Industri e-commerce Indonesia sedang dalam grafik yang menanjak. Sudah banyak pihak yang memprediksikan tren ini terus berlanjut selama beberapa tahun ke depan. Semakin populernya e-commerce di Indonesia ternyata membuat banyak pihak menuai keuntungan. Tak hanya pelaku e-commerce, industri seperti jasa logistik pun turut menikmati hasilnya.
Disampaikan Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita, bisnis e-commerce telah berhasil mendongkrak pendapatan bisnis jasa titipan atau kurir hingga 30% atau mencapai Rp 50-70 triliun. Peningkatan ini terjadi berkat integrasi layanan dengan sistem online.
Peningkatan tersebut kebanyakan terjadi di wilayah Jabodetabek dan pulau Jawa. Beberapa waktu lalu hal senada juga disampaikan Ketua Bidang Hukum dan Advokasi DPW Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Jateng Elvis Wendri. Elvis memaparkan bahwa pendapatan untuk jasa pengiriman di Jawa Tengah bisa tembus hingga $15 juta.
“Ke depan kalau e-commerce terus berkembang, maka bisnis jasa titipan akan sangat cerah,” ujar Zaldy.
Di balik itu semua Zaldy masih menyayangkan masih banyaknya perusahaan jasa titipan yang belum mampu terintegrasi dengan layanan e-commerce. Menurutnya masih banyak perusahaan yang belum mampu membangun sistem informasi teknologi yang solid. Selain itu ia juga menekankan akan kebutuhan sumber daya manusia yang mumpuni untuk mampu menerapkan sistem e-commerce.Lebih jauh Zaldy juga mengomentari tentang pentingnya infrastruktur dan pergudangan. Ia menuturkan bahwa pertumbuhan jasa penitipan juga dibarengi dengan kebutuhan gudang. Sektor pergudangan mengalami peningkatan 10 persen. Permintaan gudang di luar Pulau Jawa meningkat disebabkan oleh berkembangnya infrastruktur di daerah.
“Permintaan gudang meningkat untuk luar Jawa dengan mulai banyaknya proyek-proyek yang berhubungan dengan infrastruktur mulai dibangun,” kata Zaldy.
Jika jasa logistik bisa tumbuh berkat industri e-commerce, pelayanan prima jasa logistik sangat dibutuhkan untuk mendukung adopsi budaya belanja online. Data APJII tahun 2014 menyebutkan alasan terbesar masyarakat enggan berbelanja online lantaran lamanya proses pengiriman.