Dark
Light

Tentang APU Generasi Ketiga dari AMD: Sebuah Insight

4 mins read
July 31, 2013

Beberapa waktu lalu, saat console last-gen – PS3 dan Xbox 360 – dirilis, beredar rumor bahwa industri hiburan PC akan mengalami penurunan drastis. Bukan hanya harga hardware yang tinggi, namun para developer game kian beralih ke platform yang bisa dibilang lebih ringkas dan populer tersebut. Tentu saja rumor di atas terbukti salah.

Seluruh jumlah penjualan game console hingga saat ini masih belum mampu mengalahkan angka yang dimiliki PC. Bahkan kini saat tablet mulai menginvasi tiap ruang hidup kita, industri PC – baik hardware, software hingga entertainment – berdiri dengan tegak bak karang raksasa di pinggir laut.

Kemudian baru-baru ini Sony dan Microsoft mengumumkan console baru mereka, Xbox One (Xbone adalah panggilan kesayangan kami untuknya) dan PS4. Di event Electronic Entertainment Expo 2013 di Los Angeles lalu, mereka mendominasi panggung dengan segala kehebohan dan kampanye marketing yang bombastis. Mereka saling berteriak satu sama lain, mengungkapkan fakta-fakta tentang apa yang membuat console mereka lebih baik dari kompetitornya.

Sayangnya Microsoft melakukan pendekatan yang salah, mereka mengumumkan akan mengadopsi sistem always-online – tanpa internet, Anda tidak dapat menikmati game, bahkan yang hanya memiliki mode offline sekalipun.

Fans Microsoft mengernyit dengan kecewa, ia juga mendapatkan cibiran massal dari seluruh khalayak gaming. Apakah ini merupakan metode lain Microsoft untuk mengumpulkan data konsumen, atau hanya sekedar untuk mencegah pembajakan? Saya tidak tahu. Bahkan saat Microsoft kembali mengumumkan untuk mengurungkan ide ini, khalayak sudah merasa antipati terhadapnya.

Apa hubungan semua hal di atas dengan tema yang ingin saya bahas? Untuk mulanya, baik Microsoft dan Sony – sebagai perusahaan digital entertainment terbesar dunia, kali ini benar-benar menggantungkan nasibnya pada AMD. Saat ini AMD tampak mendominasi pasar gaming, bukan hanya bekerja sama dengan berbagai developer game untuk menyajikan fitur-fitur terbaru seperti TressFX dan lain-lain, ia menjadi penyokong utama prosesor baik untuk Xbox One dan PS4, dengan codename Jaguar delapan-core-nya. Hal ini tidak mungkin tercapai jika teknologi APU (Accelerated Processing Unit) AMD tidak pernah dirilis di tahun 2011.

Mungkin khalayak awam masih belum paham apa yang dimaksud dengan APU, dan saya di sini akan menjelaskannya sesederhana mungkin. Dalam komputer Anda, terdapat dua reaktor tenaga utama yang mentenagai proses pengolahan data: GPU, atau sering disebut kartu grafis; dan CPU, atau prosesor. Kedua bagian ini memproses data berbeda secara terpisah, masing-masing membutuhkan pasokan listrik yang terpisah pula. Ide APU adalah memadukan keduanya menjadi satu bagian, mengoptimalisasi fungsi dan meminimalisir konsumsi daya listrik. Tentu saja walau terdengar sangat inovatif, konsep ini bukanlah sesuatu yang baru: Anda pasti pernah dengar istilah VGA “on-board“, pada dasarnya mereka memiliki konsep yang sama.

Tahun ini AMD juga menjadi ujung tombak kampanye HSA, atau heterogenous system architecture. HSA sendiri bukan merupakan satu fitur atau teknologi spesifik, namun sebuah ide open-source yang dianut oleh beberapa produsen elektronik lain seperti ARM, Qualcomm hingga Samsung. HSA adalah warisan dari semangat APU.

Saya belum bisa memastikan apakah nanti ia akan menjadi trademark tersendiri atau sekedar stampel, tapi pada dasarnya memiliki konsep sama: komponen A bukan hanya mampu memproses X, namun juga Y dan Z. HSA sendiri belum resmi diperkenalkan hingga 2013 berakhir, namun dari kwartal satu tahun ini, AMD sudah mulai gencar mengumumkannya ke khalayak teknologi. Salah satu direksi AMD pernah mengungkapkan pada TRL, bahwa esensinya, seri APU mereka bisa dibilang merupakan produk HSA, begitu juga Sony PS4. Setelah beberapa generasi APU, kami ingin berbagi pada Anda seperti apa kemampuan ‘prosesor’ seri A teranyar mereka.

