ini dipersiapkan oleh Founder Institute Silicon Valley berdasarkan sebuah studi yang mereka lakukan untuk mempelajari kepribadian para CEO dan founder perusahaan teknologi yang sukses di Silicon Valley.
Tujuan dari tes ini adalah untuk menemukan individu yang memiliki kepribadian yang sama dengan para founder tersebut, karena kami percaya bahwa individu ini memiliki kesempatan yang lebih besar untuk sukses dalam meluncurkan perusahaan teknologi.
Adeo mengatakan bahwa mereka menggunakan standar penilaian yang sama antara proses penerimaan di Jakarta dan Silicon Valley (dan negara lain). Kami mendapatkan 132 partisipan yang mendaftar dan 43 diantaranya diterima masuk ke program, yang artinya Indonesia memiliki potensi entrepreneur teknologi yang tinggi.
Adeo bahkan berkata bahwa kualitas partisipan dari Jakarta cenderung lebih tinggi daripada partisipan di negara lain.
Bagaimana perasaan anda dengan hanya 13 dari 43 partisipan yang lulus sampai akhir program ini?
Kami senang dengan 13 partisipan yang lulus. Padahal kami pikir hanya akan ada kurang dari 10 partisipan yang lulus di program pertama ini.
Apa alasan utama dari partisipan yang tidak lulus?
Yang paling utama adalah komitmen. Banyak dari mereka yang tidak siap untuk mendirikan perusahaan sendiri karena berbagai alasan. Yang kedua adalah ide. Banyak dari ide yang muncul masih sulit dieksekusi dan tidak memiliki potensi bisnis.
Apakah ada grup yang menonjol?
Semua lulusan yang berhasil sampai tahap akhir telah menunjukkan komitmen, profesionalisme, kerja keras, keuletan, kecerdasan dan hal lain yang dibutuhkan untuk memulai perusahaan teknologi.
Apakah ada ide yang cukup gila selama program ini berlangsung?
Beberapa partisipan yang mengikuti program ini memiliki pengalaman di industri. Misalnya ada beberapa founder yang mengembangkan aplikasi Business Intelligence untuk membantu fund manager untuk berinvestasi di perusahaan green technology.
Contoh yang lain adalah founder yang mengembangkan infrastruktur untuk membantu orang bekerja di sektor informal mendapatkan asuransi mikro dan menjual asuransi mikro melalui aplikasi mobile. Kalau mereka tidak memiliki pengalaman di industri, hampir tidak mungkin mereka bisa keluar dengan ide ini.
Padahal para mentor tidak menyadari bahwa ada demand untuk produk asuransi mikro di Indonesia.
Bagaimana respon para partisipan ketika harus ada sirkulasi tim selama program berlangsung?
Pada akhirnya yang tertinggal adalah yang terbaik dari yang terbaik. Adalah sebuah hal yang bagus untuk para founder karena mereka memiliki kesempatan untuk mendapatkan feedback dari sesama partisipan dan membangun relasi dengan mereka. Saat ini kami memiliki dua grup masing-masing dengan 6 dan 7 anggota.
Apa tugas yang paling menantang untuk dilakukan oleh para partisipan?
Pastinya kami memiliki tugas spesial yang sulit untuk dilakukan. Semua tugas ini adalah hal-hal yang pada akhirnya akan mereka lakukan di startup mereka.
Misalnya, para founder diberi tugas untuk membuat laporan PDF sebanyak 10 halaman yang berisi hasil dari test berbagai produk dan penawaran harga paling tidak tiga halaman yang diiklankan di Facebook yang akhirnya mendapat lebih dari 250 email.
Dan mereka harus menyelesaikan tugas-tugas ini dalam waktu yang amat singkat, 3 hari! Kami sempat takut para founder akan gagal, namun mereka berhasil! Mereka tidak menggerutu, bahkan berterimakasih mereka telah diberikan tugas spesial ini dan mereka sudah melakukan pekerjaan yang sangat baik.
Apa pendapat anda mengenai para mentor?
Mentor kami luar biasa! Semuanya sangat senang bisa terlibat dan berkontribusi ke teknopreneurship dan ekosistemnya di Jakarta.
Komitmen mereka untuk membantu para founder sangat luar biasa, berbagi pengalaman, feedback jujur dan menyisihkan waktu mereka yang sangat padat untuk para founder. Tanpa mereka, kami tidak akan bisa melakukan hal ini.
Apa saran anda untuk mereka yang gagal dan yang ingin masuk ke angkatan selanjutnya?
Jangan menyerah dan terus berusaha! Bahkan, Peter Vesterbacka berkata “be crazy!”
Siapa saja para lulusan dan apa yang mereka kerjakan?
Aibilities (kesehatan), Eductory (edukasi), Fokado (e-commerce), Ifetcha (mobile), Mitra Micro (asuransi mikro), Socentix (platform sosial untuk investasi di green company), Stilomo (mobile), and Wujudkan (kreatif).
Apa langkah selanjutnya untuk para lulusan ini?
Berhenti melakukan hal lain dan fokus ke startup mereka. Mereka akan terus berhubungan dengan mentor mereka untuk memastikan startup mereka tetap bertumbuh.