Istilah 4G LTE belakangan mendapatkan perhatian intensif dari media, vendor dan konsumen Indonesia, meski sebetulnya ia telah dilepas beberapa tahun silam. Faktor pemicu tidak lain adalah mulai aktifnya para operator ternama beralih ke standard baru ini. Tapi apa dampaknya buat kita semua dan industri, serta upaya seperti apa yang akan mempermudah proses adopsi?
Secara umum, 4G ialah kependekan dari teknologi mobile 4th generation. Dan LTE berarti Long-Term Evolution, mengacu pada komunikasi data berkecepatan tinggi, berbasis pada teknologi jaringan GSM/EDGE dan HSPA. Demi mendiskusikan sejumlah pertanyaan besar terkait 4G LTE, Selular ID menghimpun para pakar dan mengadakan talkshow bertema Booming Smartphone 4G, membahas ‘tantangan kinerja network dan pengalaman pengguna’.
Di sana hadir Alexander Rusli selaku CEO Indosat, Strategic and Business Development Director Ericsson Indonesia Rustam Effendie, serta CMO Wiko Mobile Indonesia Janto Djojo. Narasumber-narasumber itu diberikan kesempatan untuk menjelaskan wawasan dan pandangan mereka terhadap transisi ke 4G LTE. Sangat menarik, karena kita bisa melihat perspektif berbeda dari para pemain krusial: penyedia layanan, pembuat jaringan, dan produsen smartphone.
Mewakili Indosat, Alex menuturkan upaya timnya boleh dibilang merupakan bagian dari program pemerintah mendorong broadband. Indosat sudah mulai menyiapkannya sejak dua tahun silam, dan saat ini sedang dalam periode implementasi. Alexander berjanji Indosat akan mengeluarkan seluruh tenaga mereka. Meratanya 4G LTE memastikan ongkos operasional jadi murah, termasuk biaya menjalankan network, sembari mengurangi harga per kilobyte.
Dengan teknologi yang lebih cepat, pastinya pemakaian data akan lebih banyak. Alex membuat sebuah komparasi antara 3G dan 4G dalam akses YouTube. Contohnya sewaktu menyaksikan video berdurasi setengah jam via 3G. Ketika baru berjalan lima menit, ternyata konten tidak kita sukai. Kita menghentikannya, tanpa menghabiskan terlalu banyak data. Sedangkan melalui 4G, waktu lima menit mungkin sudah cukup untuk mengunduh keseluruhan film. Artinya, data sebesar 25 menit terbuang begitu saja.
Info menarik: Apa Kabar 4G/LTE di Indonesia?
Setelah kesiapan operator, tugas penting lainnya berada di pundak pencipta smartphone. Produsen harus bergerak gesit memfasilitasi 4G LTE di sisi device konsumen. Mereka harus berjalan beriringan serta saling menopang. Ketersediaan perangkat sangatlah krusial, tanpa mereka investasi besar akan terbuang sia-sia. Alex membuka sebuah rahasia: performa handset dari setiap pemasok ternyata berlainan.
Aspek tersebut dapat disebabkan oleh frekuensi radio hingga pemilihan system-on-chip, dan ‘konon’, Indosat menyimpan daftarnya – meski mereka sama sekali tak mau memberikan bocoran. Jadi jika ada masalah, kita tak bisa serta merta langsung menyalahkan operator.
Namun sebelum berbicara operator dan smartphone, ancang-ancang dilakukan lebih dulu oleh vendor network. Merekalah yang paling repot. Khusus Ericsson, pertama-tama mereka mensurvei pasar untuk mempelajari karakteristik khalayak dan tren konsumen. Sesudah cukup yakin teknologi akan banyak digunakan, barulah masuk ke tahap penyediaan. Demi menjaga informasi tetap up-to-date, peninjauan market diterapkan berkala tiap tahun.
Rustam Effendie mengutarakan perbedaan cara penilaian mutu jaringan. Dahulu, network ditakar dari cakupan. Sekarang evaluasinya lebih praktis, yaitu dari kapabilitas mengoperasikan aplikasi. Semakin canggih jaringan, kian banyak pula keinginan konsumen. Misalnya Go-Jek, jaringan dan developer harus bahu-membahu. Tanpa partisipasi salah satu, maka app tidak dapat berfungsi.
Info menarik: Daftar Gadget yang Mendukung Gaya Hidup 4G/LTE
Produsen device turut memegang peranan penting karena smartphone dan tablet ialah medium fisik penentu user experience. Di Indonesia, mayoritas akses data di perangkat bergerak dipakai untuk membuka Facebook, Twitter, Path. Namun walaupun jumlah netizen lokal mengalami kenaikan, hanya 26 persen dari total penduduk Indonesia yang secara aktif menggunakan sosial media. 26 persen mewakili kurang lebih 76 juta orang, sedangkan separuh masyarakat Singapura telah ‘melek’ jejaring sosial.
Menurut sang CMO Wiko Mobile, Janto Djojo, peluang pasar masih terbuka lebar – terutama bagi brand-brand baru. Yang perlu mereka lakukan adalah menawarkan produk dengan sudut pandang penyajian unik, melengkapi aspek penyuguhan hardware mumpuni, desain dan penentuan harga.
Persentase penetrasi smartphone di Indonesia juga sangat distingtif dibanding negara-negara Asia Tenggara dan sekitarnya. Berdasarkan informasi dari Ericsson, baru 28 persen masyarakat Indonesia yang memanfaatkan jenis perangkat bergerak ini, dan 45 persen murni memiliki smartphone saja. Di Singapura sendiri 98 persen penduduk telah mempunyai ponsel pintar.
Kegiatan ‘konsumtif data’ tersebut memang menguntungkan buat ketiga pihak, apalagi jika 4G LTE kian merakyat. Tetapi Janto juga berharap standard anyar ini harus membawa hal produktif, jangan sampai berdampak buruk.