Kepastian PHK karyawan yang diumumkan Bakrie Telecom (BTEL) kemarin ternyata berlawanan dengan pernyataan salah seorang Direkturnya pasca kolaborasi dengan Smartfren empat bulan lalu. Hal ini menandakan semakin buruknya kondisi keuangan BTEL yang memaksa pihak manajemen memotong jumlah karyawan hingga di bawah 1000 orang.
Seperti diungkapkan kemarin, Presiden Direktur BTEL Jastiro Abi mengatakan akan mem-PHK 300-400 karyawan BTEL. Rencana pemotongan karyawan ini akan dilakukan kuartal kedua 2015. Saat ini BTEL memiliki 1300 pegawai. Jastiro, seperti dikutip dari sumber yang sama, mengatakan, “Bisnis harus tetap tumbuh. Industri ini sudah mature, kita harus cari jalan supaya tetap sehat, supaya bisa survive.”
Dari awal kolaborasi, memang kami sudah merasa skeptis terhadap pernyataan bahwa BTEL tidak akan mengurangi pegawai. Empat bulan yang lalu, Direktur Compliance dan Risk Management Harya Mitra Hidayat yang kami hubungi menyebutkan bahwa BTEL (pada saat itu) dalam posisi yang cukup efisien untuk beroperasi dalam skema kolaborasi (dengan Smartfren). Mereka membutuhkan tim yang memadai untuk memastikan kolaborasi berjalan dengan lancar.
Lebih lanjut, meskipun nantinya BTEL tidak lagi memiliki jaringan seluler tersendiri, Harya memastikan pihaknya membutuhkan tim teknis yang memadai untuk menyongsong teknologi masa depan yang didukung oleh pemerintah, termasuk penetapan teknologi netral di rentang frekuensi 850 MHz.
Ternyata kenyataan berkata lain. Dengan tidak lagi memiliki jaringan tersendiri, BTEL sudah bukan lagi menjadi perusahaan teknologi. Mereka semata menjadi perusahaan pemasar jasa telekomunikasi dan menumpang ke infrastruktur pihak lain. Bisa dibilang pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan urusan teknis menjadi “beban baru” bagi BTEL. Kami berharap para engineer segera mendapatkan rumah baru yang lebih baik.
Berdasarkan data terakhir yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, di tahun 2014 BTEL mencatat kerugian hingga hampir 2,3 triliun Rupiah. Mereka juga masih berjibaku di pengadilan karena gagal membayar utang obligasi ke kreditor asing senilai $380 juta (lebih dari lima triliun Rupiah).