Jika berbicara seputar populasi produk teknologi informasi dan komunikasi, terutama dari sisi pengembang, produk luar saat ini sangat mendominasi. Mulai dari sistem operasi komputer hingga aplikasi ponsel, semua masih disodorkan oleh vendor luar. Apakah produk lokal punya kesempatan bersaing, bahkan mendominasi, konsumsi aplikasi di Indonesia?
Dalam sebuah kesempatan Menkominfo Rudiantara menyampaikan bahwa pihaknya ingin mulai membiasakan masyarakat dengan solusi IT lokal, terutama untuk memenuhi kebutuhan komputasi ringan, seperti komunikasi. Meskipun Rudiantara menyadari bahwa populasi aplikasi luar, seperti WhatsApp, Path, Facebook dan produk OTT (Over The Top) lain sudah mendarah daging di masyarakat Indonesia, ia yakin bahwa produk lokal lambat laun akan menggantikannya, terutama untuk menggerus produk OTT luar.
Menilik daya saing aplikasi lokal
Pertama tentu kita sepakat bahwa Indonesia merupakan pangsa pasar besar bagi produk-produk OTT seperti aplikasi media sosial, messenger dan sejenisnya. Baru-baru ini startup asal Finlandia Jongla juga mencoba bertahan di pasar Indonesia, berharap mendapat keuntungan dari besarnya populasi pengguna perangkat mobile Indonesia. Sebelumnya aplikasi messenger unik lainnya, Wisper yang berbasis di Singapura, mencoba menawarkan pengalaman lain dalam berkirim pesan.
Lalu, pernahkah mendengar atau menggunakan aplikasi Zohib Messenger, Smiles Messenger, RightHere Messenger atau LiteBIG Messenger? Tak banyak yang tahu, apalagi menggunakan, produk-produk lokal tersebut. Dari sisi inovasi dan pemasaran, mereka tak mampu bersaing. Setidaknya belum ada dalam lingkungan pertemanan kami yang mencoba menawarkan layanan lokal tersebut karena kemudahan dan fitur yang ditawarkannya.
Bagai semut melawan gajah
Aplikasi-aplikasi OTT yang saat ini berkuasa rata-rata mendapatkan naungan dari perusahaan internet rakasasa atau diselimuti dengan pendanaan yang sangat besar. Saat mereka tengah fokus terhadap ekspansi, produk lokal masih dalam tahap penjajakan inovasi. Melihat dari sisi pangsa pasar, seperti seekor semut melawan seekor gajah. Lantas apakah mungkin untuk menggeser ketergantungan masyarakat untuk beralih ke produk lokal?
Semut adalah kecil, kelebihannya bisa menjangkau celah kecil yang tidak bisa dimasuki oleh gajah. Meskipun kualitas produk mau tak mau menjadi landasan paling mendasar bagi sebuah produk untuk diminati, namun strategi dan sinergi untuk membangun pasar penting untuk digaungkan. Menjangkau celah kecil bisa dimulai dari tren yang sederhana.
Menggarap isu privasi akan produk luar dengan data yang dikuasai pihak luar dapat menjadi momentum pemasaran, menyajikan konten dan pendekatan yang erat kaitannya dengan pengguna lokal juga dapat menjadi poin plus. Namun faktanya angle yang pas masih susah ditebak, dan tetap saja, menggoyah seekor gajah yang berdiri bagi semut adalah hal yang sangat melelahkan.
Sinergi dan perlindungan pemerintah
Semangat Rudiantara menjadi angin segar bagi pengembang produk di dalam negeri. Kominfo sebagai satu pihak yang memayungi industri startup dalam negeri sejatinya bisa melakukan banyak hal, terutama dengan mempelajari hal apa yang bisa dilakukan oleh pengembang lokal untuk mengembangkan bisnisnya.
Sebagai bagian dari kekuasaan, Kominfo memiliki kontrol dan jaringan yang kuat dalam kaitannya dengan industri teknologi. Menghubungkan produk lokal dengan rekanan korporasi yang mumpuni bisa menjadi salah satu sinergi yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Menggandeng industri telekomunikasi bisa menjadi salah satu upaya memprioritaskan inovasi produk OTT lokal.
Memberikan perlindungan kepada produk lokal bukan berarti antipati dengan produk luar. Kita harus menciptakan budaya menggunakan produk lokal sebagai bagian “agenda revolusi”. Di sisi lain harus ada peningkatan kualitas dari pengembang lokal untuk memastikan produk yang dibuatnya bisa bersaing dengan layanan asing dan menjadi pilihan konsumen lokal.
Di Tiongkok misalnya, meski mungkin kebanyakan produk lahir dari batasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap layanan asing, WeChat bisa menjadi layanan yang mengglobal karena kualitas produk dan pola pikir pengembangnya yang ingin menciptakan produk berkelas dunia. Semua faktor tersebut harus dipenuhi agar kita dapat memenuhi premis awal, yaitu mendominasi konsumsi aplikasi dengan produk lokal.