Namanya seperti merek bir lokal, markasnya berada di Tiongkok, dan pendirinya adalah eks karyawan Google. Brand yang saya maksud adalah Anker, yang di titik ini sudah bisa disebut sebagai rajanya power bank. Hal ini tidak mengagetkan mengingat dari awal berdiri di tahun 2011 Anker sudah memusatkan fokusnya ke dunia perbateraian.
Power bank buatan Anker amatlah bervariasi, mulai dari yang berkapasitas 3.350 mAh, sampai yang sebesar aki mobil dan berkapasitas 434 Wh (± 120.000 mAh). Perangkat yang terakhir itu dihargai $500, sehingga banyak konsumen yang sudah enggan lebih dulu sebelum benar-benar mempertimbangkan kegunaannya di saat listrik mati maupun ketika berkemah.
Di CES 2018 kemarin, Anker menyingkap penawaran serupa yang sedikit lebih rasional. Namanya Anker PowerHouse 200, dan sesuai perkiraan, menawarkan kapasitas 200 Wh dalam dimensi yang lebih ringkas. Bobotnya tidak sampai 3,2 kg, setidaknya satu kilogram lebih ringan dibanding kakaknya yang berkapasitas dua kali lipat itu tadi, dan kalau melihat gambarnya, handle-nya terkesan lebih nyaman di tangan.
Daya sebesar itu bisa disalurkan melalui tiga port USB dan satu colokan listrik AC berdaya maksimum 100 W untuk berbagai macam perabot elektronik, macam kulkas mini yang menjadi bawaan wajib selagi berkemah. Perangkat turut mengemas satu port USB-C PD (Power Delivery) yang dapat difungsikan sebagai output maupun input (untuk mengisi ulang sang power bank itu sendiri) dengan daya maksimum 60 W.
Harganya tentu saja jauh lebih terjangkau dibanding kakaknya, meski masih tergolong mahal di angka $300. Kendati demikian, kalau listrik di kediaman Anda sering mati atau Anda kerap bepergian ke daerah pelosok, PowerHouse 200 pastinya bisa menjadi sumber listrik darurat yang ideal saat mulai dipasarkan pada musim panas mendatang.
Sumber: Android Police.