Dark
Light

Bagaimana Facebook & Twitter Mampu Mengubah Bisnis Telco di Indonesia

1 min read
March 11, 2011

Facebook dan Twitter memang fenomena yang luar biasa, jumlah usernya bertumbuh begitu pesat tidak hanya di belahan dunia barat melainkan sampai ke seluruh penjuru terpencil dunia. Indonesia, dipicu oleh popularitas Friendster begitu mudah mengadopsi Facebook sampai ke jumlah yang jauh mengalahkan Friendster. Adopsi layanan jejaring sosial yang berkembang luar biasa pesat ini tentu menjadi ladang emas tersendiri tidak hanya bagi Facebook dan Twitter sendiri, namun juga bagi perusahaan telekomunikasi.

Telco di Indonesia memang cerdas untuk memanfaatkan fenomena Facebook dan Twitter untuk berjualan paket data internet kepada pengguna. Kini iklan-iklan telco tidak hanya sekedar berjualan SMS dan airtime (telepon) namun juga paket internet yang termasuk Facebook, Twitter, fitur email dan juga chat. Dan bisa dibilang, kampanye ini berhasil menggaet banyak pengguna baru untuk telco yang menawarkan paket data yang murah untuk sekedar Facebook-an. Bahkan beberapa telco pendatang baru-pun langsung berebut posisi sebagai provider-internet mobile dengan paket internet berlangganan bulanan yang murah dan ketersediaan jaringan internet yang cepat.

Bisa ditebak, pengguna-pengguna baru yang dipicu dari keinginan untuk Facebook-an dan Twitter-an ini pun luar biasa banyak, seperti bisa dilihat dari diagram yang saya ambil dari laporan riset Frost & Sullivan dibawah ini.

Dari diagram diatas anda bisa lihat pertumbuhan subscriber dari tahun 2007-2010 melesat cukup tinggi, mendatangkan jumlah pengguna yang banyak untuk para telco company. Apakah Facebook dan Twitter 100% bertanggung jawab atas kenaikan ini? Tentu tidak 100%, namun aman rasanya untuk berasumsi bahwa sebagian besar kenaikan ini memang dipicu oleh popularitas Facebook dan juga Twitter.

Namun dari hasil report yang sama dari Frost & Sullivan, terungkap fakta bahwa pertumbuhan ini tidak disertai dengan meningkatnya jumlah revenue dari telco itu sendiri. Meskipun jumlah subscriber bertambah pesat, ketatnya persaingan menjadikan telco mengimplementasikan strategi harga yang kompetitif, ARPU (Average revenue per user) makin menipis demi menggaet pengguna baru.

Sebelum ada fenomena menurunnya ARPU dikarenakan Internet, sebelumnya ARPU memang sudah terlihat menurun dikarenakan kompetisi antar-telco yang berlomba-lomba menurunkan harga dan memberikan layanan gratis bagi pelanggannya. Hal ini tentu membuat perusahaan telco berusaha untuk mencari sumber revenue selain airtime dan SMS, dan sayangnya berjualan paket data internet ternyata sama kompetitif-nya dan belum menghasilkan revenue yang signifikan bagi telco (meskipun masih bertumbuh).

Dari data ini bisa terlihat bahwa Facebook dan Twitter yang saat ini menjadi komoditas berjualan untuk para perusahaan telco, belum sukses menghasilkan revenue yang signifikan. Alhasil, telco-pun mulai mencari alternatif pos revenue seperti berjualan konten, mobile ad platform, bahkan beberapa telco sudah mulai berinvestasi di tech-startup companies yang mereka inkubasi untuk kemudian menghasilkan layanan konten untuk pelanggan telco tersebut. Dan ada juga yang membuat mobile-payment gateway untuk bisa mengambil ceruk cukup besar dari potensi e-commerce yang masih bertumbuh di Indonesia.

Kemungkinan yang terakhir itu sepertinya lumayan potensial untuk mendatangkan revenue, namun lagi-lagi semua tergantung pada diferensiasi dan kompetisi dengan layanan serupa. Bagaimana analisa anda? Seperti apakah masa depan bisnis telco di Indonesia? Kami tunggu komentar anda dibawah.

Rama Mamuaya

Founder, CEO, Writer, Admin, Designer, Coder, Webmaster, Sales, Business Development and Head Janitor of DailySocial.net.

Contact me : [email protected]

1 Comment

  1. Seperti yang terjadi di luar negeri, konten yang relevan akan jadi salah satu jawaban bagi telco, baik dari sisi pelanggan (menambah pelanggan baru, mempertahankan pelanggan lama) serta meningkatkan ARPU. Dalam konteks Indonesia, menjadi tantangan untuk mengembangkan dan mendistribusikan konten yang relevan bagi para pelanggan, terutama yang ada di bottom end serta price sensitive, dalam kondisi kualitas network yang tidak bagus dan tidak tersebar rata.
    Sudah saatnya telco mempertimbangkan mengurangi share-nya selama ini (40-60% dari EUP) untuk mendorong content owner dan content publisher mendistribusikan konten mereka dengan harga yang kompetitif.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Previous Story

Bomdis: Bom Diskon Setiap Hari

Next Story

Wawancara dengan Martin Hartono Tentang Partnership Kaskus dan GDP Venture

Latest from Blog

Don't Miss

Pengguna X Premium Kini Bisa Gunakan Grok AI

Secara global, Elon Musk mengumumkan peluncuran Grok 1.5 pada akhir

Pentingnya Industri Telekomunikasi untuk Kembangkan Industri Game dan Esports

Nilai dari industri game meroket selama pandemi COVID-19. Bahkan setelah