15 February 2019

by Yoga Wisesa

Asus Mendamaikan AMD dan Nvidia Demi Tawarkan Laptop 'Kelas Pro' Terjangkau

Inilah realisasi semangat Hari Valentine di ranah teknologi.

Apapun produknya - otomotif, PC, ataupun smartphone - fans garis keras akan selalu ada. Umumnya, merekalah pencetus perdebatan panas antar pengguna brand berbeda, yang membuat internet selalu 'meriah'. Sebagai pionir di segmen teknologi grafis komputer personal, Nvidia dan AMD ialah dua nama yang terus berkompetisi, dan persaingan itu melahirkan istilah kubu merah dan hijau.

AMD dan Nvidia tentu punya kekuatan serta kelemahannya sendiri. AMD berpengalaman di bidang produksi prosesor, dan menyajikan teknologinya lewat console game serta laptop kelas menengah; sedangkan rivalnya mendominasi ranah notebook high-end. Asus menyadari ada elemen-elemen terbaik yang bisa diadopsi dari kedua brand untuk menghadirkan produk dengan aspek price vs. performance paling optimal ke konsumen casual.

Inilah ide di belakang peracikan VivoBook Pro F570. Ia adalah salah satu laptop terunik Asus: komposisinya sedikit mengingatkan kita pada notebook gaming entry-level, namun bukannya masuk ke kelas TUF Gaming, ia malah jadi anggota keluarga VivoBook. Ada dua komponenen yang ditonjolkan oleh sang produsen PC Taiwan itu: eksistensi dari prosesor AMD Ryzen mobile dan kartu grafis Nvidia GeForce GTX 1050.

Asus VivoBook Pro F570 meluncur resmi di Indonesia tepat di hari Kasih Sayang pada tanggal 14 Februari kemarin. Selain mendamaikan kedua kubu, F570 juga sangat bersahabat buat kantong kita. Tapi sebelum membahas harga, mari kita ulik dulu apa saja yang ditawarkan oleh Asus.

 

Desain dengan sensasi gaming

Sebagai varian laptop Asus paling high-end, ZenBook bisa dikatakan sebagai kiblat desain bagi VivoBook yang lebih terjangkau. Pelan-pelan, desain VivoBook jadi bertambah elegan dan ramping, dengan tubuh lebih ringan dan bingkai layar lebih tipis. Namun varian Pro ini sedikit berbeda karena tema gaming  juga terasa di sana. Potongan tubuhnya bersudut, didominasi warna hitam dan dihias garis biru 'petir' yang mengelilingi bagian layar dan touchpad, serta mengisi logo Asus di depan dan belakang.

Asus mengimplementasikan finishingbrushed dengan pola garis berbeda di permukaan tubuh F570. Di bagian punggung, efek ini segera mengingatkan saya pada model Strix. Ia memang belum memanfaatkan thin bezel, tetapi Asus sama sekali tak melupakan aspek portabilitas. Laptop ini berketebalan kurang dari 2,2cm dan mempunyai bobot 1,96-kilogram.

Volume yang tak terlalu kecil memungkinkan Asus menyertakan sejumlah port fisik krusial: USB 2.0 dan 3.0, USB 3.1 type-C, port audio combo, HDMI, card reader MicroSD, dan LAN. Saat mencobanya kemarin, saya juga melihat kehadiran webcam di atas layar (beresolusi HD) serta sensor pemindai sidik jari di dalam area touchpad. Keyboard-nya cukup lengkap, memiliki backlight LED putih dengan numpad yang dipadatkan ke tombol kursor arah.

Di presentasinya, head of PR Asus Indonesia Muhammad Firman menyampaikan bagaimana perusahaan ini menguasai market share laptop berlayar 15-inci, dengan persentase sebesar 51,8 persen. F570 diarahkan buat memperkuat cengkeraman Asus di sana, menyuguhkan resolusi 1080p, tingkat kecerahan 200-nit yang ditopang oleh software Asus Spelended untuk mengoptimalkan warna.

Namun untuk sebuah laptop kelas pro, F570 tampaknya belum dibekali layar yang bisa mereproduksi warna dengan betul-betul akurat. Dari lembar spesifikasi, jangkauan warnanya berada di 45 persen NTSC. Meski mungkin tak ada kendala jika dipakai menonton atau bermain game, setup ini boleh jadi belum cukup memuaskan bagi desainer atau fotografer.

 

Hardware persembahan AMD dan Nvidia

VivoBook Pro F570 menghidangkan opsi prosesor AMD Ryzen 5 2500U atau Ryzen 7 2700U, dipadu bersama kartu grafis GeForce GTX 1050 4GB, dan dilengkapi RAM DDR4 8GB (dapat diekspansi sampai 16GB). Versi Ryzen 5 ditopang penyimpanan berupa hard disk 1TB sedangkan model Ryzen 7-nya turut dibekali SSD M.2 256GB. Di sesi presentasi yang dibawakan oleh Armawati Cen dari AMD, Ryzen 2500U kabarnya mampu mengungguli Intel Core i5 8250U, sedangkan Ryzen 2700U merupakan opsi yang lebih baik dibanding i7 8550U.

Melalui sedikit riset di internet, saya menemukan bahwa F570 sebetulnya juga menawarkan pilihan berprosesor Intel, tapi hanya model Ryzen yang baru Asus bawa ke Indonesia. Hal menarik di sini adalah, VivoBook Pro F570 masih menyimpan chip grafis terintegrasi AMD, yakni Radeon Vega 8 dan Radeon RX Vega 10.

Menurut produsen, komposisi hardware F570 memastikannya siap menekel beragam jenis tugas. Ia bisa menjadi perangkat ideal untuk bekerja dan menghibur diri. Lalu harganya yang ekonomis membuat produk ini mudah dijangkau beragam kalangan, dari mulai pekerja hingga pelajar. Asus sendiri cukup percaya diri untuk bilang bahwa lapop VivoBook Pro anyar ini mampu menangani game-game 'esports populer'.

Sebelum acara dimulai, saya berkesempatan untuk menguji kemampuan F570 berbekal Battlefield 1. Saya tak sempat mengecek menu grafis, tetapi game shooter EA itu berjalan cukup mulus. Bahkan di adegan-adegan yang dipenuhi NPC dan efek partikel, saya tidak merasakan ada penurunan frame rate secara signifikan - walaupun frame rata-rata tampaknya belum mencapai 60 per detik. Selain Battlefield 1, Asus mendemonstrasikan kapabilitas F570 lewat Far Cry 5.

 

Harga dan ketersediaan

Asus VivoBook Pro F570 sudah mulai dipasarkan di Indonesia. Varian Ryzen 5-nya bisa Anda miliki cukup dengan mengeluarkan uang Rp 11,8 juta saja. Tapi untuk mendapatkan tipe Ryzen 7, Anda perlu menyiapkan modal sebesar Rp 14 juta dan memesannya via JD.id.