Draf peraturan Menkominfo tentang tata kelola penyelenggara sistem elektronik (PSE) lingkup privat sudah diselesaikan. Beleid yang terdiri dari 9 bab dan 34 pasal tersebut secara spesifik mengatur detail teknis pengelolaan data dan sistem elektronik yang bersentuhan dengan pengguna di Indonesia. Sekaligus merinci secara lebih teknis aturan di PP No. 71 Tahun 2019 tentang PSE yang sebelumnya diterbitkan.
Penyusunan aturan ini cukup dikebut, pasca Presiden Joko Widodo menyampaikan di acara Indonesia Digital Economy Summit 2020 oleh Microsoft Indonesia, untuk memuluskan rencana investasi perusahaan teknologi asing dalam pengembangan pusat data di Indonesia. Kabarnya saat ini rancangan aturan tengah bersiap dilimpahkan ke Menkopolhukam untuk ditinjau.
Cakupan aturan
Aturan ini mengakomodasi informasi elektronik, dokumen elektronik, dan sistem elektronik sebagai objek. Sementara subjeknya adalah penyelenggara sistem elektronik di tingkat perorangan, badan usaha dan masyarakat – baik melakukan transaksi elektronik untuk keperluan sendiri maupun orang lain.
Dalam draf per 10 Maret 2020, tepatnya di pasal 3, disampaikan bahwa setiap pelaku PSE lingkup privat wajib melakukan pendaftaran untuk dapat diawasi pemerintah. Mereka ada orang/usaha di bidang penawaran/perdagangan barang dan jasa, layanan transaksi keuangan, pengirim materi atau muatan digital berbayar, pengembang layanan komunikasi, layanan mesin pencari dan platform yang memproses data pribadi.
Pendaftaran dilakukan melalui online single submission, dengan syarat utama memberikan detail pengoperasian sistem, memastikan keamanan informasi dan komitmen perlindungan data pribadi. Dalam informasi pengoperasian sistem yang harus disetor meliputi nama sistem, sektor, situs web, domain dan IP server, model bisnis, fungsi sistem, data pribadi yang diproses dan lokasi hosting. Selain itu usaha yang melakukan pendaftaran juga wajib menyertakan informasi mengenai badan hukum, NPWP dan NIK penanggung jawab.
Untuk PSE lingkup privat asing diatur dalam pasal 5, menyiratkan prasyarat informasi yang sama dengan di atas, dilengkapi identitas perusahaan asing tersebut dan dokumen pendukung berbahasa Indonesia. Kementerian akan menentukan, apakah perusahaan terkait diizinkan atau tidak.
Mekanisme aturan
Setiap pendaftaran akan diverifikasi oleh Kementerian, untuk selanjutnya akan diterbitkan tanda terdaftar sebagai PSE lingkup privat. “Lisensi” terdaftar tersebut akan berlaku selama 5 tahun sejak tanggal diterbitkan dan wajib diperpanjang secara berkelanjutan, jika pelaku usaha terkait masih melakukan operasional di Indonesia.
Informasi dan data elektronik yang terkandung juga harus dipastikan tidak melanggar ketentuan undang-undang, termasuk bersifat meresahkan masyarakat. Di pasal 14 juga ditegaskan, untuk platform berbasis user-generated content harus memiliki tata kelola mengenai informasi atau data yang dihimpun, mengingat sistem seperti itu konten sepenuhnya dibuat dan dikelola pengguna. Tata kelola dimaksudkan menegaskan kembali hak dan kewajiban pengguna, termasuk ketentuan pertanggungjawaban pemilik platform jika terjadi isu. Setiap sistem harus memiliki saranan dan layanan penyelesaian pengaduan.
Peran penyedia konektivitas internet (ISP) juga turut ditegaskan, termasuk dalam kaitannya dengan kerja sama melakukan pemutusan akses (blokir) jika diperlukan.
Mencerna beleid
Melihat subyek-subyek yang disebut dalam pasal-pasal awal, maka aturan tersebut dimaksudkan untuk pelaku digital, yakni siapa saja yang mengembangkan layanan berbasis aplikasi, situs web atau sejenisnya yang digunakan oleh masyarakat umum. Secara khusus disebut mesin pencari, user-generated content di dalamnya termasuk media sosial, layanan konten berbayar alias OTT bahkan layanan komputasi awan di pasal 17.
Kewajiban menyertakan badan usaha, NPWP dan NIK sebenarnya juga menjadi indikasi baik – memaksa setiap pemain asing untuk memiliki kehadiran di sini. Kendati belum dirinci secara detail perihal perpajakan atau melaporkan pendapatan. Di sisi lain, aturan ini memang menjadi angin segar bagi para pelaku bisnis teknologi untuk secara legal memantapkan bisnis di tanah air.
Dalam sebuah kesempatan Menkominfo memang menyampaikan, bahwa Permen ini dibuat sesederhana mungkin untuk muluskan investasi perusahaan teknologi global yang ingin membangun pusat data di Indonesia. Seperti diketahui Microsoft, Google, Amazon, Alibaba dan lain-lain berencana melakukan hal tersebut.
Sejak PP 71/2019 disahkan, beberapa kalangan di industri memang cukup khawatir. Sebagai pengingat, berikut beberapa poin yang ada dalam beleid tersebut:
- PSTE dibagi menjadi dua yakni publik dan privat.
- PSTE terbebas dari tanggung jawab jika dalam keadaan terpaksa atau berasal dari kesalahan pengguna.
- PSTE tunduk terhadap regulasi yang berlaku di Indonesia termasuk soal konten informasi yang tak sesuai ketentuan negara.
- Pengakuan hak right to be erased dan right to delisting dari mesin pencari atau platform informasi elektronik lainnya.
- PSTE privat boleh melakukan pengelolaan, pemrosesan, dan/atau penyimpanan sistem elektronik dan data di luar negeri.
Dari sekian poin dalam aturan baru tersebut, pasal 21 ayat 1 menjadi sorotan utama bagi pelaku industri lokal. Misalnya Asosiasi Cloud Computing Indonesia yang menilai bagian tersebut berlawanan dengan visi Presiden Joko Widodo yang menekankan kedaulatan data, karena justru mengizinkan sektor privat memiliki pusat data di luar negeri.
“Data di sektor publik itu hanya 10 persen, berarti 90 persen data kita ada di sektor privat. Ini berarti 90 persen data kita lari ke luar Indonesia. Kalau sudah begitu bagaimana bisa melindungi dan menegakkan kedaulatan data kita ketika datanya di luar yurisdiksi,” ujar Ketua Asosiasi Cloud Computing Indonesia Alex Budiyanto.
Sejauh ini, pasal 21 ayat 1 menjadi sumber kontroversi dari PP 71/2019 ini. Kendati demikian, perlu diperhatikan juga dalam pasal 21 ayat 3 terdapat klausul yang mewajibkan penyelenggara layanan memberikan akses kepada pemerintah dalam rangka pengawasan dan penegakan hukum.
“Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat wajib memberikan Akses terhadap Sistem Elektronik dan Data Elektronik dalam rangka pengawasan dan penegakan hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” demikian bunyi pasal 21 ayat 3.