Judul di atas merupakan salah satu hal yang ditegaskan oleh Serkan Toto, seorang Jerman yang bermukim di Jepang dan merupakan kontributor untuk Techcrunch, dalam keynote di ajang SparxUp Conference 2011. Memang seperti yang kita tahu kebanyakan startup di Asia cenderung merupakan clone dari apa yang yang sudah dihasilkan di Amerika Serikat, bukan berarti clone itu jelek karena banyak juga clone yang sukses diakuisisi ataupun mendapatkan pendanaan puluhan hingga ratusan juta dollar. Pun clone bukanlah monopoli startup di Asia. Di Eropa atau bahkan di Amerika Serikat sekalipun praktek clone lazim terjadi.
Ternyata, negara-negara di Asia tidak hanya mampu membuat clone ataupun imitasi. Serkan mengidentifikasi ada tujuh hal di mana negara-negara di Asia menjadi pionir. Berikut adalah daftarnya:
- Mobile Web — Pertama kali dikembangkan di Jepang tahun 1999 oleh NTT DoCoMo. Apa jadinya ponsel modern jika tidak ada inovasi ini?
- Online Gaming — Pertama kali dikembangkan di Korea tahun 1996, dengan Nexon’s The Kingdom of the Winds sebagai permainan MMORPG pertama
- Virtual Goods — Yang sekarang ngetop untuk membayar permainan-permainan Zynga di Facebook ternyata pertama hadir di Korea tahun 1999 oleh Cyworld yang fokus di jejaring sosial
- E-Publishing — Bukan Amazon, melainkan Sony yang pertama kali meluncurkan tablet khusus untuk membaca buku secara digital dengan PRS 500 di tahun 2006
- Broadband — Yang ini lebih berkaitan dengan infrastruktur dan tidak ada yang bisa membantah jika Korea, Jepang, dan Hong Kong adalah jawaranya sejak tahun 1998. Rekor dicapai di Korea dengan penetrasi broadband sebesar 94% di tahun 2000
- QR Codes — Ternyata sudah ada di Jepang sejak tahun 1994 dan dipakai pertama kalinya oleh Denso Wave, anak perusahaan Toyota
- Mobile Social Gaming — Setelah Online Gaming dimulai di Korea, sepuluh tahun berikutnya mobile social gaming dimulai di Jepang melalui DeNA. Saat ini DeNA sudah meraup $1.3 miliar dengan permainan berbasis sosial
Memang pionir inovasi di atas berkutat antara Jepang dan Korea saja, tapi ini membuktikan bahwa inovasi tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Barat saja karena justru inovasi dari Asia banyak yang mengubah wajah Internet dunia saat ini. Bisa dibayangkan jika ada satu atau dua inovasi di atas yang tidak pernah terwujud?
Ada banyak problem yang dihadapi supaya iklim kreatif di Asia bisa sebaik di Amerika Serikat. Dari berbagai faktor tersebut, Serkan mengatakan jika harus memilih satu faktor saja, menurut dia adalah kurangnya startup teknologi yang berkualitas. Artinya memang untuk meningkatkan kualitas produk dan kompetisi antar startup, yang harus digenjot adalah peningkatan jumlah startup yang berkualitas terlebih dahulu.
Secara umum kondisi di Indonesia tidak jauh berbeda. Mungkin terlalu muluk untuk menargetkan adanya pionir inovasi dalam waktu dekat, tapi dengan semakin menjamurnya industri kreatif dan bahkan telah menjadi suatu kementerian sendiri di bawah payung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, saya berharap terjadi kontinuitas kreativitas untuk menonjolkan keunikan Indonesia di dunia. Syukur-syukur jika nantinya bakal ada orang Indonesia yang mampu untuk mencuatkan inovasinya sampai mendapatkan pengakuan sebagai pionir secara internasional.
Yang penting sekarang adalah peningkatan kualitas startup teknologi secara berkelanjutan. Berdasarkan hasil SparxUp dua tahun ini, ada sedikit peningkatan untuk jumlah startup yang layak untuk dinilai. Semoga jumlah tersebut bakal terus meningkat seiring dengan semakin matangnya perkembangan dunia startup teknologi di Indonesia.
Bagi Anda yang ingin membaca secara lengkap keynote Serkan Toto di acara SparxUp Conference, berikut saya lampirkan slide-nya: