Agile Indonesia Conference 2017 akan segera dilaksanakan, menghadirkan banyak ahli perencanaan pengembangan perangkat lunak “Agile” baik dari Indonesia ataupun luar negeri. Salah satu pemateri yang akan hadir adalah Renee Troughton, Founder Unbound DNA dan Enterprise Agile Coach.
Dalam sebuah kesempatan, Renee memberikan pandangannya tentang ragam metodologi dan pendekatan yang ia sering ajarkan dalam pengembangan produk perangkat lunak.
“Saya adalah seorang polymath yang penuh gairah. Saya ingin membuat dunia lebih baik melalui menemukan cara kerja baru dan membagikannya kepada orang lain. Saya tidak akan mengatakan bahwa saya hanya seorang pelatih Agile, saya menggunakan banyak metodologi dan pendekatan yang berbeda, mencoba untuk fokus pada sains dan apa yang terbukti bekerja dalam kenyataan,” ujar Renee memperkenalkan dirinya.
Dalam konferensi mendatang, scaling adalah salah satu tema pembahasan yang akan dibawakan Renee. Akan cukup menantang, pasalnya dalam konsep pengembangan masalah skalabilitas belum populer di Indonesia. Dalam blog tentang Agile yang sering ditulis, Renee membahas secara mendetail “Scaling Agile Tricks”.
Dari tulisan tersebut disimpulkan empat prinsip utama dalam scaling, yaitu: (1) mengurangi handoff dan dependensi, (2) memperbaiki arus proses, (3) memvalidasi dan memperbaiki hingga menjadi sesuatu yang benar, dan (4) terakhir mengintegrasikan Agile, Lean dan Desain Thinking. Namun demikian, Renee menggarisbawahi, empat prinsip dasar tersebut harus mampu berjalan beriringan untuk terciptanya sebuah hasil proses yang utuh.
Antara Scrum dan Kanban
Di Indonesia, khususnya di kalangan korporasi, Scrum menjadi pendekatan primadona. Di sisi lain, Kanban adalah salah satu pendekatan yang didalami oleh Renee. Ia menjelaskan karakteristik dan perbedaan di antara keduanya.
“Mungkin perbedaan utama antara Scrum dan Kanban akan berada pada pendekatan dasarnya. Di Scrum, tim merasa bahwa proses tersebut menggantikan proses pengembangan yang ada. Di Kanban, adopsi dimulai dengan apa yang dilakukan sekarang dan menambahkan beberapa praktik dan prinsip ekstra,” jelas Renee.
Ia juga menambahkan, selain dari sudut pandang adopsi dalam memulai, perbedaan inti kedua adalah dalam timeboxing. Scrum memiliki timeline yang jelas dan teratur, sedangkan Kanban lebih berfokus pada arus yang terus menerus dan terkelola. Scrum cenderung memiliki manajemen visual yang sangat sederhana dengan pekerjaan dipecah menjadi “To Do”, “Doing”, dan “Done”. Di Kanban, pekerjaan tidak dipecah menjadi beberapa tugas, namun sebaliknya, pengelolaan visual merupakan representasi arus kerja menurut kelas pelayanan.
Lalu lebih baik yang mana untuk diterapkan di korporasi? Selengkapnya akan dibahas dan didemokan oleh Renee Troughton pada sesi Agile Indonesia Conference 2017. Selain membahas tentang Scrum dan Kanban, konsep Holacracy dari Brian Robertson turut akan disampaikan Renee.
Para profesional IT, manajer proyek perangkat lunak, manajer produk, programmer, tester dan komponen lainnya yang tertarik untuk mengikuti konferensi ini dapat segera mendaftarkan diri melalui laman resmi Konferensi Agile Indonesia http://2017.agileindonesia.org.
–
Disclosure: DailySocial merupakan media partner Konferensi Agile Indonesia.