Peraturan Menteri Perhubungan baru saja disahkan. Dengan indeks nomor PM 32 Tahun 2016, peraturan ini spesifik mengatur penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek. Bisa dikatakan aturan ini meregulasi layanan transportasi umum seperti taksi dan kendaraan . Lebih spesifik lagi, motifnya bisa dibilang untuk “menertibkan” layanan aplikasi berbasis aplikasi. Mari kita simak aturan yang telah dirilis.
Di luar pembahasan seputar taksi sebagai moda transportasi tidak dalam trayek, dalam pasal 11 dijelaskan seputar detil angkutan orang dengan tujuan tertentu, yakni angkutan yang melayani antar jemput, permikiman, angkutan karyawan, carter dan angkutan sewa. Sebagai kendaraan sewa, layanan Uber, GrabCar dan Go-Car masuk dalam kategori ini.
Pembahasan
Angkutan sewa sendiri diatur khusus dalam pasal 18. Dari aturan tersebut disebutkan beberapa poin yang menjadi kriteria wajib yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa, di antaranya:
- Wilayah operasi pelayanan tidak dibatasi oleh wilayah administratif.
- Tidak terjadwal.
- Pembayaran tarif sesuai dengan perjanjian antara pengguna jasa dengan perusahaan angkutan.
- Penggunaan kendaraan harus melalui pemesanan atau perjanjian, tidak menaikkan penumpang secara langsung di jalan.
- Wajib memenuhi Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan.
- Menggunakan kendaraan mobil penumpang umum minimal 1.300 cc.
Kriteria tersebut di atas jika diaplikasikan ke layanan transportasi berbasis aplikasi yang saat ini ada secara umum sudah memenuhi. Namun masuk ke aturan yang ditulis pada poin selanjutnya seputar persyaratan angkutan yang digunakan, yakni:
- Dilengkapi tanda nomor kendaraan dengan warna dasar plat hitam dengan tulisan putih yang diberi kode khusus.
- Dilengkapi dengan tanda khusus berupa stiker.
- Dilengkapi dokumen perjalanan yang sah, berupa surat tanda nomor kendaraan atas nama perusahaan, kartu uji dan kartu pengawasan.
- Dilengkapi nomor pengaduan masyarakat di dalam kendaraan.
Poin ketiga terasa yang paling memberatkan. Konsep sharing economy dalam tranportasi berbasis aplikasi perusahaan hanya menyediakan platform sebagai perantara antara pemilik kendaraan (pribadi) dengan konsumen. Hampir dibilang sangat tidak memungkinkan untuk kepemilikan surat tanda kendaraan (STNK) atas nama perusahaan.
Meneruskan pada pasal selanjutnya yakni pasal 21, yang mewajibkan seluruh komponen dalam penyedia angkutan tidak dalam trayek untuk mengantongi izin pengelenggaraan. Hal ini juga akan turut membebankan kepada perusahaan dengan biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak. Semua penyelenggara wajib berbadan hukum, dalam bentuk:
- Badan usaha milik negara.
- Badan usaha milik daerah.
- Perseroan terbatas.
- Koperasi.
Sementara ini layanan transportasi memilih untuk berdiri dalam bentuk koperasi, seperti yang telah dilakukan Grab dan Uber.
Dan untuk memperoleh perizinan juga dikenakan syarat (tercantum pada pasal 23), yakni:
- Memiliki paling sedikit 5 kendaraan dengan dibuktikan dengan STNK atas nama perusahaan dan surat tanda bukti lulus uji berkala kendaraan bermotor.
- Memiliki tempat penyimpanan kendaraan.
- Menyediakan failitas pemeliharaan kendaraan.
- Mempekerjakan pengemudi yang memiliki SIM Umum sesuai golongan kendaraan.
Perizinan tersebut akan diberikan berupa beberapa dokumen sebagai berikut (tertuang pada pasal 24):
- Surat izin penyelenggaraan angkutan.
- Surat pernyataan kesanggupan untuk memenuhi kewajiban melayani angkutan sesuai dengan izin yang diberikan.
- Kartu pengawasan.
Seputar pemanfaatan aplikasi sendiri diatur dalam pasal 40. Penggunaan aplikasi dalam sistem transportasi diperbolehkan. Di pasal 41 diterangkan pada poin pertama, bahwa perusahaan penyedia aplikasi wajib bekerja sama dengan perusahaan angkutan umum yang telah memiliki izin penyelenggaraan. Karena perusahaan aplikasi tidak diperbolehkan bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum, sehingga tidak diperbolehkan untuk melakukan beberapa hal berikut:
- Menetapkan tarif dan memungut bayaran.
- Merekrut pengemudi.
- Menentukan besaran tarif pengemudi.
Sedangkan untuk kendaraan yang tidak dalam trayek juga harus mengikuti ketentuan pasal 21, 22 dan 23, yang artinya harus tetap bekerja sama dengan pihak yang berizin. Misalnya kendaraan operasional harus dengan STNK atas nama perusahaan.
Kesimpulan
Layanan Uber, GrabCar dan Go-Car harus merevolusi proses bisnis yang ada saat ini untuk dapat beroperasi di atas naungan regulasi yang benar. Konsep sharing economy tidak bisa benar-benar melibatkan komponen perorangan secara pribadi, karena kendaraan diwajibkan ber-STNK atas nama perusahaan jasa transportasi.
Sudah jelas, bahwa aturan manis ini memang didesain untuk mematikan konsep layanan transportasi berbasis aplikasi yang saat ini ada. Kecuali tiba-tiba aturan ini dicabut, seperti yang sudah terjadi saat dua polemik sebelumnya, mitra pengemudi Uber, GrabCar, dan Go-Car hanya bisa mengemudikan mobil yang terdaftar atas nama perusahaan penyewaan atau koperasi.