PT Bank Jago Tbk kembali melakukan penambahan modal untuk mendukung rencana transformasinya menjadi bank digital. Penambahan modal ini dilakukan melalui aksi penerbitan saham baru (right issue) kedua yang diumumkan lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
Disampaikan Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar, perusahaan dituntut untuk meningkatkan skala usaha dan membangun infrastruktur teknologi yang mumpuni agar dapat bersaing dan beradaptasi terhadap perubahan akibat pandemi Covid-19.
“Sejak Covid-19, kita menyaksikan sendiri akselerasi teknologi dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Kami ingin menjadi bagian dari perubahan hidup masyarakat yang semakin digital,” ujar Kharim dalam paparan RUPSLB, Selasa (5/10).
Sebelumnya, Bank Jago sudah menuntaskan right issue tahap pertama pada April 2020, mebukukan dana Rp1,3 triliun. Dana hasil right issue tahap kedua akan digunakan untuk memperkuat modal perusahaan agar dapat memenuhi aturan modal minimum bank sebesar Rp3 triliun.
Selain itu, dana tersebut nantinya digunakan untuk meningkatkan skala bisnis perusahaan, merekrut SDM yang relevan sesuai dengan visi perusahaan, dan mengembangkan teknologi.
Sebagaimana diketahui, Bank Artos resmi berganti nama menjadi Bank Jago pada Juni 2020. Rebranding ini dilakukan pasca akuisisi oleh grup investor yang dipimpin Jerry Ng dan Patrick Waluyo lewat PT Metamorfosis Indonesia (MEI), dan Wealth Track Technology (WTT). Selain itu, Bank Jago juga akan membidik segmen UKM dan ritel.
Bank Jago menargetkan komersialisasi sebagai bank digital pada akhir tahun ini dengan meluncurkan platform aplikasi Life Finance Solution (LFS). Manajemen Bank Jago memastikan bahwa rencana menuju bank digital ini tetap sesuai target awal.
Pada paparan publik virtual Agustus lalu, Bank Jago menargetkan peluncuran LFS akan berbarengan dengan sejumlah produk keuangan digital lainnya. Perusahaan juga tengah mempersiapkan pengembangan teknologi, seperti Open API, microservices, dan cloud untuk memperkuat posisinya di ekosistem digital.
Realisasi bank digital
Sejumlah bank di Indonesia berencana untuk merealisasikan menjadi bank digital tahun ini. BCA melalui Bank Digital BCA ditarget meluncur sekitar Oktober atau November tahun ini dengan akses terbatas, sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Kemudian, Bank Yudha Bhakti (BYB) juga resmi mengganti namanya menjadi Bank Neo Commerce. Dihubungi DailySocial, Direktur Utama Bank Yudha Bhakti Tjandra Gunawan mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu izin dari OJK untuk platform mobile banking.
“Targetnya semua phase [pengembangan] mobile banking bisa dirampungkan pada kuartal I 2021, termasuk teknologi QRIS dalam blueprint kami,” ujarnya dalam pesan singkat.
Sementara itu, BRI juga mempertimbangkan untuk membentuk bank digital. Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi BRI Indra Utoyo mengungkap bahwa perusahaan masih mematangkan konsep dan strateginya saat ini.
Kepada DailySocial beberapa waktu lalu, Indra menyebut bahwa BRI Agro berpeluang untuk dikonversi menjadi bank digital. Produk digital lending Pinang (Pinjam Tenang) menjadi test case awal perusahaan untuk uji coba ke pasar.
“Terkait positioning baru Bank Agro, akan ada jawabannya di waktu yang tepat. Kami belum bisa jawab sekarang [apakah ada produk digital baru selain Pinang]. Namun, strategi digital kami akan tetap go smaller, go shorter, dan go faster. Artinya, kami masuk ke segmen yang lebih kecil, yaitu ultra mikro,” ungkapnya.