Baru-baru ini aturan game di Tiongkok sedang jadi perbincangan hangat setelah Tencent mengumumkan penutupan PUBG Mobile di negara tersebut. Menariknya adalah tidak hanya menutup, tapi Tencent menggantinya dengan game baru yang memiliki gameplay serta tampilan visual, namun tanpa unsur-unsur kekerasan. Tampilan darah sama sekali dihilangkan, dan adegan kematian pemain pun diganti dengan karakter yang melambaikan tangan lalu menghilang.
Rupanya, tidak hanya PUBG Mobile yang terkena sensor seperti itu, melainkan semua game yang beredar di Tiongkok mulai sekarang. Dikabarkan oleh Gamasutra, pemerintah Tiongkok ternyata sekarang menerapkan aturan bahwa segala macam wujud darah tidak boleh ada di video game. Dulu pengembang game masih bisa mengakali kekerasan ini dengan menggunakan “cairan berwarna” sebagai pengganti darah, namun kini cara itu pun dilarang. Tidak hanya darah secara eksplisit, tapi segala hal yang bisa diartikan sebagai darah sama sekali tidak diperbolehkan.
Satu lagi aturan tambahan yang baru diterapkan adalah dilarangnya penggunaan kata “bunuh” di dalam game. Ini termasuk seluruh teks yang ada, mulai dari dialog, deskripsi barang, narator, hingga judul game itu sendiri. Bayangkan betapa besar imbasnya. Berbagai game MOBA yang biasanya menggunakan kata-kata seperti “double kill, triple kill” kini harus mengalami perombakan. Begitu juga dengan game yang memiliki judul semacam Killing Floor, atau Danganronpa V3: Killing Harmony.
Aturan ini juga mengikat game yang sudah mendapat lisensi untuk terbit di Tiongkok. Bila ternyata suatu game melanggarnya, bisa jadi lisensi itu ditarik kembali hingga developer melakukan perubahan. Sebelumnya pemerintah Tiongkok juga telah menerapkan aturan anti kekerasan yang melarang adanya tampilan mayat, tengkorak atau tulang-belulang, organ dalam manusia, pemotongan bagian tubuh, dan sebagainya. Namun aturan kali ini semakin mempersempit ruang kreatif para developer di sana.
Meski memang sangat ketat, Tiongkok adalah pasar gamer yang sangat besar, jadi bagi banyak developer aturan ini adalah harga yang tidak terlalu mahal untuk dibayar. Gamasutra memberi saran pada para developer untuk siap menciptakan game yang “China-ready”, antara lain dengan langkah-langkah berikut:
- Menciptakan animasi alternatif untuk kematian. Karakter yang melambai lalu menghilang di Game for Peace adalah salah satu contoh, tapi selain itu masih ada cara lainnya. Misalnya membuat karakter berubah menjadi asap seperti di Clash of Clans.
- Menggunakan efek pertarungan ala komik. Di berbagai komik terutama komik Amerika, adegan pertarungan disertai dengan efek-efek balon suara untuk dramatisasi. Cara ini bisa juga diterapkan di video game.
- Menggunakan efek visual lain untuk mengganti darah. Bukannya memunculkan cipratan cairan dari bekas luka, developer bisa menggantinya dengan asap putih ketika ada tokoh tertembak atau tersabet senjata tajam.
- Memberi opsi untuk menyala-matikan kekerasan. Fitur “toggle violence” sudah cukup lumrah ada bahkan sejak sebelum aturan ini diterapkan. Membuat setiap game memiliki fitur ini adalah langkah yang bijak.
- Mencari inspirasi dari game ramah anak. Banyak game yang dirancang agar bisa dimainkan oleh semua umur. Game semacam ini masih memunculkan kekerasan, namun dengan cara yang tidak eksplisit sehingga bisa dimainkan anak-anak. Developer bisa meniru cara-cara animasi kekerasan tersebut dalam game mereka.
Contoh developer yang terbuka terhadap adaptasi aturan Tiongkok adalah Yodo1Games, developer di balik game populer Hand of Fate. Di akhir tahun 2017 lalu mereka merilis video yang menunjukkan perubahan-perubahan dalam rangka menyiapkan game tersebut untuk pasar Tiongkok. Anda dapat melihatnya di bawah, dan mungkin bila Anda developer, mencari inspirasi darinya.
Sumber: Gamasutra via Niche Gamer