Melalui juru bicaranya di Indonesia Karun Arya, Uber menyatakan segera meresmikan badan hukumnya di Indonesia. Ditargetkan paling lambat awal tahun 2016 kantor Uber siap beroperasi. Kantor Uber akan didirikan dalam bentuk “perusahaan investasi asing”. Selama ini operasional Uber di Indonesia masih dikelola kantor Uber untuk kawasan Asia Tenggara.
Satu tahun beroperasi di Indonesia, perusahaan asal San Francisco ini memang mendapati banyak masalah, terutama dalam kaitannya dengan legalisasi operasional.
Beberapa kali Organisasi Angkutan Daerah (Organda) dan Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) mempermasalahkan tentang perizinan Uber. Di Indonesia sendiri memang belum ada aturan spesifik yang mengatur sistem transportasi berbasis aplikasi.
Untuk memuluskan kehadirannya di Indonesia, pihak Uber mengaku juga sudah mendiskusikan dengan berbagai pihak di pemerintah, termasuk berkonsolidasi dengan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Uber juga terbuka untuk bersama-sama memberikan masukan kepada pemerintah dalam menggarap regulasi sistem transportasi berbasis aplikasi.
Memantapkan kehadiran di Indonesia untuk lebih memperlihatkan kehadiran Uber pada publik
Persyaratan tentang perizinan kini telah terkirim di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kehadiran Uber sebadai perusahaan berbadan hukum di Indonesia memiliki misi untuk memberikan penjelasan kepada publik, bahwa Uber ingin berkiprah secara legal di Indonesia, termasuk untuk urusan perpajakan yang selama ini menjadi momok di banyak negara.
Hal yang sering menjadi isu ketika sebuah perusahaan asing hadir di Indonesia ialah penyesuaian terhadap regulasi setempat, seperti tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Terlebih untuk bisnis ala Uber belum ada aturan baku yang mengatur. Sudah terlihat di depan bahwa tantangan tak semata-mata tentang strategi bisnis, namun juga pendekatan sosiologis kepada publik.
Dengan adanya kantor berbasis di Indonesia, pelaporan perpajakan akan lebih transparan, karena harus menyesuaikan diri dengan regulasi lokal yang ada.
Pesaingnya, GrabTaxi, sebelumnya juga telah meresmikan legalitas perusahaannya di Indonesia. Bahkan langkah GrabTaxi diteruskan dengan menjalin kerja sama dengan dengan perusahaan transportasi lokal untuk mematangkan layanannya. Perusahaan lain yang juga memiliki basis besar di Indonesia, misalnya Twitter, sedang dalam proses mengurus entitas badan hukumnya.
Setidaknya, dengan memiliki kantor lokal, bisnis dapat lebih terkustomisasi menyesuaikan kultur yang ada. Sangat diyakini jika regulasi bisnis masih bergantung dengan aturan pusat atau regional, akan sering terjadi benturan kepentingan antara penyesuaian unsur lokal dan kebijakan bisnis yang ada.