Baru-baru ini AMD dengan bangga mengenalkan APU Elite A-Series 2013. Bagi saya, nama keren bukan jaminan fungsi dan performa. Namun saat saya datang pertama kali ke acara peluncuran ini, saya terperangah melihat apa yang bisa ia lakukan. Terdapat tiga produk utama yang ada dalam kategori seri ini: A10-6800K, A8-6600K dan A6-6400. Untuk produk flagship-nya, A10-6800K, Anda mendapatkan kekuatan empat core CPU berkecepatan minimal 4,1GHz, dengan HD 8670D tertambat di dalamnya dan core Radeon sebanyak 384.

Mungkin beberapa dari Anda menganggap bahwa fakta angka bukanlah hal menarik, tapi bayangkan ini: Dengan satu buah chip prosesor – tanpa kartu grafis terpasang di motherboard – sebuah PC bisa menjalankan game DmC: Devil May Cry dengan teknologi AMD Eyefinity dengan framerate rata-rata di atas 60FPS. Eyefinity adalah fitur eksklusif AMD dimana Anda dapat memasangkan tiga buah display untuk menikmati game.

Secara teknis, seri A baru AMD ini adalah APU pertama yang didukung oleh Radeon seri HD 8000 lengkap dengan teknologi AMD Turbo Core, Eyefinity yang tadi telah kami bahas, Wireless Display dan Dual Graphics. Fitur terakhir ini memungkinkan Anda menambahkan VGA discreet terpisah. Dengan dua buah sumber kekuatan grafis dalam satu perangkat komputer, Anda tidak perlu membeli kartu grafis high-end dengan harga selangit untuk menikmati game-game berat sekalipun, cukup memiliki sebuah VGA mainstream saja.

“Sebaik-baiknya visual Devil May Cry kan hanya menggunakan Unreal Engine 3, bagaimana performa APU jika meng-handle engine game lain yang lebih berat?” itulah pertanyaan yang muncul di benak saya. Namun bersebelahan dengannya, ada sebuah lagi PC ber-APU dengan motherboard mini ATX Gigabyte menjalankan Crysis 3, salah satu game PC dengan grafis terbaik saat ini. Di sebelahnya lagi Tomb Raider dan FarCry 3 Blood Dragon berjalan di komputer terpisah, semuanya ditenagai APU. Tentu saja Anda tidak bisa menikmati game-game papan atas ini dengan setting maksimal, resolusi juga harus disesuaikan agar Anda mendapatkan framerate yang masuk akal. Dan semua kemampuan ini bisa Anda dapatkan hanya dengan merogoh dana kurang dari US$ 150.

Namun tentu untuk memaksimalkan performa A10-6800K Anda membutuhkan sedikit requirement khusus. Seperti generasi sebelumnya, APU baru ini bersangkar di motherboard FM2, dan proses pengolahan data lebih teroptimalisasi jika Anda menggunakan DDR3-2133. Pertanyaannya adalah, berapa banyak dari produsen di luar sana yang menyetok tipe ini jika dibanding dengan 1866? Karena perbedaan keduanya memiliki celah performa hingga sepuluh persen lebih, sangat signifikan jika Anda merupakan gamer sejati.

Pada akhirnya Anda bisa membayangkan betapa murahnya dunia TI dalam waktu ke depan – juga gambaran kemana arah industri ini akan berkembang. Laptop multimedia akan mampu menjalankan game-game AAA dengan performa tinggi, harga notebook gaming akan semakin terjangkau, fungsionalitas dan optimalisasi akan menggantikan kekuatan pemrosesan mentah, bahkan produsen hardware dedicated dan VGA discreet akan mulai menurunkan harga demi menjaga keseimbangan pasar.

Seperti sebuah pepatah tua ‘all well, ends well‘, kami berharap apa yang dipionirkan AMD bisa menjadi contoh bagi seluruh khalayak teknologi.

Previous Story

Delapan Screenshot Terbaru dari Game Assassin’s Creed IV: Black Flag

Next Story

Teman Sherina di KakaoTalk Plus Friend Capai 1 Juta

Latest from Blog

Don't Miss

5-Alasan-Poco-C75-Jadi-Smartphone-Sejutaan-yang-Tepat-untuk-Gaming

5 Alasan Poco C75 Jadi Smartphone Sejutaan yang Tepat untuk Gaming

Bermain game kini bukan lagi sekadar hiburan semata. Seiring dengan

POCO Jawab Tantangan Kompetitor Ponsel Gaming dengan Performa dan Harga Ekstrem

POCO kembali menantang pasar smartphone dengan meluncurkan lini produk berperforma