Tak bisa dipungkiri, Fnatic adalah salah satu organisasi esports yang paling dikenal di dunia. Esports sudah menjadi bisnis, dan organisasi esports sudah menjadi perusahaan. Karena itu, Fnatic memberikan laporan keuangannya setiap akhir tahun. Namun, pada akhir 2019 lalu, laporan keuangan Fnatic sempat menjadi pembicaraan hangat. Alasannya karena Richard Wells, pendiri H2K Gaming (organisasi esports yang sudah berhenti beroperasi pada 2018) membuat kicauan yang menyebutkan bahwa total utang Fnatic mencapai lebih dari £22 juta.
Melalui sebuah artikel di Medium, Azara Gaming, organisasi esports semi-profesional mencoba untuk menjelaskan lebih lanjut tentang laporan keuangan Fnatic, yang bisa Anda cek di sini. Fnatic memang memiliki utang sebesar £14,6 juta pada 2018 dan hanya memiliki aset sebesar £10,7 juta. Dari total aset mereka hanya £800 ribu yang berupa uang. Meskipun begitu, utang Fnatic sebesar £11,6 juta merupakan utang pada “orang dalam”. Biasanya, ketika sebuah perusahaan/badan usaha hendak melakukan ekspansi tapi mereka tidak ingin mencari investor baru, eksekutif perusahaan akan meminjamkan sejumlah uang pada perusahaan sebagai utang. Jadi, sekalipun Fnatic bankrut, hutang sebesar £11,6 juta ini tidak akan menjadi masalah besar.
Jadi, walau pada 2018 utang Fnatic lebih besar £3,9 juta dari aset mereka, itu sebenarnya bukan masalah. Utang internal bisa dihapus dengan mudah sementara utang pada pihak lain bisa dibayar perlahan, terutama karena belakangan, keuangan Fnatic cukup baik. Sayangnya, masalah Fnatic lebih rumit dari itu.
Fnatic memiliki piutang (hutang yang harus dibayar pihak lain) sebesar £9,8 juta. Dari total piutang tersebut, sebesar £8,9 juta merupakan piutang dari Fnatic Gear, divisi Fnatic yang membuat perangkat gaming. Divisi tersebut berhutang pada Fnatic sebesar £6 juta pada 2018. Masalahnya, keuangan Fnatic Gear justru lebih buruk dari Fnatic. Tidak hanya Fnatic Gear masih merugi, eksistensi mereka juga sepenuhnya tergantung pada Sannpa Limited, perusahaan induk dari Fnatic dan Fnatic Gear.
Perusahaan induk (holding company) biasanya memiliki perusahaan anak yang bergerak di bidang yang berbeda-beda. Begitu juga dengan Sannpa Limited, yang memiliki perusahaan anak di berbagai industri, mulai dari kesehatan, teknologi, sampai esports. Tidak semua perusahaan anak dari sebuah perusahaan induk menghasilkan untung. Misalnya, Alphabet, perusahaan induk Google, juga memiliki perusahaan anak bernama X yang sampai sekarang masih merugi. Jadi, tidak aneh jika Sannpa rela menghabiskan modal untuk mempertahankan Fnatic dan Fnatic Gear. Masalahnya, keuangan Sannpa sendiri juga tampaknya tak begitu baik.
Salah satu indikasinya adalah dalam periode satu tahun (dari 2017 ke 2018), Sannpa menggandakan nilai piutang mereka menjadi £12 juta dan menghapuskan utang mereka dari £4,1 juta menjadi £150 ribu. Ini mencurigakan karena tampaknya, Sannpa bisa menghapuskan utang dan meningkatkan piutang bukan dengan menjual produk (baik jasa atau barang), tapi dengan menjual saham.
Dengan kata lain, utang Fnatic dan Fnatic Gear terus bertambah, sementara kemampuan Sannpa sebagai perusahaan induk mereka untuk membayar hutang itu justru diragukan. Inilah yang memunculkan kekhawatiran bahwa Fnatic berusaha untuk mencegah kebangkrutan dengan mencari pinjaman untuk membayar hutang sebelumnya, alias “gali lubang, tutup lubang.” Tentu saja, bisa jadi, Fnatic rela menghamburkan uang demi bisa mendominasi industri esports yang tengah berkembang.
Satu hal yang pasti, jika Fnatic (dan organisasi esports lain) ingin bisa bertahan, mereka harus bisa menyesuaikan diri dengan pasar. Tentu saja, mereka juga harus memastikan bahwa mereka bisa beroperasi dengan efisien dan mengatur keuangan perusahaan dengan baik.