Dalam dunia digital di Indonesia, sektor e-commerce telah menjadi primadona. Fenomena ini ditunjukkan dengan tak hanya menjamurnya toko-toko online lokal, namun juga invasi pemain e-commerce besar dari luar negeri yang masuk ke Indonesia. Alasan utama yang sering dijadikan alasan pemain luar untuk memperluas jaringan ke Indonesia, adalah pasar yang besar.
Dengan jumlah populasi yang besar dan pengguna ponsel yang terus meningkat, memberikan peningkatan yang berarti pada individu yang online secara aktif. Ini juga disinyalir menjadi sebuah pergeseran gaya hidup, saat ini orang memenuhi kebutuhan dengan belanja online.
Kemudahan akses internet dan peluang usaha kecil untuk memasarkan produknya secara online juga terbuka luas. Saat ini jika ingin membuka usaha dapat memulainya melalui sosial media seperti Facebook, Twitter atau Instagram. Media sosial yang memang tidak diperuntukan untuk berjualan, bagi sebagian orang menjadi sebuah potensi membuka lapak dan menawarkan produknya. Hal ini juga terjadi pada platform layanan pesan seperti BBM.
Selain media sosial juga tersedia layanan online marketplace yang memberikan wadah bagi UMK untuk berjualan secara online. Ini memudahkan dua belah pihak, sebagai merchant untuk menawarkan produknya, sekaligus kemudahan konsumen mendapatkan barang kebutuhannya.
Dengan makin maraknya perdagangan online, tak hanya membuktikan bahwa Indonesia sebuah market yang luas. Namun tumbuhnya jiwa wirausaha yang mencari peluang berbisnis lewat internet serta mencoba merebut pasar dalam negerinya sendiri. Dengan cara mendirikan usaha dengan bentuk perusahaan kecil yang serius dan terus berkembang menjadi besar. Ataupun individu yang hanya menjadikan usaha online, sebagai usaha sampingan.
Andi S. Boediman dari Ideoworks melihat landskap industri teknologi Indonesia terutama e-commmerce memang sedang “seksi”. “Sejauh ini pertumbuhan untuk e-commerce sangat bagus. Kalau saya lihat, dulu pengguna internet 60 juta saat ini mendekati angka 80 juta pengguna. Artinya sekitar 30 persen populasi kita sudah menggunakan internet. Internet akan menjadi basic needs seperti listrik dan PAM. Sekarang saja, orang kalau tidak mendapatkan akases internet sudah mulai pusing.”
Selain itu, sisi kedua adalah meningkatnya pilihan membeli secara online. “Sekitar tahun 2009 hanya 3 persen dari pengguna internet yang sebanyak 60 juta, yang sudah pernah belanja barang. Hari ini sudah naik menjadi 10 persen dari total pengguna internet yang berkisar 80 juta. Driver-nya dari pembelian tiket, seperti tiket pesawat, tiket kereta hingga tiket konser kemudian daily deals. Gara-gara itu e-commerce naik semua.”
Dengan perlahan tetapi pasti penetrasi penggunaan internet mengubah kebiasaan hidup individu. Menjadikan internet sebagai kebutuhan dan sekaligus cara memenuhi kebutuhan primer hingga tertier sekalian. Andi, melihat fenomena ini, pada akhirnya produk atau barang yang akan menjadi besar. “Dari ujung kepala hingga kaki ada kebutuhan barangnya. Jadi hari ini, pertumbuhan e-commerce secara general sedang luar biasa.”
Kalau bicara soal startup, saat ini e-commerce juga yang memiliki potensi untuk berkembang secara besar. Karena konsumsi akan kebutuhan barang, mulai dari produk bahan pangan, fashion dan ritel terjadi setiap saat. Transaksi akan terus terjadi, antara konsumen dan penyedia produk.
“Kalau kita berbicara mengenai tech scene, di situ ada content, e-commerce, advertising serta digital sevices seperti cloud services. Nah, sekarang ini yang tumbuh luar biasa adalah e-commerce. Lahan ini sedang ‘seksi’,” imbuhnya.
Lalu dengan geliat e-commerce yang sedang panas-panasnya, apakah investor akan lebih melirik sektor ini. Andi menambahkan, bahwa ada beberapa hal yang dicari investor dari startup lokal. “Pertama pasti foundernya, selanjutnya tentu traction dan keunikan dari usahanya. Serta tak ketinggalan potensi yang menjadi besar.”
Terlepas dari ekosistem yang jauh dari ideal, Andi melihat dari sisi investor tak menemui kesulitan yang berarti. “Kekurangan pasti ada, tetapi saya yakin akan terpecahkan seiring dengan waktu. Sekarang waktunya Indonesia untuk menjadi besar dalam dunia e-commerce. Kalau bicara soal infrastruktur saya yakin nantinya akan ada satu atau dua perusahaan yang memecahkan masalah ini. Kalau cuma menunggu dari pemerintah terlalu lama.”
Selanjutnya Andi menambahkan bahwa sektor B2C (Business to Consumer) sedang seksi untuk investasi, setidaknya dalam kurun tiga tahun ke depan.Kalau sektor B2C membaik, otomatis B2B juga ikutan membaik. Selanjutnya akan kembali kepada sektor B2B (Business to Business).